[Chapter 3: Ekstra Pedas ]
.
.
.
Todoroki melangkah ragu, di depan rumah yang ditinggali Bakugo. Dalam pikirannya, Bakugou akan tinggal di kondominium atau mansion yang memiliki sedikit ruang. Ternyata dia tinggal di rumah bertingkat yang cukup asri dan terlalu rapi. Ia duduk diam sambil mengamati figura yang terpajang. Meskipun si bungsu Todoroki yang berinisitif menembak Bakugou, pada kenyataannya dia nol besar dalam memahami kepribadiannya, sehingga sentuhan estetik nan berseni ini membuat ia mau tak mau mengedarkan pandangan dengan takjub. Hal paling cantik ialah lemari kaca yang menampilkan puluhan tropi. Namun, belum sempat membuka mulut, Bakugou sudah terlebih dahulu memperingatkan. "Aku tidak ingin menjawab apapun, jadi tutup mulutmu!"Pemilik manik dwiwarna mengapit jempol dan telunjuk, kemudian membuat gerakan menarik di depan bibir, seolah ia tengah menutup ritsleting tas. Bakugou yang melihat pertunjukan kekanakan, hanya mengabaikan sembari meletakkan empat cup mi instan dan botol minum.
Todoroki memperhatikan asap yang mengepul. Si pirang hanya mengerut saat raut si tamu tak di undang terpana, seakan mie di hadapannya adalah panorama Disneyland, mengabaikannya, ia kembali ke dapur sambil membawa irisan sosis, bakso ikan, rumput laut dan beberapa potong sayur ke dalam masing-masing kemasan, kemudian mulai menyeruput. Gerakan kecil itu secara alami ditonton Todoroki.
"Itu terlihat masih mengepul," komentar Todoroki tanpa mengangkat kepala, matanya terpaku pada mi instan.
"Terus?!" Bakugou menyalak, ingin menghujaninya dengan kata-kata pedas, tetapi makanan ini terlalu enak. Sayang sekali harus menyemburkannya ke wajah Todoroki.
"Lidahku akan terbakar."
Bakugou mengerutkan kening hingga menimbulkan lipatan. "Siapa yang menawarimu? Ini semua milikku, bodoh!"
Todoroki tampak tidak mendengarkan, bahkan sudah menaruh tangan di salah satu kemasan cangkir, sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu, Bakugou dengan cepat memotong. "Aku makan empat cup." Jemarinya menjentik telapak tangan si bocah setengah, lalu menjauhkan mi yang diseduh dari jangkauan Todoroki.
Mendapati perlakuan menyebalkan ini, Todoroki cemberut, sedangkan si tuan rumah nyaris tersedak karena wajah yang dibuatnya. "Buat sendiri! Masih ada banyak di dapur."
Todoroki lagi-lagi cemberut.
"Jangan pasang muka jelekmu, keparat! Itu merusak nafsu makanku!"
"Aku tidak bisa melakukannya."
"Hanya menuang air panas dan menunggu sebentar, kau tidak bisa?!"
Todoroki mengangguk jujur. Bakugou tiba-tiba membanting sumpit dengan marah, lalu mendorong salah satu cup. "Makan!"
Todoroki memandangi kepulan asap, kemudian mendongak untuk menatap Bakugou, ragu-ragu tetapi tetap menyuarakan resah. "Panas," ucapnya datar. Akan tetapi, di telinga Bakugou Katsuki yang tengah menahan amarah, keluhan itu lebih mirip seperti anak manja yang tengah merengek.
Kali ini Bakugou menelan dengan hati-hati. "Jangan bertingkah, sialan! Kalau kau takut sekali dengan panas, ambil batu es di kulkas!" Niat hati, untuk meledeknya, tanpa diduga Todoroki benar-benar beranjak dari duduk.
"Di mana kulkasnya?"
Bakugou kehilangan kata-kata, tetapi menunjuk dengan dagu.
"Sangat minimalis," seru Todoroki tanpa ada maksud apapun, sedangkan Bakugou hanya mengerlingkan mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
SION
Fanfiction[Cover] Art by: モロツヨシ on Picrew Edit by: earl_sulung on Canva [Blurb] Secara alami, Bakugou terlahir jenius. Meskipun sumbu emosinya tidak lebih tebal dari kertas, prestasi yang diraihnya tidak cukup untuk di pajang pada etalase rumah. Namun, suatu...