IX

10.4K 1.7K 211
                                    

Sekitar pukul dua siang ketika sekolah bubar, Aruna berjalan bersama Gina ke tempat parkir. Tapi karena peraturan sekolah melarang setiap siswa untuk mengendarai motornya di dalam lingkungan, jadi ketika mereka datang atau pulang, setiap orang harus mendorong motor atau sepeda sampai ke gerbang, di mana mobil yang mengantar atau menjemput beberapa siswa juga berbaris dengan rapi.

Kedua waktu ini adalah yang paling sibuk bagi guru piket dan satpam, karena mereka harus mengatur murid agar tetap sabar dan tidak berdesakan. Aruna juga menemani Gina mengambil motornya, tapi dia sama sekali tidak berniat membantu mendorong sampai ke gerbang.

Keduanya keluar agak lebih lama dibanding yang lain, jadi ketika sampai di depan gerbang sekolah, sudah tidak banyak orang di sana, hanya beberapa mobil yang sedang menunggu.

Gina, yang baru saja akan mengenakan helmnya tiba-tiba berkata, "Bukankah itu polisi yang sering berkunjung ke sekolah? Kenapa dia ada di sana dan bukannya masuk?"

"Mungkin karena dia tidak berniat masuk dan sedang menungguku," jawab Aruna.

Gina melirik temannya dengan tatapan aneh, sebelum kemudian tertawa. "Aku pikir kamu bukan tipe orang yang akan mengatakan sesuatu yang sangat novel sekali seperti ini."

Aruna juga melirik temannya yang naif itu, tidak menjawab, sampai kemudian Argana berjalan mendekat.

Pria itu mengenakan pakaian bebas seperti biasanya, mengenakan kacamata hitam dan dengan latar belakang mobil mahal seperti itu, benar-benar terlalu menarik perhatian. Untungnya sudah tidak banyak orang di sekolah, atau kemungkinan besar akan terjadi keributan.

"Aku pikir kamu sudah pulang lebih dulu karena tidak kunjung keluar," kata Argana saat berdiri di depan Aruna.

Gina yang berdiri di samping membuka mulutnya. Apakah pria ini baru saja berbicara dengan temannya? Jangan bilang jika apa yang Aruna ucapkan tadi benar?!

"Kenapa kamu di sini?" tanya Aruna tenang.

"Menjemputmu," jawab Argana apa adanya. Mendengar sentakan napas kaget dari samping, ia menoleh dan melihat seorang gadis aneh menatap bergantian antara dirinya dan Aruna. Argana mengenali siapa itu dan menyapa, "Kita bertemu lagi."

Gina mengangguk berulang kali sampai helm bulatnya itu bergetar. "Ya, ya," katanya tidak jelas.

Aruna menggeleng ringan ketika melihat ekspresi Gina yang kaya, lantas berkata, "Aku akan pulang dulu, kamu hati-hati," pamitanya.

Gina baru saja akan mengangguk sekali lagi ketika dia sadar dan menahan tangan Aruna. "Kenapa kamu pergi bersama orang itu? Sejak kapan kalian saling kenal sampai dia bisa menjemputmu?"

"Ini cerita yang agak rumit," ungkap Aruna.

Melihat temannya akan berjalan menuju mobil Argana, Gina mengingatkan lagi, "Bukankah sebelumnya kamu berkata bahwa pria ini adalah binatang buas berkulit manusia?! Kenapa kamu justru bersama dengannya?!"

Argana-binatang buas berkulit manusia-Diwangga yang mendengarkan sejak tadi di samping, hanya bisa terdiam melihat kedua gadis itu memperlakukannya seolah ia tuli.

Aruna tidak bisa menahan tawa, terutama ketika melihat Argana meliriknya penuh arti saat mendengar ucapan Gina. "Itu benar," jawab Aruna. Matanya mengarah pada Argana ketika melanjutkan, "Tapi aku pandai berlari, jadi tidak takut tergigit."

Omong kosong apa ini sebenarnya?! Namun, Gina tidak sempat mengatakan apa-apa lagi, karena Aruna sudah menepuk bahunya untuk menenangkan, sebelum kemudian naik ke kursi penumpang mobil mewah itu dan bahkan sempat melambai padanya.

"Aruna!" panggil Gina yang tentunya hanya dibalas dengan deru mesim mobil yang semakin menjauh.

Di dalam mobil, Argana bertanya sambil memandang ke depan, "Jadi, aku adalah binatang buas ketika kamu mengatakannya kepada orang lain?"

Asphodel ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang