Part 18

847 86 34
                                    

Tidak selamanya Marsha akan jadi orang pendiam dan penyendiri di dalam kelas. Akhir-akhir ini dia terlihat sering bersama dengan Indah, si bendahara kelas. Tentunya ada Ashel di sebelah Marsha untuk mengawasi. Bukan. Ashel juga berteman baik dengan Indah semenjak kejadian amplop putih berpindah ke dalam tas Marsha.

Sekarang Marsha seperti punya dua kakak di dalam kelas. Kakak pertama jelas Ashel, dan kakak kedua adalah Indah.

Indah begitu perhatian dengan Marsha. Ada apa-apa sedikit, Indah gerak cepat menanggapi. Ashel asik ngerumpi.

"Marsha, kamu ada pena gak?" tanya Indah setelah pelajaran Geografi usai dan Melody sudah tidak ada di kelas.

"Pena?" Marsha menatap Indah dengan keningnya sedikit berkerut. "Pulpen maksudnya?"

"Ah, iya! Maksud aku pulpen. Aduuhh maaf, jadi kebawa bahasa daerahku terus."

Kadang Marsha geli dengan Indah yang sering tak sadar menggunakan dialek Jambi, tempatnya lahir. Terkadang juga Indah menggerutu dengan bahasa Jambi yang siapapun di dalam kelas tidak mengerti arti dari gerutuan itu. Marsha akan diam-diam tertawa tanpa disadari Indah sehingga gerutuan dengan bahasa Jambi itu berlanjut hingga Indah sadar gerutunya jadi bahan tertawaan.

"Nih, pena nya," ucap Marsha saat menyodorkan pulpen pada Indah dan memberikan sedikit tekanan pada kata 'pena'.

"Nyebelin, ih!"

Tak lama kemudian, guru pelajaran selanjutnya memasuki kelas. Sekarang, kelas kembali tenang.

***

Wajah Melody menegang saat siswa yang ada di hadapannya menceritakan sesuatu yang benar di luar dugaannya, namun, tidak sepenuhnya dia percaya dengan cerita siswa itu. Ada beberapa hal yang membuat Melody tidak percaya dengan ceritanya antara lain adalah: siswa yang ada di hadapannya bukan salah satu anak muridnya.

"Kamu 'kan bukan anak kelas saya. Kok bisa tahu soal itu?"

"Berita itu udah nyebar minggu kemarin, Bu, dan saya baru cerita ke Ibu soal ini minggu ini karena saya nggak mau memperkeruh keadaan," jelas siswa tersebut. Wajahnya begitu yakin dan tenang.

Melody melipat kedua tangannya di dada. "Kamu punya bukti?"

Siswa itu berpikir. meletakkan jarinya di dagu sambil mengetuk-ngetuk. "Kalau nggak salah, di sebelah kelas Ibu ada CCTV yang ngarah ke taman belakang."

"Kan CCTV itu ngarah ke taman belakang."

"KIta lihat dulu aja, Bu, siapa tahu ada bukti dari CCTV itu."

Melody mengangguk setuju. "Baik, tapi kamu balik kelas dulu. Nanti istirahat ke ruangan saya lagi. Lagi pelajaran siapa kamu?"

"Bu Sisca."

"Haduuuhh... Mental baja ya kamu. Nggak tahu Bu Sisca segalak apa? Udah, udah. Sana cepetan balik!"

Siswa tersebut langsung pamit dari hadapan Melody dan kembali ke kelasnya dengan langkah seribu. Tentunya sesampainya di kelas dia mendapat semprotan langsung di wajahnya oleh Sisca karena meninggalkan kelasnya terlalu lama.

'Gak pa-pa disemprot, yang penting Marsha ngga dituduh lagi,' batinnya.

***

Saat istirahat, ruangan security terlihat sedikit ramai dengan kehadiran Melody dan seorang guru kedisiplinan yang bernama Gaby. Di samping kedua guru tersebut ada seorang siswa laki-laki yang tadi baru saja terkena semprot oleh Sisca karena meninggalkan pelajaran cukup lama. Mereka bertiga fokus mengamati rekaman CCTV yang terjadi minggu lalu. Tentu saja ada Manto sebagai security yang bertugas saat itu untuk memandu.

Triplets Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang