•••
Malam ini, tepatnya pukul sebelas lewat sepuluh menit, seorang pemuda dengan sang ayah telah sampai dirumahnya.Reyan menghela napas lega ketika ia sudah diperbolehkan pulang oleh sang dokter. Sungguh, demi apapun lelaki itu sama sekali tidak suka dengan hawa yang ada dirumah sakit.
"Ayok sini, pelan-pelan." Ucap sang ayah yang mencoba untuk membantu putranya keluar dari dalam mobil tersebut.
Masih terlihat lampu rumah yang menyala terang, menandakan bahwa si bungsu masih belum terlelap.
Setelah berjalan memasuki area rumah, Bagas langsung mengunci pintu tersebut dan segera berjalan menyusul putranya yang berada didepannya.
Sepanjang perjalanan tadi, Reyan tak henti-hentinya selalu tersenyum. Sungguh ia sangat bersemangat untuk menanti hal seperti ini, sesuatu yang selalu ia impikan ketika dimana hubungannya dengan sang adik menghangat.
Hari ini Reyan benar-benar tidak sabar untuk menemui adiknya. Ia berharap semoga saja memang benar Dika yang membalas pesan tersebut.
Tidak jauh dari sana, terlihat seorang lelaki yang baru saja keluar dari dapur. Itu Dika, entah apa yang tengah dilakukan oleh pemuda itu malam-malam begini.
"Abang," panggilnya dengan sebuah senyuman yang merekah. Senyuman itu pun dibalas tidak kalah lebar oleh Reyan.
"Abang beneran udah baikan?" Pertanyaan itulah yang pertama kali Dika berikan setelah sekian lamanya. Pertanyaan yang tak pernah disangka-sangka oleh Reyan jika adiknya akan mengucapkan itu lewat bibirnya.
"Alhamdulillah, Abang juga udah boleh pulang sama dokternya." Jawabnya dengan senyuman yang merekah.
Bisa Reyan lihat kedua mata adiknya yang semakin menyipit menandakan bahwa lelaki itu benar-benar sudah menahan kantuk sejak tadi. Melihat itu Reyan jadi tidak tega untuk terus memaksa Dika menjaga kesadarannya.
"Kamu ngantuk? Sana tidur, dek. Abang juga mau istirahat, udah ngantuk."
Dika hanya membalas dengan anggukan. Sebenarnya sejak tadi ia sudah menguap beberapa kali. Namun, semangatnya untuk bertemu sang kakak tidak menjadikan mata kantuknya menutup.
"Abang, maafin Dika, ya? Selama ini Dika jahat sama Abang, maaf ya?"
Tentu saja Reyan mengangguk, masih dengan senyuman yang merekah, pemuda itu kembali berucap. "wajar kok kalau kamu benci Abang. Sekarang tidur, ya? Besok kan harus sekolah, kasihan tu matanya udah keliatan berat banget."
Reyan mengacak rambut Dika gemas, ternyata pemuda itu perlu mendongak sedikit untuk melihat wajah adiknya.
Dika baru sadar jika dirinya lebih tinggi dibandingkan sang kakak. Bukan hanya itu, kali ini bisa terlihat dengan kelas jika tubuh kakaknya sedikit terlihat kurus.
Dilain sisi, Bagas yang menyaksikan keduanya lantas tersenyum, ia berhasil untuk menyatukan ikatan persaudaraan itu lagi. Bagas harap semoga hal ini akan terus berlanjut hingga hanya maut yang memisahkan. Semoga Dika benar-benar sudah tidak menyimpan rasa benci lagi untuk kakaknya.
•••
Pagi ini di meja makan terlihat begitu berbeda. Hari ini terlihat lebih baik dari sebelumnya.
Bagas tidak pernah menyangka jika Dika bisa sadar hanya dengan ucapannya kemarin. Do'a nya selama ini yang selalu meminta agar Tuhan menyatukan kembali hubungan keluarganya, kini terkabulkan.
Hari ini Reyan masih belum ayah perbolehkan untuk bersekolah. Mengingat baru semalam pemuda itu diperbolehkan keluar dari rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Redup [END]✓
Novela JuvenilTentang dua saudara berbeda dua tahun yang dulunya saling menyayangi dan menjaga. Semua kebahagiaan berjalan seiringnya waktu hingga saat itu sebuah kabar duka mampu membuat sang adik terlarut dalam kesedihan. Mereka sama-sama kehilangan seorang ya...