E 12

12K 1K 50
                                    

Fokus Jeno terus berpusat pada Renjun yang sedang menyiapkan makanan untuknya. Tangannya terkepal kuat menahan gemas melihat bagaimana pergerakan lelaki mungil itu sesekali merenggut kesal karena terhalang oleh perut bulatnya.

Lucu sekali, pikirnya.

Jeno jadi berpikir; bagaimana dulu dia bisa mengabaikan makhluk selucu Renjun? Ya, dulu Jeno memang bodoh dan sekarang dia tidak lagi.

"Kenapa melihatku terus?" Tanya Renjun heran kala matanya tidak sengaja pergoki pria berhidung bangir itu sedang perhatikan dirinya terus menerus.

Renjun melihat penampilannya.

Apakah ada yang salah?

Atau penampilannya aneh, mungkin?

"T-tidak. Siapa juga yang memperhatikan mu" elak Jeno gugup.

Bohong!

Renjun berdecih dalam hati. Jelas-jelas Renjun lihat sejak tadi mata Jeno terus memperhatikannya.

Memutar bola matanya malas, Renjun bawa nampan berisi bubur tersebut ke sisi ranjang, dimana Jeno sedang duduk bersandar disana.

"Renjun?" Panggil Jeno setelah Renjun duduk pada kursi disebelah tempat tidurnya.

Lelaki mungil itu menoleh, "ya?"

Ragu, Jeno ucap kalimat yang membantin dalam hatinya sejak 2 hari lalu setelah dirinya sadar.

"Apakah tidak berat?" Jeno bertanya, matanya mengarah entah kemana, membuat Renjun kebingungan mengartikannya.

Berat?

Apa?

"Maksudnya?" Renjun bertanya tidak mengerti.

Jeno menunjuk perut Renjun, membuat Renjun menunduk memperhatikan perut bulatnya yang sudah terlihat sangat besar itu. Oh, Renjun paham sekarang.

"Tidak. Hanya sedikit linu kalau dia bergerak" ungkapnya.

Sejak 2 hari lalu setelah Jeno sadar, pria itu tidak mengijinkan Renjun pergi sejengkal pun dari sisinya. Dia berdalih tidak akan meminum obat dan berharap mati jika Renjun pergi.

Tidak hanya Jeno, tuan dan nyonya Lee pun sama. Meminta agar Renjun menginap selama proses penyembuhan Jeno berlangsung. Ya syukur-syukur Renjun mau kembali ke rumah ini, harapnya. Meskipun tidak ada jawaban untuk permintaannya yang terakhir, Renjun mau merawat Jeno saja mereka sangat bersyukur.

"Bergerak? Seperti dua hari lalu saat dia menendang tanganku?"

Gerakan tangan Renjun yang sedang mengaduk bubur siap untuk menyuapi, terhenti. Menatap Jeno yang sedari duduk mengamati.

"Tuan merasakannya?"

Jeno mengangguk.

Nyatanya bukan hanya merasakan, Jeno juga mendengar semua ocehan yang istrinya itu katakan disebelah telinganya selama dia tertidur panjang.

Tampan.

Tampan.

Dan tampan.

Jeno terkekeh mengingatnya.

"Kenapa?" Bingung Renjun.

"Tidak. Hanya mengingat sesuatu"

Jeno angkat tangannya, menempelkannya pada perut Renjun yang terlihat sangat besar sekali. Ah, ini hasil perbuatan dirinya perut Renjun bisa sebesar ini, 'kan? Jeno tertawa dalam hatinya. Namun tawa itu tidak berlangsung lama setelah ia ingat bagaimana kejadian keji dirinya yang membuat Renjun seperti ini malam itu.

"Hey little fox? Tidak menyusahkan baba 'kan selama ayah tidak ada?" Bisik Jeno didepan perut Renjun.

Suaranya terdengar bergetar, penuh sesak. Rasa bersalah akan perbuatannya dulu seolah menusuk-nusuk jantungnya.

Jeno menunduk, tangannya menggenggam erat tangan Renjun.

