•••
Hampir semalaman Reyan terjaga didalam kamarnya, kejadian beberapa saat yang lalu benar-benar melekat diotaknya. Beberapa kali pemuda itu meminta agar Dika membuka pintunya, namun hal itu sama sekali tak ada gunanya.
Entah sudah tertidur atau melakukan hal lain, namun Reyan yakin jika saat itu Dika benar-benar kesal kepadanya.
Cukup lama semalam dirinya berada didepan pintu yang sama sekali tidak dibuka oleh pemiliknya. Reyan memilih untuk segera berjalan kembali menuju kamarnya, mencoba untuk tidur dan melupakan kejadian itu.
Namun sepertinya karena semua itu, kini semalaman Reyan hampir tidak bisa tertidur. Untunglah hal itu tidak terjadi semalaman.
Kini pemuda 18 tahun itu tengah berada di dapur, membuat sarapan yang mungkin bisa ia makan bersama dengan sang adik. Entah hal itu akan diterima oleh Dika atau tidak, Reyan berharap semoga adiknya mau memakan masakannya kali ini.
Sedangkan ayah? Pria itu sudah berangkat kerja sejak pagi tadi, bahkan setelah mandi dan melaksanakan sholat subuh, pria itu langsung berpamit kemudian pergi untuk bekerja menghidupi keluarga.
Reyan belum sempat membuatkan ayahnya makanan, mungkin karena dirinya yang bangun kesiangan hari ini.
Kali ini pemuda itu memilih untuk membuat sebuah telur dengan sambal yang dicampurinya. Tidak banyak, hanya beberapa butir telur saja yang ia gunakan. Reyan paham jika dirinya membuat banyak sekali dari telur yang ada di kulkas, maka hal itu sudah pasti akan membuat sebagian makanan yang siap itu terbuang begitu saja.
Melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul enam pagi, Reyan langsung mencoba untuk memanggil adiknya, tak peduli bagaimana nanti respon pemuda itu.
Sejak semalam Reyan tidak melihat adiknya makan, mungkin karena kejadian semalam membuat Dika menjadi kesal dan berakhir akan melewatkan waktu makannya.
Kedua kakinya berjalan menuju ke lantai atas, memanggil nama sang adik sambil mengetuk beberapa kali pintunya.
"Dika, keluar. Makan dulu!"
Seseorang yang berada didalam ruangan itu kemudian menghela napas kasar. Ia kini tengah mengganti pakaiannya dengan seragam sekolah biasa.
"Iya iya, cerewet banget." Jawabnya dengan nada kesal. Tentu saja Reyan bisa mendengar suara adiknya dari luar, pemuda itu menghela napas sejenak, ia tak ingin membuat Dika marah padanya disaat pagi-pagi seperti ini.
"Jangan lama-lama ya, dek. Nanti keburu dingin makanannya,"
Dika membalas dengan sebuah deheman. Reyan lantas segera berjalan menuju ke dapur lagi, ia tahu jika adiknya tak ingin melihatnya untuk saat ini, apalagi untuk makan bersamanya.
•••
Langkah kaki Dika berjalan menuju ke tempatnya menimba ilmu- bukan hanya itu, lebih tepatnya adalah tempatnya untuk dijadikan seseorang yang setiap hari diperas uangnya.
Menyebalkan memang. Menurutnya, lebih baik masa SMP daripada masa SMA yang penuh dengan tekanan. Banyak orang yang tidak menyukainya termasuk pembully yang setiap hari tak pernah absen untuk merampas uangnya.
Dika yang dulu sangat berbeda dengan sekarang.
Dulu disaat dirinya belum merasakan sebuah kehilangan, rasanya sangat menyenangkan. Setiap hari hampir dirinya tak pernah terpuruk dalam kesedihan, bahkan hanya kebahagiaan saja yang memenuhi hari-harinya.
![](https://img.wattpad.com/cover/315549193-288-k972021.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Redup [END]✓
JugendliteraturTentang dua saudara berbeda dua tahun yang dulunya saling menyayangi dan menjaga. Semua kebahagiaan berjalan seiringnya waktu hingga saat itu sebuah kabar duka mampu membuat sang adik terlarut dalam kesedihan. Mereka sama-sama kehilangan seorang ya...