"Oh... M... Maksudku-"
Bibir Olivia terasa kelu, ia tidak tahu harus berkata apa untuk menjelaskan situasi yang sedang terjadi saat ini. Ia memejamkan matanya merasa begitu malu.
"Aku-"
Demi Tuhan, katakan sesuatu atau kau akan terlihat begitu aneh di hadapan pria ini!
Coba bayangkan, apa yang akan dipikirkan Albern dengan situasi ini? Dirinya yang berjalan mengendap-endap masuk ke kamar pria itu dan tanpa seizin darinya? Bukankah ia terlihat seperti wanita mesum yang diam-diam mengintip mangsanya di jam tidur pria itu?
Albern terlihat bersiap membuka bibirnya ketika Olivia lebih dulu menyela, "aku... aku benar-benar tidak sedang mencoba untuk mengintip atau melakukan sesuatu yang tidak-tidak padamu. Aku hanya-"
Mungkin ia terlihat konyol sekarang, tetapi satu-satunya cara yang bisa dilakukannya untuk menyelamatkan dirinya adalah dengan membela diri. Apa pun itu risikonya.
"Kau biasanya menutup pintu kamarmu, jadi kupikir terjadi sesuatu hingga kau tidak melakukan hal yang biasanya kau lakukan."
Pria itu tampak ragu setelahnya. Dengan canggung, ia mengusap leher bagian belakangnya, sebelum kemudian memperlihatkan hal apa yang sejak tadi dilakukannya hingga membuat Olivia melihat pintu kamarnya yang lupa ditutup olehnya.
"Aku tidak dapat menemukan keberadaan koper di mana pun," ucapnya membuka suara.
Ya, sejak tadi ia sudah mencoba mencari keberadaan benda itu, tetapi tidak kunjung mendapatkannya. Padahal, selama ini dirinya cukup sering bepergian jauh, hanya saja memang bukan dirinya yang biasanya mempersiapkan segala keperluannya secara langsung, kecuali untuk barang-barang yang sifatnya lebih pribadi.
Olivia mengikuti arah tatapan mata Albern yang tertuju pada sebuah meja di tengah ruangan itu. Pria itu sepertinya sudah menyiapkan beberapa pakaian, dan tanpa adanya koper yang disebutkannya sebelumnya.
Jadi, inilah alasan mengapa pria itu mencari keberadaan Marry sebelumnya. Pria itu ternyata belum mempersiapkan segala keperluannya untuk liburan besok.
Lagi-lagi, rasanya mustahil hal seperti ini akan dilakukan seorang Albern Lancaster.
"Marry mungkin meletakkannya di sini." Tanpa meminta izin si empunya, Olivia melangkahkan kakinya lebih dalam ke arah meja lain di walk in closet itu dan meraba sebuah sela di bawah meja itu untuk menemukan benda yang dicarinya. Dirinya ingat jika Marry melakukan hal semacam itu pada kopernya. Jadi, mungkin saja wanita itu melakukan hal yang sama pada milik Albern karena mereka memiliki desain walk in closet yang serupa.
"Ketemu!" Teriaknya berseru senang mengetahui jika tebakannya benar. Ia tidak bisa menutup mulutnya hingga kembali mengatakan,"sudah kuduga jika Marry akan meletakkannya di sini!"
Olivia tertawa kecil sebelum kemudian terhenti ketika tatapan mata mereka kembali bertemu. Hening, tidak terjadi pembicaraan apa pun, hingga membuatnya sadar jika kehadirannya sudah tidak lagi dibutuhkan. Dengan kesadaran diri, ia perlahan mulai berjalan keluar dari walk in closet, kemudian juga dari kamar pria itu.
Albern tanpa bersuara menuntunnya hingga depan pintu. Tidak lupa ia berterima kasih atas bantuan dari wanita itu.
"Terima kasih."
Olivia menganggukkan kepalanya kecil.
"Baiklah kalau begitu, aku akan tidur lebih dulu." Lanjutnya berpamitan.
Ia sudah berjalan beberapa langkah ke arah tangga, tetapi kemudian menghentikannya untuk mengatakan...
"Selamat malam, tidur yang nyenyak, Albern."
KAMU SEDANG MEMBACA
How to be a Good Wife
Romance~Cerita ini original milik saya, mohon untuk tidak memplagiat, menyalin, dan membagikannya ke platform atau tempat baca lainnya. Terima kasih~ Olivia Lancaster selama ini hidup dengan hanya memikirkan dirinya. Ia hidup tanpa benar-benar peduli denga...