Hari berlalu setelah sekian banyak surprise terlaksana. Aku dan Agam memang banyak beradu argumen karena ponsel nya yang rusak dan ia tidak berusaha untuk mengabari ku. Aku selalu mengeluarkan air mata yang deras, mencaci maki diri ku, dan melampiaskan nya pada orang - orang sekitar ku. Mungkin, yang Agam tahu adalah aku tak akan pernah bisa membenci nya karena itu yang akan menjadi alasan untuk nya terus mengulangi kesalahan. Padahal, Tama sudah berkali - kali mengingatkan sampai pergi menemui Agam ke rumah nya. Tidak hanya Tama, bahkan Mira pun juga berusaha menghubungi teman - teman Agam untuk memberi tahu Agam bahwa aku benar - benar terpuruk karena nya. Ya, aku memang percaya perasaan nya sudah berubah menjadi mencintai ku. Namun, tetap saja hal - hal sepele terus terjadi.
Aku ingat betul pada tanggal 2 Desember, Agam tidak kunjung mengabari ku. Mata ku sembab karena terlalu lama menangis tak henti. Kemudian, aku memberi pesan pada Mira, menanyakan apakah ia sibuk atau tidak. Aku hanya ingin keluar menghirup udara segar karena jika aku terus berada dalam kamar, aku akan semakin menangis dan membanting barang - barang di sekelilingku.
"Mir, kamu sibuk? Aku ingin ke Taman" pesan ku pada Mira
"Kok tiba - tiba? Kenapa?"
"Aku hanya merasa suntuk disini. Aku ingin keluar, karena jika aku terus berada dalam kamar air mata ku akan mengalir semakin deras"
"Kamu nangis, Lea? Karena Agam lagi?"
"Ya aku menangis karena siapa lagi kalau bukan dia?"
"Dia kenapa?"
"Dia tidak kunjung mengabari ku, Mira. Aku sangat kecewa dan dada ku terasa sakit merasakan kesedihan"
"Tapi, apakah kamu yakin akan pergi keluar? Ini sudah pukul 17.00, Lea"
"Tidak apa. Aku hanya ingin keluar Mira"
"Ya sudah, aku siap - siap dulu setelah itu langsung kesana ya?"
Jika kalian bertanya mengapa aku tidak pergi sendiri? Karena aku tidak bisa mengendarai motor ketika itu. Aku selalu meminta tolong pada Mira untuk mengantarkan ku kemana pun. Ya, aku sadar aku selalu merepotkan Mira namun, jika tidak dengan Mira dengan siapa lagi? Aku tidak mungkin meminta Tama untuk mengantarkan ku pergi kemana pun, bukan? Ia memang sahabat ku, namun ia adalah laki - laki dan kebetulan teman Agam sejak kecil. Jika Agam mengetahui ku berboncengan dengan Tama, pasti ia akan sangat marah.
Aku menunggu Mira yang sedang on the way menuju rumah ku. Aku gelisah tanpa sebab. Aku hanya ingin cepat sampai ke Taman. Aku tidak tahu, setiap aku bersedih pasti tujuan ku adalah Taman itu. Selalu tempat itu yang ingin aku datangi, walaupun Taman itu terkenal angker dan tidak terurus. Aku sangat nyaman berada disana. Dengan gubug - gubug berwarna cokelat tua didekat kantor Satpol PP dan dibelakang kantor DPRD.
Dalam perjalanan yang tidak jauh sekitar 2 kilometer, aku dan Mira banyak mengobrol hal - hal tidak jelas. Terkadang apa yang ditanya dan dijawab tidak sesuai karena telinga yang tertutup oleh helm. Aku hanya menahan apa yang ingin aku ceritakan pada Mira hingga kami sampai di Taman. Karena, jika aku menceritakan nya di jalan akan sangat berbahaya.
"Sebenarnya ada apa?" tanya Mira ketika sudah sampai di Taman
"Agam memang tidak mengabari ku, Mir. Aku tidak tahu aku salah apa"
"Sudah coba bertanya pada ibu nya?"
"Bagaimana mungkin aku bertanya pada ibu nya? Toh ibu nya memang tidak suka pada ku"
"Atau kamu sudah ceritakan masalah ini pada Tama?"
"Belum, aku tidak ingin banyak membebani nya"
KAMU SEDANG MEMBACA
Inikah yang Kau Sebut Kasih Sayang
RomanceTentang Lea, gadis beranjak 17 tahun yang sedang jatuh cinta dengan Agam, Lelaki 15 tahun. Lea yang menutupi sakit nya dengan kebahagiaan bersama Agam, harus menerima kenyataan pahit. Membuat semua orang terkejut dengan perjalanan cerita mereka, hin...