[Chapter 8: Mengusik]
.
.
.
"We will die."
"We will disappear."
Musik metalcore menghantarkan perjalanan Todoroki bersaudara. Hingga memasuki outro pikiran Todoroki dipenuhi dengan Bakugou. Sudah dia bilang dari beberapa hari sebelumnya, bahwa dia amat merindukan pemuda berkepala dua yang selalu meledak-ledak itu. Hanya saja, pesannya baru sekali dijawab, itupun untuk mengoreksi kesalahannya.
Maniknya menjadi bersemangat begitu proyek bangunan yang menjadi tujuannya sudah di depan mata. Sebelum benar-benar menutup pintu mobil, Todoroki tidak sengaja mendapati parfum permen karet yang masih tersegel apik di kursi belakang mobil. Seingatnya sang kakak lebih menyukai bau yang menyolok atau elegan untuk beberapa pertemuan bisnis, ketimbang bau manis seperti selera gadis. Hanya saja, perasaan menggebunya untuk menjumpai pujaan hati terlalu besar! Sangat besar sampai-sampai rasa penasarannya tetutupi.
"Terimakasih. Sampai jumpa, Nii-san." Si bungsu melambaikan tangan tanda perpisahan, sementara tangan satunya sibuk membawa kantong besar berisi roti isi, makanan ringan, beberapa minuman berkarbonasi, juga teh hijau favoritnya.
Touya mengangguk dan memberikan senyum terbaik. Tidak langsung memutar mobilnya, ia memilih menatap kepergian sang adik. Dilihatnya beberapa pekerja yang memiliki jenjang usia bervariasi tampak akrab dengan adik bungsunya yang pendiam, bahkan tidak segan memeluk bahu sang empu. Ketika punggung sang adik tertelan para pekerja yang mengerumuni bawaannya, Touya memutar balik arah mobil.
Saat itu sudah pukul tiga sore, hanya beberapa jam lagi setelah para pekerja berkemas untuk pulang. Awalnya, Todoroki mengamati mereka dari dekat sambil sesekali mengitari Bakugou untuk menanyakan hal remeh dan terkadang mengomentarinya untuk beberapa kesalahan ringan. Alhasil, Bakugou beberapa kali mencak-mencak sampai kepalanya terkena sundulan kayu.
"Kepalamu pasti sakit. Sini biar aku padamkan."
"Duduk saja, sialan. Kau pikir dengan apa kau bisa mengobatinya?"
"Aku akan menyanyikan lagu pengusir rasa sakit untukmu," katanya tulus, sedangkan si pirang hanya meludah sambil meneruskan pekerjaan.
Todoroki termangu meratapi pekerjaan Bakugou. "Bakugou celana dalammu kelihatan," bisiknya, kala si pirang berjongkok sembari mengukur palang-palang besi berdasarkan skema.
"Siapa juga yang pakai celana dalam, bodoh!"
Todoroki tampak terkejut, tetapi ekspresinya terlalu minim. "Itu ... Menyeramkan ...."
"Aku pakai boxer."
"Besok-besok aku juga mau pakai boxer seperti Bakugou."
Sang lawan bicara memutar bola mata malas, kemudian mengusir keberadaan Todoroki yang membuatnya tidak konsentrasi, sedangkan Kaminari yang sejak tadi menyimak percakapan mereka hanya cekikikan. Mau tak mau Todoroki hanya bisa memutar badan sambil merengut dan sesekali mengawasi kegiatan Bakugou dari kejauhan sembari mengulik kembali isi buku pelajaran.
Ketika waktu hampir memasuki senja, Todoroki kembali mengiringi Bakugou bak ekor, bahkan sesekali memperagakan gaya berjalan si pirang yang mirip preman.
"Kita tidak pesan mie instan lagi?" tanya Todoroki sembari menunjuk toserba dengan raut bingung.
Bakugou mendelik ke arahnya. "Kau tidak tahan dengan rasa pedasnya, jangan sok!"
KAMU SEDANG MEMBACA
SION
Fanfic[Cover] Art by: モロツヨシ on Picrew Edit by: earl_sulung on Canva [Blurb] Secara alami, Bakugou terlahir jenius. Meskipun sumbu emosinya tidak lebih tebal dari kertas, prestasi yang diraihnya tidak cukup untuk di pajang pada etalase rumah. Namun, suatu...