E 2

10K 1.1K 65
                                    

[[Sekali lagi aku mau minta maaf kalau misalkan kalian nemu typo nama dll .. Komen aja kalau ada]]

.
.
.
.
.

𝐸 𝐼 𝒩 𝒟 𝐸
.
.
.
.
.

"Bagaimana aku baik-baik saja disaat suamiku akan menikah lagi, kak?"

Karena Renjun hanya manusia biasa yang punya rasa.

Jelas dia tidak terima.

Marah.

Kecewa.

Tetapi, "jika itu keinginannya, aku bisa apa memangnya?"



Tatapannya beralih pada sosok pria yang sedang bercengkrama di ruang tengah sana bersama kedua mertuanya. Gelak tawa yang seharusnya terdengar bahagia, terasa bagai petir menyambar hatinya.


Bukan hanya sesak yang dirasa, namun juga iri menggerogoti hatinya sebab Jeno maupun mertuanya tidak pernah memperlakukannya selembut mereka memperlakukan calon sang menantu baru. Karena bagi mereka, kehadirannya hanya penghancur kebahagiaan putranya saja.


"Kau bisa menolaknya jika kau tidak setuju dan pernikahan itu tidak akan terj-"


"Bagaimana bisa aku menolaknya, kak? Kakak tau sendiri 'kan bagaimana aku dan Jeno bersama? Apa kakak pikir aku mempunyai hak atas semuanya?"


Bahkan sekalipun Renjun jujur tentang kehamilannya, itu tidak akan pernah mengubah apapun. Jeno akan tetap menikahi perempuan yang dicintainya dan mungkin akan menolak mentah-mentah anaknya, atau bahkan mungkin membuangnya.

Tanpa Krystal sadari, air matanya mendesak keluar begitu saja. Dadanya sesak, sangat sakit rasanya ketika membayangkan bagaimana hancurnya perasaan Renjun sekarang.

Krystal masih ingat, laki-laki nan mungil yang 2 tahun lalu ditemuinya sedang menangisi jasad ayahnya. Renjun tanpa tau apapun yang telah terjadi dipaksa menandatangani sebuah perjanjian yang bahkan tidak pernah dirinya ketahui bahkan setujui sebelumnya.

Saat itu hujan begitu lebat. Kilat serta petir seolah mewakili kemarahannya pada semesta. Krystal yang baru saja pulang bekerja langsung berlari menyusuri lorong rumah sakit, mencari dimana adiknya berada.

"Dimana, Jeno?" Tanya Krystal setelah menemukan kedua orangtuanya sedang duduk tenang didepan ruang operasi. Perempuan berambut panjang itu menoleh, lampu operasi telah menyala dan itu artinya adiknya akan sembuh, 'kan?

"Dia sudah masuk ruang operasi." Jawab nyonya Lee.

Lega, itu yang dirasakannya.

"Syukurlah. Lalu bagaimana dengan pendonornya?"

"Dia hanya mengajukan syarat" Tuan Lee menjeda kalimatnya, "untuk menikahkan Jeno dengan putranya"

APA?!

"Tidak ada cara lain. Kami terpaksa menyetujuinya karena anaknya tidak punya siapa-siapa lagi"

EINDE [END] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang