E 9

11.8K 1.1K 176
                                    

Sumpah, baca komen kalian mood banget anjir 😂 Seru banyak yang mencak-mencak wkwkwkk ..
Ayok gapapa marah-marah aja, nanti aku tambahin lagi biar makin pooooool marahnya wkwkwk

Terus untuk panggilan Jeno buat Renjun, karena banyak yang suka pake istri, aku putuskan mau ganti. Jadi kalo misalkan kalian nemu kata istri, itu bukan typo ya?

Maaf ya karena lama up nya, aku lupa password, mau nangis 😭 tapi untungnya suami aku pinter, jadi bisa masuk lagi 😄

𝐸 𝐼 𝒩 𝒟 𝐸

Entah sudah sejauh mana Jeno mencari, ia mulai merasa lelah sekali. Ingin rasanya berhenti, namun hati terus mendorong untuk tetap mencari meski sampai nanti dia mati, pengampunan dari seseorang harus ia dapati.

Jeno merogoh saku jas untuk mengambil ponselnya, helaan nafas terdengar berat saat tidak sengaja bahwa waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam.

Tidak terasa, ternyata dia sudah mencari selama ini, sejauh ini.

"Renjunie"

Jeno tundukkan kepalanya, menyembunyikan wajahnya saat setelah menatap lock screen ponsel yang menampilkan sosoknya, lelaki mungil nan cantik berhati malaikat; Huang Renjun.

"Kau kemana?"

"Begitu benci 'kah sampai tidak ingin aku temukan?"

"Tidak bisakah kau kembali?"

"Beri aku kesempatan sekali saja? Ijinkan aku menebus semua dosa-dosa ku selama ini kepadamu, Renjun."

Kesempatan?

Jeno tertawai perkataannya tadi. Menyedihkan sekali, pikirnya.

Disaat tuhan begitu baik mengirimkan Renjun untuknya, tetapi dengan bodohnya, dia malah menyia-nyiakannya. Bahkan menyakitinya dengan keji.

Jeno bentak lelaki itu setiap hari. Bahkan sering kali juga ia memukulinya jika emosinya sudah tidak bisa ia tahan lagi.

Bahkan Jeno masih ingat saat menemukan Renjun sedang menyetrika baju kemejanya. Dia memarahi kemudian menyetrika tangan Renjun dan menyeretnya ke kamar mandi untuk ia kunci sampai malam hari.

Saat mengetahui bahwa semua masakan yang ada di meja makan adalah buatan Renjun, Jeno dengan keji mengguyurkan semua makanannya ke kepala Renjun. Bahkan sup ayam yang masih panas ia masukan dengan paksa ke mulut Renjun sampai mulut dan lidah Renjun melepuh.

Lalu, saat malam sepulangnya bekerja. Hanya karena Renjun yang membukakan pintu gerbang, Jeno hampir memukul kepalanya menggunakan pot tanaman yang berukuran besar. Meskipun sampai tidak ia lakukan, namun kaki Renjun mendapatkan beberapa jahitan karena luka robek akibat terkena pecahan pot yang mengenai kakinya.

Dan dengan tidak tahu diri, Jeno malah meminta kesempatan?

Jangankan kesempatan, mungkin maaf saja tidak akan pernah Jeno dapatkan mengingat lagi bagaimana keji nya dia memperlakukan Renjun selama ini.

Memilih mengistirahatkan dirinya di taman yang tidak jauh dari tempatnya. Ia dudukkan dirinya disana dengan lesu sambil perhatikan jalan yang dipenuhi kendaraan berlalu-lalang dengan pandangan kosong.

Huang Renjun.

Hanya nama itu.

Nama yang selalu Jeno sebutkan sejak 2 bulan lalu.

Nama yang selalu terselip dalam setiap doa nya dan nama yang selalu Jeno harapkan kembalinya.

Namun sepertinya harapan itu tidak akan pernah terwujud. Renjun seperti enggan, dia seperti sengaja menjauh untuk tidak temukan.

Atau memang takdir yang enggan?

Lagi, dia ambil sebuah benda dari balik saku jas nya. Mengambil sesuatu untuk ia bakar guna memenangkan sejenak pikirannya dari kemelut rasa penyesalannya.

Kepulan asap mulai terlihat sangat pekat, Jeno hembuskan tinggi-tinggi. Dia tersenyum tipis, merasakan ketenangan yang dapat ia dirasakan selama 2 bulan dengan benda mengandung nikotin ini.

Entah sudah batang ke berapa, Jeno enggan untuk mengingat. Selagi ada, dia akan terus masukkan racun ke dalam paru, sambil berharap suatu saat dapat membunuhnya.

Biarkan saja, hidup juga rasanya percuma tanpa ada Renjun disisinya. Dia tersiksa, sangat! Saking tersiksanya, entah sudah ke berapa kali dia ingin mencoba membunuh dirinya sendiri.

Mungkin hari ini juga, dia akan mengakhiri hidupnya lagi.

Jalanan mulai terlihat sepi. Toko-toko yang berada diseberang mulai tutup satu-persatu tidak membuat Jeno menyingkir dari tempatnya.

Entah sudah berapa lama.

Mungkin.

1 jam.

2 jam.

Sampai tengah malam Jeno masih disana. Memperhatikan bagaimana ada 1 restoran yang masih buka diujung jalan yang menarik atensinya setelah ada salah satu orang yang keluar dari sana.

Jeno menajamkan penglihatannya, menelisik bahwa apa yang dia lihat benar-benar dan tidak salah. Dia berdiri saat setelah membuang puntung rokok ke sembarang arah kemudian memperhatikan lamat-lamat sampai akhirnya orang itu menoleh menunjukan wajahnya, Jeno merasa jantungnya berpacu sangat cepat.

Tubuhnya gemetar hebat, kakinya seolah tidak mampu menumpu seluruh tubuhnya saking lemasnya. Dadanya terasa sesak, air matanya seketika jatuh dengan isak yang terdengar begitu pilu.

"R-ren-njun?"

Itu Renjun-nya, cintanya.

Keduanya saling tatap menatap, baik Jeno maupun Renjun masih diam ditempatnya. Jeno kembali menunduk, mengusap air mata yang tidak henti menetesi pipi tirus nya sampai akhirnya keduanya putuskan untuk saling bergerak mendekati, saat itu juga tubuh salahsatunya terlempar begitu keras.

𝐸 𝐼 𝒩 𝒟 𝐸

Spoiler untuk bab 10, nanti lebih lengkap lagi.

EINDE [END] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang