"Uhukk ... uhukk ..."
"Ehmm." Mama berdehem, menyodorkan minum. Garin terus terbatuk, batuknya dari semalam belum hilang.
"Kemarin sih kecapekan," kata Mama sembari mengelap bibir Garin dengan tisu kemudian kembali menyuapinya makan.
"Udah aja?" tanya Mama.
Garin mengangguk. Kunyahannya terganggu oleh batuk. Mama memberikan minum, lalu beranjak. Garin memperhatikan Mama yang tampak sibuk. Kembali duduk di tepi ranjang dengan membawa wadah bulat berukuran sedang dan washlap. Garin membuka kancing piyamanya. Dari kemarin, jika sedang tidak memungkinkan untuk mandi, Mama akan membantu membersihkan tubuhnya, mengelapnya dengan washlap basah.
Mama melepaskan baju Garin, menyimpannya di sisi ranjang. Mencelupkan washlap ke dalam wadah berisi air hangat yang sudah diberi cairan antiseptik, lalu mulai mengusap tubuh Garin dalam diam.
Setelah selesai membersihkan seluruh bagian tubuh Garin, Mama mengambil tisu basah untuk wajah. Mengusap perlahan wajah Garin, berusaha agar tidak menggeser nasal kanul.
Garin paling senang saat melihat wajah serius Mama yang tengah merawatnya seperti ini. Bibirnya refleks tersenyum.
"Kenapa senyum?" Mama menghentikan gerakkan tangannya, menatap Garin dengan mata menyipit.
"Mama cantik," puji Garin.
Mama mencuatkan bibir. "Dari dulu emang sukanya gombal."
Garin terkekeh. Sudah lama tidak menggoda mamanya.
-
Gama menghela napas, keluar dari ruangan dokter. Begitu sampai di rumah sakit beberapa menit yang lalu, dia langsung menemui dokter. Bakteri kembali berkembang di paru-paru Garin, menyebabkan infeksi--pneumonianya kembali, itu memang salah satu komplikasi yang banyak terjadi pada pasien leukemia. Dan dokter memberikan antibiotik secara maksimal untuk menanganinya.
"Hey, Bang." Garin tersenyum pada Gama yang baru tiba.
Gama menghempaskan tubuhnya di sofa, berbaring. Lalu mengangkat kepala saat menyadari sesuatu. "Lo udah gak sesek?" tanyanya, menyadari Garin yang sudah tak memakai bantuan terapi oksigen apa pun.
"Nggak terlalu," Garin menyahut.
Gama menghela napas. "Lo terlalu kecapekan kemarin."
"Nggak kok, Bang, kemaren gue gak terlalu capek. Mungkin karena faktor lain, HB gue rendah jadi gue sesek," kilah Garin cepat. Dia tak ingin Gama menyimpulkan seperti itu dan nantinya tak akan membawa dia main lagi dengan Theo.
Gama tak menanggapi. Dia menidurkan kembali kepalanya pada lengan sofa. Memejamkan mata. Pneumonia Garin yang menyerang kali ini, tidak seperah kemarin, tidak sampai harus dipisahkan ke ruang isolasi, hanya harus dipastikan ngunjung ruangannya, tidak sedang dalam keadaan sakit dan dalam keadaan bersih.
--
Kemo ke-3 tiba, tubuh Garin seakan sudah tunduk pada obat kimia yang keras itu, dia hanya bisa berbaring seharian, tak ada kekuatan sama sekali untuk bergerak. Gama di sisinya seharian, membantu Garin ke kamar mandi, menyuapinya makan, dan memberinya minum.
"Lo belom makan, Bang?" Garin bertanya dengan lirih, sudah menjelang sore dan dia sejak tadi melihat Gama seakan tak beranjang dari kursi samping ranjang.
"Bang."
"Udah, Garin. Lo jangan banyak ngomong, tidur aja."
Garin menghela napas. Dia hanya tidak ingin Gama ikutan sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
EGO (Selesai)
Ficção Geral**Jangan plagiat nyerempet copy paste** Hidup semaunya sendiri. Membangkang. Keras kepala. Dan terakhir ... pergi begitu saja. Sombong sekali! Lupa akan semesta yang bisa menghempas tanpa peduli.