"Maafkan ayah yang brengsek ini ya, nak?"

Tes!

"Maaf"

"T-tuan?"

Jeno dongakkan kepalanya, menatap Renjun kemudian usapkan ibu jari tangannya pada pipi chubby Renjun yang ternoda oleh air mata.

"Katakan, Renjun. Hukuman apa yang pantas untuk pria brengsek seperti aku?"

Renjun menggeleng, air matanya menetes lebih deras.

"Katakan hukuman apa yang pantas untuk pria bajingan seperti ku? Kau mau menyiksaku sekarang? Ayo lakukan, Renjun. Lakukan! Pukul aku, cambuk aku seperti aku mencambuk mu dulu dengan ikat pinggangku. Atau setrika tanganku sehingga aku juga mempunyai luka yang sama pada lenganmu. Atau kau mau membanting kan pot bunga ke kepalaku? Akan aku terima semua hukuman dari mu, Renjun. Tapi, tolong? Jangan menyuruhku menjauhi mu. Jangan pergi lagi, Renjun. Jangan"

"T-tuan?"

Renjun menangkup wajah tampan itu, mengusap buliran air mata yang sama tiada hentinya sebelum menyelam lebih dalam jelaga hitam milik pria dihadapannya itu.

Dia cari keraguan atas ucapan pria dihadapannya, namun tidak satupun yang didapat.

"Jangan pergi, Renjun. Jangan pergi" Jeno masih memohon sambil terisak, "ijinkan aku memperbaiki semuanya. Kita mulai lagi semuanya dari awal"

Tapi-

"Assshhhhh"

Renjun meringis, memegangi perut serta pinggangnya yang terasa panas. Jeno sendiri terlihat panik, dia turun dari ranjang, kemudian berjongkok dihadapan Renjun.

"Kenapa?" Tanya Jeno penuh khawatir.

Jeno usap perut Renjun, sesekali memijat pinggang nya.

"Perutku kembali kontraksi" Ungkap Renjun disela ringisannya, "tapi tidak apa-apa. Ini hanya kontraksi palsu saja"

Meskipun terlihat jelas raut kekhawatiran dalam wajah Jeno, sebisa mungkin dia harus tetap terlihat tenang.

Jeno masih berjongkok, menatap perut bulat Renjun dan mendekatkan wajahnya sebelum akhirnya membubuhkan beberapa kecupan lembut disana.

"Jangan mempersulit baba ya, nak? Kalau mau keluar sekarang, jangan lama-lama. Ayah dan baba tidak sabar bertemu denganmu."

DUK!

Jeno mengangkat wajahnya, mendongak menatap Renjun yang kembali meringis namun tersenyum sambil merasakan tendangan kuat dari bayinya. Keduanya sama-sama tertawa sampai tidak menyadari bahwa ada orang yang sedang memperhatikannya.

"Maafkan aku, Renjunie" Ucap orang tersebut.

Di tutupnya pintu bercat putih itu dengan pelan, kemudian berbalik badan untuk segera pergi dari sana. Namun baru beberapa langkah, seseorang didepan berhasil mengejutkannya.

"Kak Krystal?"

Krystal mendekat setelah sebelumnya menyimpan beberapa kantong kresek pada meja yang berada disana.

"Oh? Kau sudah kembali dari Canada?" Tanya Krystal.

Orang itu mengangguk.

"Ya"

Krystal memicingkan matanya. Menatap curiga pada seseorang dihadapannya sebelum akhirnya menyeringai.

"Kau sedang tidak merencanakan sesuatu 'kan?"

Kalimat tersebut sukses membuat orang tersebut mendongak. Jelas sekali riak keterkejutan menghiasi wajahnya. "maksudmu?"

Krystal terkekeh pelan, melipat kedua tangannya didepan dada. Oh ayolah, dia tidak suka berpura-pura dengan sesama orang licik.

"Jangan berpura-pura. Aku tau masalah hatimu dengan adik iparku, Mark Lee"

DEG!

𝐸 𝐼 𝒩 𝒟 𝐸

Hmmmm 🤔

EINDE [END] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang