Part 8

1.1K 134 14
                                    

Minggu ujian adalah minggu yang ditunggu Shani selama masa sekolah anak-anak kembarnya. Minggu ujian adalah minggu tenang bagi Shani. Ketiga anaknya akan sibuk belajar di kamar mereka masing-masing, dan Shani bisa menikmati kopi susu yang dipesan sambil menonton tv dengan tenang.

Shani tidak menyangka ketiga anaknya sudah menempuh ujian tengah semester. Rasanya baru kemarin Shani mengantarkan mereka mendaftar sekolah. Sekarang sudah hampir tiga bulan dilaluinya.

"Maaa..." Dari lantai dua terdengar suara Azizi. Shani mendongak ke atas.

"Kenapa, Zee?"

"Gak punya jajan gitu? Biskuit coklat punyaku udah abis."

"Sebentar, ya."

Shani beranjak dari duduknya, lalu mencari biskuit coklat kesukaan Azizi di kabinet dapur. Setelah itu mengantarkannya ke kamar Azizi.

Shani meletakkan biskuit coklat di samping meja belajar. Senyum terulas di bibirnya saat melihat keseriusan Azizi belajar. Bahkan anak pertamanya sampai tidak menyadari Shani sudah berdiri di sampingnya.

Tak ingin mengganggu anaknya belajar, Shani diam-diam meninggalkan kamar Azizi. Kebetulan saat baru saja menutup pintu kamar, giliran Marsha yang keluar.

"Eh, Mama."

Melihat suasana sedang sepi, Marsha memanfaatkan momen ini untuk bermanja-manjaan dengan ibunya. Tubuhnya langsung menghambur dan mendekap dengan begitu erat.

"Mumpung gak ada Kak Zee sama Kak Ashel." Kekehan Marsha terdengar saat wajahnya mulai tenggelam di dalam dada ibunya.

Dari sifat pendiamnya Marsha, ada sisi lain yang jarang orang lain ketahui, bahkan Azizi sendiri belum mengetahuinya. Orang yang beruntung dapat melihat sisi lain dari Marsha hanyalah Ashel dan Shani.

Menjadi anak terakhir tak jauh dari kata manja, begitu pula Marsha kepada Ashel dan Ibunya. Namun, bukan setiap saat dia dapat manja dengan kedua orang itu. Marsha cukup malu memperlihatkannya kepada siapapun, termasuk Azizi.

"Heeehh... Jangan di sini. Ayo turun aja ke bawah."

Marsha menyetujuinya. Masih dengan memeluk Marsha, Shani mengajaknya ke lantai satu. Marsha kembali mengeratkan pelukannya saat sampai di sofa ruang tengah.

"Belajarmu udah selesai, Marsha?" Shani mengusap-usap pucuk kepala anak bungsunya, sesekali dikecup kening Marsha.

"Belum, Ma. Mumpung gak diliat Kak Zee sama Kak Ashel, aku mau peluk Mama dulu."

Kerap kali sifat clingy Marsha seperti ini muncul ketika hanya berdua dengan Shani. Pelukannya tak akan terlepas kecuali ada orang lain yang melihat. Dan Shani sama sekali tidak pernah protes dengan itu.

"Ma, Marsha mau tanya, boleh?"

"Hm-mh? Tanya apa, Sayang?" Shani menatap mata Marsha dalam-dalam.

"Mama dulu waktu sekolah pernah di-bully sama temen Mama, gak?"

Kening Shani langsung berkerut saat mendapati pertanyaan itu. Bukannya menjawab, Shani malah balik bertanya pada Marsha. "Kamu di-bully di sekolah?"

"Enggak!" Marsha langsung menyangkal. "Ada... emm... ada temenku yang di-bully gitu."

Shani ragu dengan jawaban Marsha. Ada kebohongan yang ditutupi dari jawaban Itu. Kesalahan Marsha telah meremehkan intuisi seorang ibu terhadap anaknya.

"Marsha, lihat Mama."

Dengan ragu Marsha kembali menatap mata Shani.

"Kamu di-bully di sekolah?"

Triplets Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang