Chapter 14

338 46 3
                                    

Albern belum sempat memberi jawaban apa pun pada pertanyaan Olivia ketika ponselnya tiba-tiba saja berbunyi, membuatnya dengan terpaksa harus meninggalkan wanita itu untuk menerima panggilannya. Selanjutnya, ketika ia kembali, ia sudah tidak menemukan keberadaan wanita itu di sana. Albern hendak menyusul wanita itu ketika ponselnya kembali berbunyi.

Aneh. Entah mengapa, masalah pekerjaan tiba-tiba menghampirinya secara bertubrukkan ketika dirinya sedang mengambil cuti untuk berlibur bersama istrinya seperti ini. Walau biasanya ia akan memilih menyibukkan dirinya dengan pekerjaannya ketika mereka pergi bersama, tetapi kali ini rasanya berbeda. Semua rangkaian kejadian yang membuatnya berakhir di sini, ditambah Olivia yang kembali mengajukan sebuah permintaan yang padanya.

Apa kau ingin pergi bersamaku?

Rasanya, situasi ini mengingatkannya kembali pada permintaan wanita itu yang mengajaknya pergi berlibur kemari. Ini bukan seperti mereka tidak pernah melalui hal seperti ini sebelumnya, hanya saja bagaimana kepergian mereka kali ini tidak disertai alasan tertentu seperti memperbaiki rumor mengenai hubungan pernikahan mereka atau yang lainnya membuatnya terasa sedikit berbeda. Dan lagi, apa wanita itu baru saja mengajaknya keluar bersamanya?

Mereka tidak pernah melakukan hal semacam itu sebelumnya. Ah, mungkin pernah, sesekali, hanya untuk memberi kesan harmonis dan menujukkan pada orang-orang jika hal-hal buruk mengenai hubungan pernikahan mereka tidaklah benar. Namun, lagi-lagi ... wanita itu tidak memberi alasan apa pun dan hanya memintanya ikut bersamanya. Albern masih tidak mengerti, tetapi ia mungkin akan menanyakan hal ini pada wanita itu nanti.

Mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan, suasana hening seketika menerpanya. Ingatannya dengan cepat berkelana pada kenangan-kenangan masa kecilnya, kenangan yang seolah memperlihatkan betapa menyedihkannya dirinya yang sekarang karena tidak memiliki siapa pun di sampingnya.

Delapan belas tahun yang lalu... Ibunya itu masih berada di tempat yang saat ini sedang dipandanginya, berdiri di halaman depan villa, menatap langit biru yang rasanya masih sama menenangkannya untuk dipandang.

Wanita itu akan tersenyum begitu lebar padanya, melambaikan tangannya padanya untuk memintanya bergabung bersamanya menikmati pemandangan indah langit biru itu, seakan tidak ingin membuatnya tertinggal akan hal apa pun yang dilakukannya.

Albern tersenyum miris.

Seharusnya wanita itu tidak meninggalkannya pergi dengan cara seperti itu. Bahkan tidak dengan cara apa pun.

Nah, ingatan inilah yang membuat Albern merasa bimbang untuk menyetujui permintaan Olivia pergi ke tempat ini. Albern tidak akan mengelak jika kenangannya di tempat ini merupakan salah satu kenangan paling menyenangkan yang dimilikinya. Walau begitu, semua kenangan ini terasa mencemooh keadaannya yang sekarang. Ingatan manis berbekas pahit yang selalu ingin dihindarinya. Sampai sekarang, Albern masih tidak mengerti mengapa ibunya memilih jalan itu sementara ada jalan lain yang dapat ditempuhnya dengan tidak menyakiti semua orang, termasuk dirinya.

Matanya masih menatap pada langit biru itu, ketika bibirnya bergerak mengatakan sesuatu tanpa bersuara.

"Apa kau bahagia di sana tanpaku?"

***

Seseorang yang menyebutnya gila ini... suaminya sendiri bahkan tidak pernah menyebutnya dengan kata-kata semacam itu padanya. Tetapi, pria yang tidak dikenalnya ini, bagaimana bisa ia menyebutnya seperti itu?

Selang beberapa waktu setelah pria ini menarik sepedanya, muncul seorang wanita yang juga datang dengan menunggangi sepeda dan membawa ransel besar di punggungnya, layaknya pria asing ini.

"Apa kau baik-baik saja?" Ucap wanita itu menanyakan keadaannya. Sementara ia hanya bisa menganggukkan kepalanya menjawab, tanpa benar-benar tahu apa yang sebenarnya baru saja terjadi padanya.

How to be a Good WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang