16. [SEHARUSNYA]

313 36 0
                                    

•••

Helaan napas panjang terdengar dari mulut Bagas. Lelaki itu tak habis pikir mengapa hal seperti ini terjadi secara mendadak, bahkan diwaktu sebelumnya ia masih bisa mengobrol dengan sang anak. Jika tahu akan jadi seperti ini sudah pasti Bagas memilih untuk mengosongkan perutnya malam ini.

Pria itu kini berada disebelah brankar putranya, ia memandangi air infus yang kembali penuh setelah diganti. Kondisi Reyan sudah stabil beberapa saat yang lalu, Bagas mengucapkan berkali-kali rasa syukur karena tak terjadi hal serius kepada putranya.

Sejak tadi pria itu mencoba untuk menghubungi Dika. Walaupun tahu bagaimana respon dari si bungsu, ayah tetap berusaha untuk memberitahu keadaan kakaknya.

Sudah lima kali panggilan yang ia berikan sama sekali tidak mendapat jawaban dari sebrang, pria itu kemudian memberitahu Dika lewat pesan chatting yang sejak tadi sama sekali belum dibaca. Ia tahu jika putra bungsunya itu masih kesal padanya karena kejadian semalam.

Tak ada suara yang terdengar dari ruangan ini selain suara jam yang menunjukkan detikannya masih berjalan.

Ia memandangi wajah Reyan, ingin sekali rasanya memarahi anak itu ketika sudah bangun nanti. Bisa-bisanya ia tak memanggil dokter ketika merasa keadaannya memburuk. Hal itu tentu saja membuat Bagas sangat cemas dan takut.

Untuk esok hari mungkin Reyan masih belum bisa untuk pergi kesekolah. Ia harus menjalani perawatannya dirumah sakit ini.

Begitupun Bagas yang masih bingung, ia takut untuk meninggalkan putranya untuk bekerja. Takut jika hal yang sempat terjadi tadi harus terulang kembali.

Tangannya bergerak untuk mengelus pelan Surai hitam yang sedikit basah akibat air keringat putranya.

"Kalau sakit bilang, jangan kaya tadi, kamu buat ayah khawatir."

Tak ada sama sekali sahutan yang terdengar dari putranya. Reyan masih setia memejamkan mata dengan wajah damainya.

Lama pria itu mengelus rambut anaknya hingga kini rasa kantuk mulai menyerang. Tak ada pilihan lain, ia harus segera tertidur agar besok bisa bangun lebih pagi. Mengingat jam yang hampir menunjukkan tengah malam, seharusnya disaat seperti ini dirinya sudah tertidur dengan lelap.



•••




Ayah

5 panggilan suara tak terjawab

|Ka, kamu udah makan?
21.09

|Maaf ayah gabisa pulang sekarang, kamu kesini ya, nak?
21.09

|Maafin ayah ya soal kemaren, ayah kelewat marah
|Seharusnya ayah gak kaya gitu sama kamu
21.10

|Nak, kesini ya?
21.10

Kata demi kata yang berada dilayar ponselnya ia baca, wajah datarnya sama sekali tidak berubah.

"Sejak kemaren pedulinya sama Reyan terus!" Dika melempar kasar ponselnya kearah kasur empuk miliknya. Pagi ini pemuda itu harus segera berangkat sekolah dengan sarapan seadanya.

"Sehari gak usah urusin dia bisa gak, sih? Hidup cuman jadi beban doang diurus."

Pemuda itu membereskan buku-bukunya yang semalam sempat ia keluarkan. Mood nya pagi ini berhasil dibuat hancur hanya karena membaca pesan demi pesan yang dikirim oleh ayahnya.

Cahaya Redup [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang