Awal Mengenalmu

40 12 3
                                    

Sebuah kebetulan, kala itu aku bertemu dengan mu. Lelaki yang menurutku baik, ramah, dan penyayang. Kau mengingatkan ku pada sahabat pena ku, Artayana. Rambut hitam, kulit coklat, alis tebal, dan mata mu yang indah membuat ku jatuh pada pandangan pertama. Seharusnya aku tak boleh merasakan hal yang membuatku mabuk kasmaran, dengan pemikiranku yang masih polos, aku belum mengerti apa itu jatuh cinta dan apa itu patah hati. Ya, hanya bisa merasa senang hingga terbayang sepanjang malam.

"Siapa nama mu ?" kalimat Agam yang membuat jantung ku berdebar kencang

"Lea, kamu ?" jawabku dengan senyuman tipis menahan malu

"Agam" sambil mengulurkan tangan

Lembut tangan Agam, senyuman terlintas di bibir, membuat ku ingin segera memiliki nya. Karena pada hari itu, aku benar benar merasakan hangat yang tak pernah aku rasakan.

"Kamu mirip dengan teman ku di Bali" ujar ku

"Memang iya? Mirip nya bagaimana?"

"Ya mirip saja, aku lihat dari jauh tadi kamu seperti teman ku, Artayana"

"Baik lah"

"Iya"

"Ngomong - ngomong, apa ada yang marah kalau kita dekat ?" tanya mu dengan penuh tanda tanya

"Enggak ko" jawabku

"Yang benar ?"

"Iya, siapa yang marah ? aku enggak punya pacar"

"Ya sudah kalau begitu"

Sebenarnya, ketika itu aku memiliki laki - laki pemenang hati yang kemudian aku merasa bersalah pada pasangan ku yang berada sekitar 720 kilometer jauh nya. Namun, siapa yang akan mengetahui rencana Tuhan? Semua ini terjadi secara tiba - tiba. Aku lelah menjalani hubungan jarak jauh selama kurang lebih 1 setengah tahun. Hubungan yang memang sudah terlibat kedua orang tua, yang berjanji untuk serius sekitar 4-5 tahun mendatang. Dan pada akhirnya aku mulai berkomitmen dengan diri sendiri untuk mengakhiri hubungan dengan Putra, teman satu tim Bali United Artayana.

Artayana memang kecewa pada ku saat mengambil keputusan bahwa aku akan mengejar cinta ku pada Agam. Menurutnya, Agam adalah laki - laki pemain yang suka memberi harapan para perempuan dan menjatuhkan nya. Aku menentang perkataan Artayana, karena menurutku ia tidak berhak mengatur apa yang akan menjadi pilihan ku.

Putra memang selalu bersikap baik padaku. Dia menjadi peran penting dalam hidupku walaupun aku dan dia baru bertemu 2 kali selama berhubungan. Namun, karena aku merasa hubungan kami membosankan, aku memutuskan untuk selesai setelah aku bertemu dengan Agam. Bodoh? Ya, mungkin.

***
Aku dan Agam memang sering memberi pesan satu sama lain setelah kenal. Kami bercanda, bercerita, dan memberi gombalan bersama. Aku tidak masalah saat aku tahu ia 1 tahun di bawah ku. Karena bagi ku, cinta tidak melulu berpacu pada usia. Bahkan, aku dan Putra juga berbeda 1 tahun waktu itu.

Lalu tiba saat nya Agam menceritakan suatu hal pada ku. Bodoh nya aku percaya, saat Agam bilang tidak memiliki pacar. Masih teringat jelas di pikiran ku, saat itu Agam bilang baru saja selesai dengan masa lalu nya 1 bulan lalu. Tapi ternyata, setelah pertemuan kami yang kedua ia bilang sudah punya pacar. Padahal sebelum itu percakapan kami begitu mesra, seolah Agam memberi ku harapan penuh membuat ku percaya diri ia juga merasakan hal yang sama dengan ku.

"Maaf, untuk saat ini mungkin kita chat saja ya. Aku takut pacar ku tau dia pasti bakal marah dan cemburu." Kata Agam

"Pacar ?" jawabku dengan heran

Inikah yang Kau Sebut Kasih SayangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang