Beberapa hari telah berlalu. Marsha masih belum mendapatkan jawaban pasti akan pertanyaannya sebelumnya. Ashel tidak memberi penjelasan lebih lanjut, sementara Azizi? Entah kenapa semenjak kejadian tak sengaja di kamar Azizi itu, pemuda itu malah jadi lebih diam dari sebelumnya. Marsha tidak ingin bertanya, takut Azizi kembali kesal padanya.
"Sekolahnya yang bener, ya. Mama langsung pergi, ya." Shani mengucapkan beberapa kata nasihat sesaat setibanya di sekolah si kembar.
Ashel yang duduk di samping Shani lebih dulu turun dari mobil setelah pamit pada sang Ibu. Marsha menyusul kemudian. Saat Azizi ingin menyusul kedua adik kembarnya, suara Shani membuat dirinya tertahan.
"Zee, kamu berantem lagi sama adik-adik kamu?"
"Berantem? Gak kok, Ma."
"Jangan bohong. Mama bisa liat kamu diem-dieman sama adik kamu. Ada apa lagi?"
Tadinya, Azizi ingin menghindar dan pergi saja. Kadang Azizi merasa selalu ialah yang paling salah jika ada perkara terjadi antara dirinya dan kedua adiknya. Rasanya tak adil. Apa karena dia anak paling tua dan laki-laki sendirian jadilah ia selalu disalahkan oleh sang Ibu?
"Azizi, jawab Mama."
Azizi menghela nafasnya. "Azizi gak sengaja, Ma."
"Sengaja atau gak, kamu harus tetep minta maaf, Zee. Mama gak ajarin kamu lari dari masalah. Kamu laki-laki, Zee. Minta maaf sama adik kamu."
"Iya, iya. Nanti Zee minta maaf."
Shani tersenyum manis pada sang anak. "Gitu dong. Itu baru jagoan Mama." Ucap Shani gemas sambil mencubit pipi Azizi. "Ya udah, sana. Nanti telat."
Azizi hanya mengangguk lalu turun dari mobil setelah pamit pada Shani. Setelah memastikan Azizi telah hilang dari pandangannya, Shani kembali melajukan mobilnya menuju tempatnya bekerja.
***
Bel tanda jam istirahat sudah berbunyi. Azizi meregangkan otot-ototnya yang lelah. Ingin sekali rasanya ia merebahkan dirinya dan tidur lelap. Sayangnya, niatnya itu digagalkan oleh teman sebangkunya.
"Zoy." Sebuah tepukan di bahu menyertai panggilan tersebut.
"Hmm. Apa?" Tanya Azizi malas dengan kepala yang masih ia rebahkan di atas meja.
"Kantin, kuy."
"Males, ah."
"Ih, ayooo. Laper, nih."
"Lu sendiri aja, Christ."
"Ih! Jangan gitu. Ayo ah, kantin."
Azizi rasanya benar-benar malas, namun tenaga Christian yang menarik tubuhnya itu jauh lebih besar. Jadilah Azizi bangkit dan mengikuti kemauan teman sebangkunya. Toh ia sebenarnya juga lapar.
"Lu gak bawa bekel, 'kan?" Christian bertanya, sekadar mengingatkan. Karena ia tahu teman sebangkunya beberapa kali ia dapati membawa bekal dari rumah.
Azizi jadi menghentikan langkah kakinya. Pertanyaan Christian membuatnya teringat kebiasaan yang kadang ia juga tidak ingat. Lebih sering karena malas, dan biasanya Marsha akan mengantarkan bekal makan siangnya yang seringkali ia tinggalkan di rumah.
Hanya saja kali ini berbeda. Marsha tidak terlihat batang hidungnya, dan tidak mengantarkan bekalnya yang tertinggal. Azizi jadi kepikiran. Apakah segitu salahnya perbuatannya hingga Marsha masih marah padanya?
"Lo duluan aja deh, Christ."
"Lah, lo emang mau kemana? Terus gue makan sama siapa?"
"Itu sama Muthe kek. Udah ah, bye." Azizi langsung berlari begitu saja meninggalkan Christian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Triplets Love Story
FanfictionBasic idea from "Twins Love Story" by @K3luargaVNSHN Sebuah kolaborasi bersama @indomitelorkornet Cerita yang akan mengisahkan perjalanan hidup dan cinta anak kembar tiga.