PART 26 II

5.9K 670 42
                                        


"Gak jadi ke rumah?"

"Mm, gak deh, gue tiba-tiba lemes banget."

"Lo demam?"

Garin menggeleng. "Bekas BMP masih kerasa ngilu."

"Rin, gue kemaren ketemu Avo di unit transfusi."

"Dia transfusi?" Garin menegakkan badan, kaget mendengarnya. Sakit juga, kah, Avo?

Gama menggeleng. "Nggak, donor darah. Kayaknya waktu acara donor darah, gue juga liat Avo."

"Nggak lo tonjok, kan?" Mata Garin melebar.

"Nggak lah. Kemaren dia nyamperin gue, bilang kalo darah lo sama darah dia golongannya sama. Katanya, kalo lo butuh darah, gue hubungin dia aja, dia selalu siap buat donor." Gama mengedikan bahu. "Penebusan dosa," katanya kemudian, terlihat masih menyimpan dendam pada teman Garin itu.

Garin menghela napas. "Sebenernya gue udah gak marah sih sama Avo, tapi gue belum bisa ketemu aja."

Gama menatap. Ya, seperti kemarin saat demam. Sekalipun Garin sudah terlihat menerima kejadian itu, tapi tetap saja bayangan dan rasanya, sepertinya tak akan hilang.

--

Kemarin Garin melakukan pemeriksaan limpa dan organ-organ yang lainnya, karena Garin merasa tubuhnya makin lemas dari hari ke hari. Dan hasilnya, semuanya aman. Dokter hanya menemukan masalah di paru-parunya, yaa bakteri itu belum sepenuhnya pergi, infeksinya belum sembuh seratus persen, tapi berkat penanganan yang cepat, dia terkunci, tidak menyebar ke organ yang lain.

Tapi, hasil BMP...

Garin tersenyum.

Gama pun tak bisa untuk sekadar mengucapkan kata-kata penyemangat, dia sama kecewanya. Sedangkan Mama tidak ikut dalam pertemuan dokter kali ini.

"Ahhh, ngantuk banget rasanya."

Garin menidurkan kepalanya lalu menarik selimut, bergerak membelakangi Gama yang duduk di sofa.

75 %. Kata dokter, sel kankernya meningkat. Jadi, apa gunanya obat kemoterapi yang keras itu?

--

"Dim, Garin gagal lagi. Gue harus apa?"

Di sebrang sana, Dimas tak tahu harus menyahut apa. Tiba-tiba saja bosnya menelepon dan bersuara lirih.

"Besok gak usah ke kantor, Dim. Temuin Garin."

Gama kemudian mematikan telepon begitu saja. Kini dia sedang duduk di kursi lorong rumah sakit yang sepi, di tengah malam, sendiri, memandang lantai dengan kepala penuh tanya. Harus seberkelok ini, kah? Jalan untuk menuju istilah "Remisi" itu?

 Harus seberkelok ini, kah? Jalan untuk menuju istilah "Remisi" itu?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

---

Gak tau, lagi dengerin fix you🥀

EGO (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang