11# Missing

9.5K 549 55
                                    

Suara alat monitor dan detak jarum jam saling bertabrakan, menghasilkan bunyi nyaring yang menggema disalah satu ruangan Rumah Sakit Mawar Putih, tepatnya di ruangan nomor 234

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara alat monitor dan detak jarum jam saling bertabrakan, menghasilkan bunyi nyaring yang menggema disalah satu ruangan Rumah Sakit Mawar Putih, tepatnya di ruangan nomor 234. Disana terdapat seorang gadis berkepang dua tengah terbaring lemah dengan alat bantu pernafasan yang terpasang di wajah, sendirian.

Seseorang yang tadinya hanya mengintip lewat kaca luar ruangan, kini memutuskan untuk masuk ke dalam. Menatap lekat wajah si gadis. Secuil rasa bersalah kian tumbuh, namun si tuan terus menolak perasaan sialan itu. Air mata pria paruh baya itu kembali mengalir, hatinya bergetar khawatir, kedua tangannya terkepal erat refleks memukul tembok, namun---

"Syukurlah, bapak sudah datang."

---suara pintu berdecit, menghentikan aksi nya.

Seorang dokter bernama Jonathan, biasa di panggil dokter Jo, menghampiri Hendra yang saat ini banjir keringat dingin.

"Sebenarnya dia sakit apa?"

"Trauma abdomen." Dokter Jo mengambil nafas sejenak, "pasien sering mengalami pukulan keras menyebabkan cedera di beberapa organ dalam perutnya. Itu yang pertama."

"Yang kedua, pasien mengalami anemia. Mungkin pasien sering bergadang dan kecapekaan. Dan terakhir, penyakit asma nya kian hari semakin memburuk. Mohon ini diperhatikan betul, karena bisa menyebabkan kematian."

"Pola makan pasien juga kurang teratur. Tubuhnya sangat lemah pak, selain sumber tenaga yang minim, darahnya juga kurang, ditambah lagi cedera perut dan penyakit asma nya. Ini sangat berbahaya pak, kalo drop nyawa pasien bisa melayang detik itu juga." Dokter Jo menghela nafas, satu tangan pria itu mengusap keringat dingin didahi nya yang belum kering.

"Setengah jam yang lalu, pasien hampir kehilangan nyawanya."

Deg!

"...Zura sa-sayang pa--"

Air mata itu kembali luruh. Jauh di dalam hati, nyatanya Hendra takut kehilangan gadis itu.

●●●

3 hari berlalu. Zura masih terbaring lemah diatas blankar rumah sakit, belum sadarkan diri. Bedanya, saat ini ada Thalita yang menemaninya. Diluar sana hujan turun dengan deras, udaranya yang dingin sampai ke dalam ruangan.

"Ngopi dulu Ra, emang lo gak bosen tidur terus?" Thalita bermonolog sendiri, kemudian menyeruput kopi hangat buatannya dengan santai.

15 menit lalu, dokter Jo bilang kalo kondisi Azura sudah membaik dari yang sebelum nya. Itu artinya, cepat atau lambat sahabatnya tersebut pasti---

"Tha..."

Uhuk!

Thalita menoleh ke samping, memastikan itu benar suara Zura. Dan ya! Tepat sekali dugaannya, Zura sadar. "Udah sadar Ra? Gimana badan lo masih sakit? Gue panggilin dokter ben---"

GIOVANO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang