Side Story 4 - Aldo's POV

793 60 32
                                    

Gue gak pernah percaya sama cinta di pandangan pertama. Menurut gue, itu fana. Gue lebih percaya kalau cinta di pandangan pertama itu cuma sebatas rasa kagum sama fisik orang.

Kalau ada pepatah 'jangan nilai buku dari covernya' gue sangat setuju. Cover buku biar dilirik sama calon pembeli emang harus semenarik mungkin. Di belakangnya ada sinopsis dikit yang membuat si calon pembaca bakal tertarik apa isi dari buku itu. Menurut gue, cinta di pandangan pertama kayak gitu.

Tapi lihatlah gue sekarang. Apa yang gue gak percaya itu malah kejadian beneran sama gue.

Cinta di pandangan pertama?

Iya.

Gue suka sama Ashel di pandangan pertama.

Apa Tuhan ikut andil waktu nyiptain Ashel dulu? Apa Tuhan juga yang ngukir wajah Ashel sampai sebegitu sempurna, setidaknya menurut gue?

Entah.

Menurutku, dia perempuan paling cantik nomor dua di seluruh dunia.

Gue inget waktu dulu, awal MOS sekolah yang harus dijemur di lapangan sekolah jam 10 pagi buat dengerin sambutan kepala sekolah yang gue yakin gak ada manfaatnya juga, Ashel berdiri di samping gue.

Gue mengakui kalau badan gue emang tinggi. Beruntung Ashel berdiri di sisi kanan gue karena matahari dari kiri. Secara nggak sengaja juga, bayangan gue mampu menutupi sebagian wajahnya.

"Lo jangan geser-geser, ya, berdirinya," kata Ashel. Matanya masih lurus ke depan.

Seketika gue noleh, dan di detik itu juga gue baru tahu kalau sekolah ini nerima bidadari juga.

Ah, kedengarannya agak parabolik, ya? Tapi emang itu yang gue rasa.

"Panas?" gue tanya.

"Iya. Tolong jangan geser-geser, ya." Perempuan yang ada di samping kanan gue lantas tersenyum. Secara ajaib bibir gue juga ikut tersenyum.

Gue sama sekali nggak ngerasa keberatan dimanfaatin sama dia. Malah gue makin miringin badan gue supaya Ashel lebih ketutupan sama bayangan gue.

Ashel terkekeh pelan. "Gak usah sampai segitunya. Posisi lo yang tadi udah cukup kok."

Gue jadi kikuk, tapi bukan berarti gue kembali berdiri kayak tadi, justru malah makin miring biar seluruh badan Ashel ketutupan dari matahari. Dengan kata lain, gue mulai jadi bego di sini karena suka sama dia.

"Makasih, makasih."

Setelah sambutan si kepala sekolah selesai dan para siswa baru dibubarkan, suasana lapangan langsung riuh. Semuanya berpencar ke penjuru sekolah. Ada yang ke kantin, ada yang balik ke kelas, ada yang jalan-jalan mengitari sekolah, sementara gue masih berdiri terpaku di tempat gue berdiri, sambil ngeliatin punggung Ashel menjauh dari gue.

Makin jauh jarak punggung dia dari tempat gue berdiri, makain dalem perasaan suka gue ke dia.

Aneh rasanya karena kita belum saling kenal waktu itu. Serius. Gue sama dia belum resmi kenalan. Mungkin dia mengenal gue sebagai 'payung' atau semacamnya, sedangkan gue mengenal dia dengan sebutan bidadari. Ini cuma di dalem pikiran gue sendiri ya, dan nggak gue omongin ke siapapun. Biarin pikiran liar gue yang berimajinasi.

Ternyata, gue sama Ashel nggak sekelas. Dia kelas X-2 sedangkan gue kelas X-6. Cukup jauh kelas kita karena kepisah sama taman belakang sekolah.

Awalnya, gue cuma bisa merhatiin dia dari jauh. Ashel terlalu berada di tengah-tengah kumpulannya sehingga sedikitpun gue nggak pernah bisa menjangkau dia.

Dan ini adalah awal kisah cinta gue sama Ashel.

***

Gue mulai mikir, gimana caranya nyari perhatian dari Ashel. Salah satu ide yang lewat di kepala gue waktu itu cuma pamerin apa yang gue punya. Baru seminggu gue jadi siswa baru, tapi gue udah bawa mobil ke sekolah. Bukan mobil gue, tapi mobil bokap gue tentunya.

Triplets Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang