Part 32

1.2K 122 124
                                    

"Makasih buat malam ini ya, Do."

Aldo di bangku kemudi hanya tersenyum, raut wajahnya begitu terlihat bahagia. Ashel mendekati Aldo, diciumnya dengan lembut bibir kekasihnya.

"Kamu pulangnya hati-hati, ya. Nanti kabarin aku kalo udah sampe. Love you."

"Love you, too."

Ashel lalu turun. Ia baru masuk ke dalam rumahnya saat mobil Aldo sudah pergi menjauh dari area rumahnya.

Senyum Ashel begitu ceria. Ia sangat bahagia malam ini. Sayangnya senyuman manisnya tidak bertahan lama saat ia melihat Shani terduduk di lantai, bersandar pada meja kecil di dekatnya. Ashel segera berlari, takut terjadi sesuatu yang buruk pada Ibunya.

"Mama kenapa di bawah sini?"

Shani mendongak, menatap anak keduanya yang terlihat begitu cantik berbanding terbalik dengan keadaannya yang kalut dan acak-acakan.

"Mama gagal didik kalian, ya?"

"Ma? Mama kok ngomong gitu?"

Saat memberanikan diri mengangkat kepalanya, Ashel menyaksikan satu persatu air mata turun melewati pipinya. Shani menangis. Wanita tegar itu jarang menangis. Terakhir kali Ashel melihatnya menangis ketika Ayahnya meninggal. Dan sekarang Shani menangis untuk kedua saudaranya.

Bukan.

Shani menangisi kesalahannya sendiri sebagai orang tua.

"Maafin Mama udah gagal ngedidik kamu, Ashel. Mama terlalu sibuk sama pekerjaan. Maaf kalau Mama jarang ngeluangin waktu buat denger cerita kalian. Mama..." ucapannya terhenti bersamaan dengan air matanya kembali deras mengalir.

"Ma, ada apa? Ceritain dulu."

"Kamu... tau soal mereka?"

"Soal mereka?" Ashel balik bertanya.

Apa ini soal Azizi sama Marsha?

"Jawab Mama, sayang. Kamu udah tau soal hubungan mereka, 'kan?"

"Maafin Ashel, Ma..."

Shani memejamkan matanya. Ditariknya Ashel ke dalam pelukannya. Tangisannya tak bisa lagi tertahan, dan emosi yang Shani rasakan tumpah di depan anak keduanya.

***

Seperti hari-hari sebelumnya, di pagi hari, Shani akan menyiapkan sarapan untuk ketiga anaknya. Meskipun ia sibuk menjadi seorang direktur utama, ditambah perasaannya sedang hancur lebur, Shani tak lupa dengan tanggung jawabnya sebagai seorang Ibu.

Ashel menapaki anak tangga dengan perlahan saat mendengar bunyi di dapur rumah. Ia mencium bau yang begitu sedap menguar. Saat matanya menatap punggung Shani, pikirannya kembali berkecamuk. Semalam, Shani menangis sambil memeluknya hingga larut. Ashel juga merasa bersalah. Bukan sepenuhnya salah Shani soal ini semua.

"Ma, Mama udah baikkan?"

Shani melirik sepintas. Senyum tipis tergurat di bibirnya. "Sarapan, Sayang. Sebentar lagi mateng. Kamu tunggu dulu, ya, di meja."

Ashel menurut. Ia duduk di meja makan yang sepi itu. Biasanya, Marsha sudah duduk di hadapannya entah membaca komik atau nonton anime kesukaannya. Kini di hadapannya hanya ada angin.

Shani meletakkan tumis kacang panjang dan Ayam goreng di meja makan. "Besok, Mama mau ke sekolah kamu," ucap Shani mendadak. "Mama mau cabut berkas Azizi dari sekolah."

Kedua mata Ashel membeliak, kemudian berangsur-angsur kembali sayu. Tanpa perlu bertanya soal keseriusan, Ashel mendapati keseriusan itu dari sorot mata Shani.

Triplets Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang