Gama membelikan 1 pak coklat dengan wadah berbentuk telur itu, berisi 8 buah, dan satu wadah besar eskrim vanila.Gama juga ikut menikmati eksrimnya.
Selagi memakan eskrim, Garin membuka satu per satu kinderjoynya. Mengambil mainan-mainan kecilnya.
Gama duduk di ujung ranjang, berhadapan dengan overbed table yang di atasnya ada eskrim dan mainan yang Garin bariskan. Tidak berniat menghiraukan kelakuan aneh Garin. Dengan melihatnya dalam keadaan membaik saja, Gama tenang. Anak gede itu bisa memakan eskrimnya tanpa mual.
"Mau gue kasih Theo ah, tar kalo maen lagi."
"Udah lo bukain."
"Coklatnya baru gue makan satu, tar maenannya gue masuk-masukin lagi ke dalem."
"Jadi buat apa lo mau beginian?"
Garin mengedikan bahu. "Penasaran aja," katanya, lalu kembali memakan eksrim.
Tangan Gama terulur. Jarinya mengelap lembut sudut bibir Garin.
"Uhukk ... uhukk." Garin langsung terbatuk, tersedak eskrim. Gama beranjak mengambil air, memberinya minum.
"Untung lo abang gue, Bang. Coba lo orang lain, terus dalam posisi gue masih parno banget. Sumpah gue bakal takut. Perlakuan kayak gitu cringe banget kalo dilakuin cowok ke cowok. Lo jangan sampe lakuin itu ke temen cowok lo, Bang."
"Apaan, sih?" Gama memandang tak mengerti. Matanya memicing.
"Lo lap eskrim di sudut bibir gue," sahut Garin sembari mengelap sudut bibirnya yang basah karena air minum, dengan punggung tangan.
Gama mengalihkan pandang dengan tenang. Tak mempedulikan kehebohan Garin. Dia lanjut menyendok eskrim.
--
Kemarin Gama mengajaknya makan di restauran bersama Theo. Garin sudah memberikan tujuh buah kinderjoynya. Tentu Theo senang. Anak kecil mana yang tidak senang jika diberi telor satu itu.
Dan minggu ini, Gama mengajaknya bermain, bersama Theo juga. Seperti biasa, Gama memarkirkan mobil di pinggir jalan, beberapa langkah dari depan rumah sakit.
"Bang Garin," sapa Theo dengan senyuman lebarnya.
Garin tersenyum lebar juga. Memakai sabuk pengaman. "Mau maen ke mana?" tanyanya pada Theo.
"Trampolin. Ya, Abang?" Theo melirik Gama.
Gama mengangguk, mengiyakan. Anak kecil itu lalu tersenyum lebar. Keinginannya selalu terpenuhi.
-
Garin mengikat tali hoodienya erat agar kupluk tidak terlepas dari kepala. Takut-takut pas loncat, beanie yang dia pakai akan lepas, dan akan memperlihatkan kepala plontosnya yang aneh.
Setelah pemanasan, Garin dan Gama mengikuti Theo bermain. Loncat sana-sini, dan bermain di kolam cubic foam. Garin memperlihatkan kebolehannya dalam melakukan back flip. Dulu dia pernah ikut-ikutan parkour jalanan dengan teman-temannya. Theo sampai bertepuk tangan melihat Garin yang jungkir balik di udara dan mendarat dengan sempurna. Saat akan melakukan yang kedua kali, Gama melarang, dan menyuruh Theo untuk tidak mengikuti. Mereka berpindah ke zona wall climbing. Gama tidak ikutan, Garin yang menemani Theo, mengajarkan anak itu memilih pijakan batu yang benar.
Setelah puas bermain, Theo meminta makan. Kebetulan ada cafe di dalam. Gama mengajak makan di sana. Theo memakan pizza dengan lahap. Bermain di trampolin sepertinya cukup membuatnya merasa sangat kelaparan.
Garin bangkit. "Toilet dulu," katanya dengan lengan menutupi hidung.
Gama memandang punggung Garin yang menjauh. Tahu. Pasti Garin mimisan karena terlalu lelah. Gama melirik Theo, yang tak mungkin untuk dia tinggal. Ada sekitar 10 menit, Garin di toilet. Dia kembali dengan hoodie yang sudah dilepas. Gama meliriknya. Garin tersenyum tipis, duduk di kursinya tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
EGO (Selesai)
Ficção Geral**Jangan plagiat nyerempet copy paste** Hidup semaunya sendiri. Membangkang. Keras kepala. Dan terakhir ... pergi begitu saja. Sombong sekali! Lupa akan semesta yang bisa menghempas tanpa peduli.