𐇵 Es Loli 𐇵

240 40 5
                                    

[Chapter 5: Es Loli]

.

.

.


Sirkulasi udara pada dini hari berhasil menggelitik kelopak mata Todoroki. Terbiasa bangun saat matahari menyingsing ia menyingkirkan selimut tanpa ragu, merenggangkan lengan, kemudian menatap wajah tidur Bakugo seraya menggosok ujung mata. Lama dipandanginya pemuda yang terlelap dalam kondisi abnormal. Pamer perut sixpack yang teramat menawan, sayang sekali mulutnya terbuka lebar, menyuarakan dengkur halus. Benar-benar tidak ada etis-etisnya.

Bocah pendiam dengan luka bakar di sisi  kanan menyentuh hidung mancungnya dengan usil, sebab tiada reaksi. Ia kali ini menusuk-nusuk pipinya. Todoroki berkedip ringan, mengelus pelan anak rambut Bakugou yang sama tajamnya dengan tatapannya. Ketika jemarinya ingin menarik bulu mata Bakugou, jemarinya ditepis keras.

Tanpa merasa berdosa, bocah kelahiran bulan Januari memilih membuka tirai jendela. Selubung cahaya terpantul, lantas menerangi sebagian tubuh Bakugou. Namun, sang tuan rumah sama sekali tidak terusik, justru decak kesalnya timbul karena bocah jelangkung jejadian merangkak untuk membangunkannya.

"Bakugou ..."

"Mati saja kau, keparat!"

Todoroki merapatkan bibir, sedikit terkejut karena pemuda ini sudah memiliki energi berlebih untuk meneriakinya, bahkan sebelum mencuci wajah. "Bakugou, aku ingin sarapan."

Bakugou enggan menanggapi, ia bergegas memunggungi Todoroki, tetapi empunya mengikuti pergerakkan anak tunggal tersebut, berputar dan mulai berjongkok. Membuat separuh wajahnya tersembunyi di balik ranjang dan sisi lain bertemu pandang dengan Bakugou. Tanpa belas kasih dia mendorong wajah tampan si bungsu dengan telapak tangan. "Masak sendiri!" Kali ini, si pirang mengubur wajah dengan selimut.

"Tapi aku tidak bisa masak," keluhnya.

"Persetan!"

Awalnya, Todoroki masih bersedia membujuk, kendati wajahnya sudah didorong kasar belasan kali. Namun, cacing yang menggeliat di perut membuat empunya berjalan linglung ke arah dapur. Selama di rumah, ia hanya menggunakan microwave beberapa kali, itupun eksperimen saat kakak ketiganya—Natsu—memamerkan toast lezat berisi marshmellow dan cokelat leleh. Sayangnya, makanan sederhana seperti itu tidak ada di kulkas Bakugou. Untuk memasak sarapan pengetahuannya nol besar. Apalagi, ia sangat tidak suka berhubungan dengan api. Namun, saat api cantik berwarna biru-keunguan membentuk lingkaran rapi, ia tersenyum kecil dan mulai mengambil beberapa bahan dari lemari.

"Untunglah warna apinya tidak merah seperti Pak Tua itu."

Todoroki mengambil beberapa telur dan roti tawar. Mulai membuang pinggiran roti dengan pisau daging. Sembari mengenyit memerhatikan bahan yang tersedia, ia mulai menjelajahi lemari dan mencari mixer untuk mengaduk dua butir telur. Mixer berputar dalam kecepatan penuh, begitu puas melihat warnanya mulai berubah, ia kembali memasuki empat butir telur. Naas, kecepatan mixer membuat beberapa bagian memercik.

Pengalamannya yang awam membuat Todoroki mengerut jijik, lantas mengira bau telur mentah sama halnya telur busuk. Ia menggeser wadah telur dengan gegabah. Begitu asap mengepul, ia memasukkan potongan roti ke frying pan. Roti menempel erat di penggorengan. Sejauh memori yang sayup-sayup, orang-orang biasa menggunakan minyak untuk menggoreng sesuatu. Tentu saja dengan percaya diri, dia memasukkan minyak. Minyak memenuhi tiga perempat bagian frying pan dan menenggelamkam roti, sambil tersenyum penuh ia memasukkan gula karena roti panggang dengan isian gula buatan Maid di kediaman Todoroki sangat enak, tetapi gula membuat minyak bereaksi berlebihan. Si setengah-setengah panik dan bergeser. Alhasil, menumpahkan adonan telur ke lantai.

SIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang