[Chapter 10: Kekalutan]
.
.
.
Periode musim panas di Tokyo jatuh pada 21 Juni silam. Hanya menunggu beberapa minggu lagi jadwal liburan musim panas dari sekolah akan keluar. Todoroki Shoto membayangkan macam-macam kegiatan di musim panas, tetapi karena tahun-tahun sebelumnya dilewati dengan monoton, ia hanya bisa memikirkan kasur empuk nan hangat yang menjaga alam bawah sadarnya atau soba dingin dan es buah segar yang bisa ia pesan kapanpun.
Di tengah-tengah pergolakan batinnya, Todoroki Shoto menyadarkan kepala di bingkai jendela mobil. Mungkin dia perlu saran dari internet atau beberapa orang untuk menyusun kegiatannya dengan Bakugou. Namun, keinginan dalam menggali masa lalu sang pujaan hati masih menarik perhatian Todoroki, setelah kejadian tempo hari secara alami pemuda bermanik unik itu tahu bahwa konsekuensi yang ia hadapi cukup berat. Misalnya saat Bakugou marah.
"Bakugou menang suka marah-marah. Kalau dia marah berarti Bakugou sedang baik-baik saja." Begitulah pikiran polos Todoroki kira-kira, sehingga memungkinkan dia untuk kembali menghadapi Bakugou dengan wajah lempeng.
Sejenak bocah labil itu melirik Hawks dari balik spion. "Keigo. Apa kau bisa membantuku mengorek informasi seseorang?"
Pemuda kepercayaan sang ayah tampak balas melirik Todoroki, ia segera memasang topeng seperti biasa, tertawa renyah seolah ia tipe yang mudah berbaur dengan siapa saja. "Masa lalu Bakugou, Tuan Muda?"
Todoroki yang hanyut dalam pemikiran tampak terkejut sembari membulatkan bola mata. "Kau cenayang!"
Hawks terkekeh sembari mengetuk kemudi dengan telunjuk beberapa kali. "Semua orang akan menebak 100 persen benar, jika bergaul dengan Anda selama 24 jam," ucapnya diiringi dengan nada sarkasme.
Todoroki masih diliputi keanehan, detik berikutnya ia kembali memasang tampang datar. "Aku juga ingin mengetahui tentang Midoriya. Monoma bilang kami pernah berbincang sewaktu usiaku tujuh tahun, tetapi aku tidak ingat sama sekali." Sejenak ia seolah menatap lurus punggung Hawks, tetapi sebenarnya pandangannya mengawang. Hal ini berhasil membuat ekspresi kalut di wajah Hawks tidak berhasil ditangkap pengelihatan Todoroki.
Manik emas Keigo kembali melirik Si Tuan Muda. "Sekarang kau benar-benar seperti Tuan Enji. Mengerahkan bawahanmu untuk menggali informasi," ucapnya dengan nada skeptis, tetapi tidak mengurangi keramahan dalam mimiknya.
"Tidak sudi." Bocah belia itu membuang pandangan ke lalu lintas yang padat sembari melipat kedua tangan sebal. "Selain itu, kau bukan bawahanku."
Mengabaikan keluhannya, Hawks berniat memberikan tawaran sederhana. "Tidakkah anda punya harga yang sepadan untuk ditawarkan padaku?"
"Kau memeras uang anak sekolah." Meskipun begitu Todoroki tampak memeriksa baik-baik jumlah saldo di akun e-wallet-nya.
Selagi meningkatkan kecepatan laju mobil, Hawks mengenang beberapa peristiwa di masa lampau. Walaupun tidak dibebani oleh ancaman atau perjanjian dari keluarga Todoroki, hati kecilnya merasa banyak hal yang perlu ditutup rapat-rapat. Ia tak tahu jurang apa yang menanti Todoroki ke depannya, hanya saja instingnya yang tajam merasakan hal tak enak, apalagi menyangkut masa lalu Tuan Muda-nya.
"Tuan Muda, di dunia ini selalu ada timbal balik. Belum lagi ada resiko yang mungkin akan kutanggung."
"Beresiko? Bukannya Bakugou baik-baik saja," balasnya selagi mengedipkan mata dengan gelagat kebingungan.
"Kau memang belum tahu hitam-putih dunia rupanya, Tuan Muda." Badan mobil memasuki kawasan sport festival stadium, memperlihatkan bangunan yang sepertiganya sudah jadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
SION
Фанфик[Cover] Art by: モロツヨシ on Picrew Edit by: earl_sulung on Canva [Blurb] Secara alami, Bakugou terlahir jenius. Meskipun sumbu emosinya tidak lebih tebal dari kertas, prestasi yang diraihnya tidak cukup untuk di pajang pada etalase rumah. Namun, suatu...