10 tahun kemudian...
Di rumah keluarga Natio. Shani dan Ashel sedang menyambut tamu di hadapan mereka dengan senyum bahagia yang tak luntur dari wajah keduanya. Duduk di hadapan mereka, Aldo dengan gagahnya bersama kedua Bapak-Ibunya Andy Pantjoro, dan Sang Istri.
"Kalau kita semua sudah sepakat, berarti pernikahan keduanya tidak perlu ditunda-tunda lagi. Toh, Aldo juga sudah siap." Andy menepuk paha Aldo. "Bukan begitu, Nak."
Aldo mengangguk. "Aku siap lahir-batin, kok." Jawabnya, Ashel jadi tersipu mendengarnya.
"Dasar ya, anak muda."
"Tapi, soal biaya pernikahan, tak ada salahnya dibagi dua. Apalagi ini pernikahan anak perempuan pertama Saya."
"Ah," Andy mengelak. "Soal biaya hal gampang, yang penting semua berjalan lancar nantinya sesuai mau kita. Ya, 'kan, Ma?"
Istri Andy mengangguk setuju. "Iya, Pa."
"Lagian ada yang lebih penting dari itu. Nanti siapa ya yang akan jadi wali Ashel, mohon maaf sebelumnya."
Ashel melirik Shani. Ia tahu dengan pasti, seharusnya Azizi yang menjadi walinya, itu sudah salah satu kewajiban Azizi sebagai Kakak laki-laki satu-satunya.
"Eh, itu nanti Saya akan meminta tolong Pamannya Ashel." Shani yang menjawab, walau dengan ragu. Ia sendiri tahu, seharusnya Azizi yang berada di posisi tersebut, menggantikan sang Ayah yang telah meninggal.
Di tengah obrolan, Marsha turun dari lantai dua rumah mereka untuk mengambil minuman di dapur. Andy jadi teralihkan karena ia jarang bahkan hampir tidak pernah melihat sosok Marsha selama mengurus masalah pernikahan Aldo dan Ashel.
"Itu adek kembar Ashel yang suka kamu ceritakan? Cantik sekali. Kenapa kamu gak pernah kenalin ke abang-abang kamu?" Aldo mengangguk kikuk, ia melirik Ashel yang sama bingungnya.
Shani yang berinisiatif memanggil anak bungsunya. Marsha yang tidak suka mengikuti perjamuan seperti itu, terpaksa mendekat. Ia hanya memberikan senyuman tipis pada kedua orang tua Aldo yang menyapanya.
"Nak Marsha cantik sekali. Persis seperti Ibu dan Kakaknya. Tapi, tetap cantik Istri Saya, sih."
"Masa?"
Shani hanya terkekeh. Sementara Ashel dan Aldo jadi salah tingkah, mereka hanya bisa saling pandang. Ingin menyudahi obrolan tersebut tapi tak enak juga pada orang tua mereka.
"Nak Marsha sudah punya pacar? Kalo belum mungkin Om bisa kenalkan kamu ke Abangnya Aldo yang masih jomblo juga. Kali aja berjodoh ya, Bu."
"Udah." Marsha bersuara akhirnya.
"Udah punya pacar?"
"Ya. Permisi Om, Tante, Marsha mau ke atas dulu." Setelah mengucapkan itu, Marsha berlalu untuk kembali ke kamarnya.
Marsha menutup pintu kamarnya dengan rapat dan tak lupa menguncinya. Ia pandangi kandang Coconut yang telah kosong. Ya, Marmut pemberian Azizi telah tiada. Pergi meninggalkan Marsha seolah menyusul kepergian Azizi dari hidupnya juga, namun Marsha enggan membuang kandang kosong itu dan membiarkannya tetap berada di dalam kamarnya.
Marsha masih menatap kandang itu, tatapan matanya sama kosongnya. Air mata yang menetes dari kedua sudut matanya yang sangat sembab ia biarkan mengalir begitu saja.
"Kamu kapan pulang, Kak Zee..."
***
"Marsha gimana keadaannya?" Aldo bertanya. Saat ini ia sudah duduk berdua saja dengan Ashel di depan rumah Ashel. Kedua orang tuanya sudah pulang, dan Shani kembali dengan kesibukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Triplets Love Story
FanfictionBasic idea from "Twins Love Story" by @K3luargaVNSHN Sebuah kolaborasi bersama @indomitelorkornet Cerita yang akan mengisahkan perjalanan hidup dan cinta anak kembar tiga.