𐇵 Masih Jauh 𐇵

109 10 1
                                    

[Chapter 14: Masih Jauh]

.

.

.

Diomeli oleh dua orang yang lebih tua sekaligus membuat Todoroki Shoto hanya manggut-manggut. Kalah adu suara dengan Bakugou, Suster bergegas keluar dari bangsal, meninggalkan dua anak Adam.

"Kau ini memang tukang cari mati, ya?!" Sepertinya setelah ini, Todoroki harus memeriksa telinganya ke dokter UHT karena keseringan diteriaki.

"Aku hanya melamun," sanggahnya yang berhasil membuat pupil Bakugou yang semula sudah kecil semakin mengerdil.

"Sialan, orang bodoh macam apa yang melamun sambil manjat-manjat begitu?! Oh iya, kau ini kan memang bodoh!" Sadar bocah 15 tahun itu hanya mengerjap bingung tanpa tahu asal kemarahannya, Bakugou berhenti mengap-mengap. Ia mendudukkan diri, memandangi sekilas kemeja garis-garis khas pasien rumah sakit. Mengingatkannya pada luka yang baru dibalut. Seraya mendengus kesal, Bakugou lanjut memotong melon.

"Apa besok kau sudah boleh keluar dari rumah sakit, Bakugou?"

Bakugou mengangguk. "Kenapa, kau mau ikut-ikutan keluar juga?" Niat hati hanya ingin berbasa-basi, siapa tahu bocah belia di hadapannya justru mengangguk setuju.

"Iya, aku akan berkemas nanti."

Bakugou hanya mampu tercengang dengan logika bocah dimabuk asmara ini.

.

.

.

"Apa kau petugas kebersihan di apartemen, Nii-san?" Todoroki tampak lebih bingung dengan penampilan pemuda berambut biru muda di balik pintu apartemen sang kakak, sebab ketika dia berkomunikasi melalui bel nirkabel, suara pemuda yang berbicara padanya jelas masih terdengar kekanakan. Kenapa sekarang yang muncul pemuda urakan yang sudah punya keriput.

Dituduh sebagai petugas kebersihan, manik merahnya bergulir ke atas, sesaat kemudian bibirnya melengkung. Todoroki tidak paham dia kesal dengan kehadirannya atau kesal karena waktu bebersihnya tertunda. "Adik bungsu Touya, 'kan? Masuk saja." Sosok pucat tersebut menganggukan dagu ke arah sofa, kemudian memberi jalan untuknya.

"Berhubung ini apartemen kakakmu, silahkan ambil sendiri makanan sesukamu. Aku akan lanjut tidur."

Todoroki mengernyit, jadi dia bukan kesal karena tugas bebersihnya tertunda melainkan karena mimpinya tertunda. "Petugas kebersihan macam apa yang tidur di apartemen klien?"

"Siapa yang bilang aku petugas kebersihan."

"Terus kenapa kau bisa di apartemen Nii-san? Tidak mungkin kau temannya, 'kan?" Todoroki mengamati seisi apartemen, kemudian matanya menatap penuh selidik kepada sosok kurus yang berdiri sambil mengacak rambut, padahal menurut Todoroki rambutnya sudah acak-acakan.

Todoroki memandangi manik pemuda ringkih di hadapannya dengan linglung, sejenak mengingat manik Bakugou yang bewarna sama.

Si pemuda bergumam. "Tidak mungkin temannya, ya? Ya memang bukan." Ia lantas mengedikkan bahu tidak peduli. "Telpon saja kakakmu. Aku sungguh mengantuk."

Tatapan Todoroki masih jatuh pada langkah gontai si pemuda, kemudian memutuskan untuk menelpon kakaknya, setelah menolak panggilan dari kontak tidak bernama, tetapi ia tahu persis siapa pemiliknya. Sementara pandangan Todoroki masih jatuh kepada petugas kebersihan yang tidak mengaku sebagai petugas kebersihan.

SIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang