Chapter 2 | Kehidupan Baru

35 12 8
                                    

Usia pernikahan Ali dan Maryam sudah memasuki minggu pertama.
Namun mereka masih saja merasa canggung ketika saling berhadapan.

Pagi ini keluarga besar Umar sedang melakukan ritual rutinitas mereka. Seperti biasa, sarapan dengan lauk pauk lengkap sudah menjadi kebiasaan. Disela-sela jeda makan Ali membuka perbincangan.
"Hmm... Abi! Umi! Kami berdua sudah memutuskan untuk pindah rumah. Ali akan membawa Maryam ke rumah Ayah dan Ibu terlebih dahulu. Setelah itu, kami akan pindah ke Penthouse yang sudah lama di beli. Memulai keluarga kecil disana dan belajar untuk mandiri.", ucapnya seraya tersenyum kepada sang istri.

Pipi Maryam memerah karna perlakuan suaminya.

"Ma Syaa Allah Ali. Kami senang sekali mendengarnya. Baiklah.... jika itu sudah menjadi keinginan bersama. Abi yakin kamu bisa jadi imam yang baik untuk keluarga kalian nanti. Maryam, juga harus belajar menjadi istri yang taat kepada suami", kata Umar memberi wejangan pada sang putri.

"Setelah selesai makan, kami akan mempersiapkan barang-barang yang akan dibawa." ucap Maryam lirih.
.
.
.
Beberapa jam kemudian Ali dan Maryam pun berpamitan kepada Abi dan Umi mereka.
"Jaga diri baik-baik ya sayang " ucap Khadijah sambil memeluk putri kesayangan nya.
"Tenang, Umi! Kan ada Ali... Hehe", sahut menantunya.
Maryam menatap Abi Umar.
"Jaga kesehatan ya? Saat Maryam pulang nanti Abi harus lebih sehat". ucap Maryam memeluk Abinya dengan penuh cinta.
Umi Khadijah terharu melihat tingkah laku putri semata wayangnya itu.
.
.
.
Tak lama kemudian mereka tiba di kediaman Hayyan.
Mereka langsung mengucap salam.
"Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh". Ucap keduanya.
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Ya Allah Ali... Maryam... Ibu senang sekali kalian kemari. Mari masuk!". Kata Bu Wati antusias.
Ali dan Maryam mencium tangan orang tua mereka, secara bergantian.
Maryam disambut dengan penuh kasih sayang. Ia merasa sangat beruntung mempunyai mertua yang sangat baik.
"Ayu duduk dulu! Pasti Maryam letihkan? Mau minum apa?", tanya Ibu mertuanya.
"Tidak Bu, tidak perlu repot-repot. Saya baik-baik saja. Oh iya Ayah dan Ibu bagaimana sehat kan?". Ujarnya
"Alhamdulillah kami sehat, nak.", jawab Osman tersenyum.
Ali sangat bahagia melihat Istrinya yang sangat perhatian. Ia beruntung mempunyai Istri seperti Maryam.
.
.
.
Ditengah acara makan malam mereka, Ali berinisiatif untuk memberitahu orang tuanya, bahwa ia akan memboyong sang istri ke rumah baru mereka.
"Ayah, Ibu! Alhamdulillah Ali sudah membeli rumah untuk tempati. Dalam Waktu dekat ini kami akan pindah ke sana secepatnya". Perkataan Ali membuat Ayah dan Ibunya begitu bahagia.
"Alhamdulillah, kami senang mendengarnya. Apa mertuamu sudah tahu?" tanya Ayah.
Ali pun mengangguk. Dan mereka pun melanjutkan makan malam yang sempat terjeda.
.
.
.
Setibanya didepan kamar, Maryam merasa canggung untuk masuk.
Ali yang sedari tadi berada di belakang, menatap bingung gelagat sang istri.
"Ada apa Sayang?" ujarnya kemudian
"Ti.. Tidak..." Maryam mati kutu saat ditatap dengan intens oleh Ali.
"Sekarang kamar ini sudah menjadi milik kita berdua, sayang", jelas Ali.
Maryam mengangguk dan membuka pintu. Ia merebahkan tubuhnya di ranjang. Seharian ini badan nya sangat letih. Tak lama kemudian ia tertidur pulas, disusul oleh suaminya.
.
.
.
.
Hari-hari pun berlalu. Seperti perkataan Ali tempo hari, mereka akhirnya pindah ke rumah baru yang di gadang-gadang seharga 5M. Rumah megah bernuasa putih kehitaman. Di depan pintu tertulis nama Ali and Family,
Maryam senang sekali. Kehidupan keluarga kecil mereka telah dimulai.
.
.
.

Seharian ini Maryam disibukkan dengan berbenah rumah. Setelah selesai menyiapkan menu masakan, ia beranjak menuju kamar utama untuk mengajak sang suami menyantap sajian malam.
Ia pun mengetuk pintu.
"Abang! Ayo kita makan malam. Maryam sudah siapkan semuanya." Ajaknya.
Ali menoleh. "Iya sayang". Ucapnya seraya mengalihkan laptop yang semula berada dii pangkuannya.

CINTA YANG SESUNGGUHNYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang