Hendra terjaga dari tidurnya, ketika merasakan sakit di dada sebelah kiri. Pria paruh baya itu mengubah posisi dari tiduran menjadi duduk, tangan kirinya meremas dada kirinya sendiri, sedangkan tangan satunya sibuk mencari obat di laci nakas. 5 menit berlalu, Hendra tak menemukan apapun. Pria paruh baya itu meringis kesakitan, dia lupa belum minum obat sebelum tidur, alhasil penyakitnya kambuh.
Hendra beranjak turun dari ranjang, berjalan sempoyongan sambil berpegangan pada tembok, mencari keberadaan gadis yang merawatnya selama ini. Vanesya? Wanita itu tidak mau tau akan keadaan Hendra. Sejak suaminya sakit, Vanesya tidak mau sekamar dengan Hendra dan tidak mau merawat suaminya sendiri. Hanya Zura yang merawatnya. Anak gadis yang selalu Hendra siksa. Hendra berjalan menuju ke kamar Zura yang berada tepat di sebelah kamarnya. "Zura!"
Kosong. Tidak ada siapapun dikamar serba biru muda tersebut. Kemana gadis itu pergi?
Khawatir langsung melanda hati kecil Hendra. Air matanya kembali luruh dibarengi dengan tubuhnya yang limbung ke lantai kamar, bukan karena sakit didada kirinya. Namun, karena takut terjadi apa-apa pada Azura.
Drtt! Drtt!
Ponsel Hendra tiba-tiba bergetar, pria paruh baya itu langsung merogoh benda tersebut dikantung celananya. Video call dari nomor tidak dikenal. Tanpa berpikir panjang, Hendra langsung mengangkatnya, siapa tahu penting.
"Halo Hendra Immanuel yang terhormat! Gimana keadaan lo? Baik bukan? Hahaha!" Pria seumuran Hendra itu tertawa renyah dan terdengar mengejek dibalik sana.
Martin. Saingan perusahaan Hendra.
"Gak usah basa-basi! Kenapa lo vidcall gue malem-malam hah?! To the point!"
"Hahah! Santai man! Gue disini mau ngasih kabar baik. Anak gadis lo ada disini!" Martin mengarahkan kamera ponsel nya tepat diwajah Zura, wajah gadis yang tidak sadarkan diri itu penuh lebam. Bahkan darah segar masih mengalir di sudut bibir dan pelipisnya.
Martin mencengkeram rahang Zura menghadap ke kamera. Pria itu tertawa jahat. "Lihat Ndra! Liat anak gadis lo ini! Benar-benar cantik dan lugu!"
Hendra mengusap air matanya kasar, tangannya mencengkeram kuat benda pipih itu. "JANGAN GILA MARTIN! DIA ITU ANAK LO!"
"Apa?! Anak gue?! Kalo dia anak gue, gue gak akan repot-repot bunuh dia!"
Seharusnya Hendra senang, Martin membunuh anak sialan itu. Namun, hatinya tidak sejalan dengan pikirannya. "LEPASIN ANAK ITU! MARTIN SIALAN!"
"Lepasin? Haha! Lo pikir gue goblok?! Gue susah payah nyulik dia bukan untuk dilepasin gitu aja!"
"LEPASIN ATAU GUE LAPOR POLISI!"
"Okey, silahkan! Kalo lo mau dia pulang tanpa nyawa, SILAHKAN LAPOR POLISI HENDRA!"
KAMU SEDANG MEMBACA
GIOVANO
Teen Fiction"𝒀𝒐𝒖'𝒓𝒆 𝒔𝒐 𝒄𝒖𝒕𝒆, 𝒃𝒂𝒃𝒚 𝒈𝒊𝒓𝒍" ●●● "𝒀𝒐𝒖'𝒓𝒆 𝒎𝒊𝒏𝒆 𝒂𝒏𝒅 𝒐𝒏𝒍𝒚 𝒎𝒊𝒏𝒆, 𝒃𝒂𝒃𝒚 𝒈𝒊𝒓𝒍." ●●● --- Penasaran? Baca langsung!