Part 30

813 94 77
                                    

"Denger-denger ada yang jadi wakil kapten nih sekarang?" Ashel membanting pintu kamar Azizi. Dihempaskan tubuhnya ke kasur dengan bed cover monochrome. Kedua tangannya lantas merentang lebar seakan kasur itu miliknya sendiri.

"Kenapa akhir-akhir ini lo jadi sering ke kamar gue?" Wajah Azizi berubah geram saat sprei kasurnya yang sudah ditata rapi diacak-acak oleh Ashel seenak pusarnya. Ia masih duduk di kursi gaming. Bukan untuk bermain, tapi mengerjakan tugas dari Sisca yang begitu memusingkan.

"Main ke kamar sodara sendiri masak gak boleh?"

"Terus, kenapa lo nggak ngebolehin Marsha main ke kamar gue?"

"Menurut lo?!" Kedua mata Ashel mendelik sementara yang ditatap malah tak peduli. Masih sibuk dengan matematika yang perlu dihitung di kertas buram.

"Lagian gue juga gak pernah ngapa-ngapain sama adek kesayangan lo itu."

"Kalo kalian dibiarin, terus ada setan lewat dan kalian kebablasan, gimana?" Ashel yang tadinya merasa nyaman di atas kasur milik Azizi kini jadi gerah. Dia sudah berdiri tegak dengan kedua tangannya berkacak pinggang. "Mikir! Kalian udah gede juga. Tahun ini 16 tahun!"

Dengan santai Azizi menjawab, "Gue masih tau batas wajar, Shel. Gue punya akal."

Sekarang Ashel mengerjap-ngerjap. Dua jarinya membetulkan kacamatanya yang turun. "Awas aja kalo lo nyentuh adek gue lebih dari batas wajar. Tangan ini yang bakal mukulin pertama kali."

"Berani?"

Diputar kursi gaming itu sedikit bertenaga. Kerah kaos Azizi langsung ditarik dengan kasar.

"Gue nggak main-main, ya," jelas Ashel dengan rahang yang sudah mengeras.

"Gue juga nggak bercanda." Azizi mengangkat pandangannya menuju ke kedua bola mata Ashel. Tatapan itu begitu tajam seakan mampu menusuk apapun yang ada di depannya.

"Gue sayang banget sama Marsha, dan gue nggak mampu buat ngelakuin hal kayak gitu ke dia. Marsha bakalan gue jagain sampai kapanpun."

"Meski gue tau nggak akan selamanya sama dia," sambungnya dengan nada yang begitu lirih.

Ashel mengerjap. Dilepas tangannya dari kerah kaos kakaknya. Hembusan nafasnya yang begitu kasar sampai menerpa wajah Azizi, sebelum kemudian dia melangkah keluar tanpa berucap lagi.

Kamarnya kembali tenang tetapi pikirannya jadi riuh. Ancaman Ashel tadi kembali berputar seperti bel yang berdentang terus-terusan di dalam kepalanya.

Ya.

Azizi sudah berjanji kepada dirinya sendiri untuk menjaga Marsha sampai kapanpun dengan alasan apapun. Ia terlalu mencintai adik bungsunya itu. Di sela-sela nadinya seakan sudah tertanam janjinya, tapi tiap denyut jantungnya berdetak membuat perasaannya semakin sakit.

Sampai kapanpun?

Hahaha

Lebih tepatnya, sampai kapan?

Tok Tok Tok

Pintu kamarnya kembali diketuk. Azizi memutar kursinya untuk menghadap ke pintu. "Masuk."

Setelah pintu terbuka, ternyata Marsha yang menyambut. Bukan dibuka lebar-lebar. Hanya sedikit. Kepala Marsha mengintip. Larangan Ashel untuk Marsha menapakkan kakinya ke dalam kamar Azizi benar-benar dituruti.

"Ada Christian di bawah," ucap Marsha sebelum kembali menutup pintu kamar Azizi rapat-rapat.

"Christian?"

Azizi melihat jam digital yang ada di meja belajarnya. Betapa terkejutnya ternyata sudah jam 5 sore. Ia lupa ada janji dengan Christian untuk berlatih basket di lapangan belakang rumahnya. Niat ingin mengerjakan tugas matematika selama satu jam ternyata memakan waktu cukup lama, hampir tiga jam. Dan itu pun tugas dari Sisca belum selesai sepenuhnya.

Triplets Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang