Olivia tidak dapat menahan senyuman di bibirnya ketika menemukan pemandangan yang berada di hadapannya saat ini. Pemandangan yang rasa-rasanya selalu ditemuinya ketika membuka mata setelah menuntaskan permainan pianonya.
Jantungnya entah sejak kapan mulai berdegup dengan kencang, bersamaan dengan itu, perasaan menyenangkan melingkupi dirinya. Rasanya kejadian ini bukan sesuatu yang pertama kali dialaminya, akan tetapi menemui keberadaan pria itu di situasi mereka yang seperti ini membuatnya nampak berbeda.
Situasi seperti apa? Bukankah hal ini sama saja dengan apa yang biasanya terjadi di acara-acara besar yang mereka hadiri ketika ia memainkan pianonya? Namun, entah mengapa bagi Olivia kali ini rasanya sedikit berbeda? Apa mungkin ini terjadi karena penolakan yang diberikan pria itu sebelumnya?
Mengakhiri permainannya dengan sempurna, Olivia kemudian berjalan menuruni panggung kecil itu. Langkah kakinya secara otomatis menuntunnya berjalan ke arah di mana pria itu berada.
"Kau di sini?" Tanyanya dengan nada gembira, tanpa bisa menahan diri. Lagi-lagi, ia tidak mengerti mengapa kehadiran pria itu kali ini membuatnya merasa begitu senang.
"Ya." Balas pria itu singkat sebelum kemudian kembali membuka suara, "kau tidak tersesat untuk bisa sampai ke sini?"
Setelah menemukan keberadaan Thomas yang masih berada di villa mereka, sementara sebelumnya ia pikir pria itu menjalankan tugasnya untuk pergi menemani Olivia, Albern pikir ia perlu menyusul wanita itu dan memastikan jika ia tidak berada dalam kesulitan ketika pergi sendirian seperti ini. Dan kebetulan sekali ia sempat melihat sepeda yang dikendarai wanita itu berada di sekitaran tempat ini, hingga tidak berselang lama, ia mendengar lantunan piano dengan nada-nada begitu familiar di telinganya yang memberinya petunjuk jika ia menemukan wanita itu di tempat ini.
Olivia merespon pertanyaan Albern dengan menggelengkan kepalanya, masih dengan senyuman lebar yang bertengger di bibirnya.
"Tidak, tidak sama sekali." Ujarnya selanjutnya.
Senyuman di bibir wanita itu membuat Albern sejenak tertegun dan tidak tahu harus berbicara apa untuk menanggapinya. Sepertinya ini merupakan momen pertama kalinya wanita itu terlihat senang ketika mereka berlibur seperti ini. Apa wanita itu sudah merasa lebih baik setelah kepergian kakeknya?
"Bagaimana kau bisa menemukanku?"
Albern menolehkan kepalanya ke arah tempat di mana sepeda yang sebelumnya dikendarai Olivia terparkir.
"Sepedamu ... Lalu, suara permainan pianomu."
Suara permainan pianonya. Pria itu mengatakannya seakan ia bisa mengenali setiap melodi yang Olivia mainkan dengan mudahnya. Namun begitu, hal itu memberi perasaan hangat pada dirinya.
"Ah, begitu rupanya." Gumamnya kecil.
Jika pria itu sudah berada di sini, rasanya tidak penting lagi untuk Olivia memikirkan bagaimana pria itu bisa sampai ke sini. Yang terpenting, kehadiran pria itu di sini menepiskan segala perasaan putus asa yang sebelumnya menghantuinya ketika dirinya tidak bisa menjalankan rencananya dengan baik.
"Kalau begitu, apa ini artinya kau bisa pergi bersamaku seharian ini?"
Pria itu tampak berpikir sejenak. Ia menatap lama pada Olivia yang menatapnya dengan pandangan tidak sabar sebelum kemudian memberi jawaban yang sejak tadi begitu ingin didengar oleh wanita itu.
"Ya."
"Baiklah kalau begitu, ayo pergi!"
***
Olivia memejamkan matanya, sebelum kemudian mengangkat tangannya untuk menutupi wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
How to be a Good Wife
Romance~Cerita ini original milik saya, mohon untuk tidak memplagiat, menyalin, dan membagikannya ke platform atau tempat baca lainnya. Terima kasih~ Olivia Lancaster selama ini hidup dengan hanya memikirkan dirinya. Ia hidup tanpa benar-benar peduli denga...