Gama membuka pintu ruang rawat yang ramai oleh suara tawa di televisi. Melangkah masuk dan melihat Garin yang ternyata tidur. Di tangannya tersemat lagi jarum infus, kata dokter kemarin Garin diare yang membuatnya dehidrasi. Kemarin Gama tidak sempat ke rumah sakit. Sekarang Garin tidur karena pengaruh obat.Ada sekitar satu jam Gama menunggu. Akhirnya terdengar suara lenguhan. Badan Garin yang meringkuk mulai bergerak.
Mata itu kemudian terbuka. Menatap satu arah, berkedip-kedip, mengumpulkan nyawa. Gama beranjak melangkah ke arah ranjang.
Tanpa bicara meletakkan sebuah kantong di samping Garin.
"Hm?" Garin dengan nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul, melirik kantong itu kemudian bangun dari posisi berbaring untuk melihat isi kantong.
"Topi?" Garin melirik Gama. Ada beberapa topi model dad hat dengan berbagai warna.
"Keren di elo," kata Gama dengan ekspresi datar dan suara rendahnya.
Kedua ujung bibir Garin terangkat.
"Makasih, Bang," ucapnya, mengulum senyum. Moodnya yang sebelum tidur sempat jelek jadi tiba-tiba melonjak baik. Garin menyukai pemberian Dimas, tapi saat menerima pemberian Gama, ada rasa lain di hati yang membuatnya terasa lebih hangat. Merasa mulai dimaafkan."Pake!"
Satu kata yang diucap dengan penekanan terdengar saat Garin hendak menyimpan kantong itu di atas nakas.
Gama menatapnya seperti mau menerkam. Garin menarik tangannya kembali, tak jadi menyimpan kantong. Dia ambil terlebih dulu satu topi berwarna hitam, kemudian melepas beanie yang dia pakai.Gama agak tertohok saat melihat banyak rambut yang menempel pada beanie yang Garin lepas. Banyak sekali, jumlah rambut rontok yang tidak lazim, padahal tidak sedang disisir.
Garin memakai topi pemberian Gama. "Keren?" tanyanya sembari melirik Gama, meminta pengakuan. Gama mengangguk. Hanya mengangguk, kemudian kembali duduk di sofa.
Perawat masuk. Mengantar makan siang dan obat. "Gimana keadaannya?" bertanya sembari menarik overbed table, lalu menyimpan nampan makanan di atasnya.
Garin tersenyum. "Baik kok Sus," sahutnya dengan ramah.
"Abisin, ya," kata Perawat itu seperti biasa diakhiri senyuman.
Garin mengangguk, kemudian perawat pergi. Tapi Garin sedang tidak ingin makan. Dia tidak menepati apa yang diucapkannya pada Dimas tempo hari. Akan makan dengan lahap. Nyatanya Garin tetap malas-malasan kalau makan. Lidahnya sudah sangat menolak pada makanan rumah sakit.
"Makan!" suruh Gama dengan tatapan runcing. "Gue bayar makanannya, bukan buat lo cuekin," katanya.
Garin menipiskan bibir, memajukan badan. Di awali membuka plastik pembungkus satu persatu. Yang Garin cicip terlebih dulu adalah potongan buah. Beralih dari garpu yang digunakan untuk menusuk buah, Garin mengambil sendok. Menyendok nasi, menenggelamkannya dalam kuah sup lalu menyuapkan ke mulut. Mengunyah pelan. Karena merasa dimonitori Gama, seperti senior di acara MOPD yang harus memastikan juniornya makan sampai bersih. Garin jadi menghabiskan makanannya tanpa sisa, hanya tersisa kuah sup dan potongan timun dalam acar, dia tidak suka mentimun. Garin meneguk jus yang disediakan lalu mengambil botol air mineral di atas nakas untuk meminum obatnya.
Gama baru mengalihkan pandang saat selesai memastikan, Garin makan dan minum obat dengan baik.
-
"Bosen gue, Gi." Garin menopang dagu dengan tangan yang bertumpu pada overbed table tempat handphonenya bersandar pada botol air mineral ukuran besar. Hagi yang terlihat di layar handphone, tampak menaikkan alis.
KAMU SEDANG MEMBACA
EGO (Selesai)
General Fiction**Jangan plagiat nyerempet copy paste** Hidup semaunya sendiri. Membangkang. Keras kepala. Dan terakhir ... pergi begitu saja. Sombong sekali! Lupa akan semesta yang bisa menghempas tanpa peduli.