XVII

7.1K 1.1K 40
                                    

Ketika Sina membuka matanya kembali, yang dia lihat pertama kali adalah ruangan putih bersih dengan cahaya yang terang. Bau disinfektan menyeruak, seketika menyadarkan Sina bahwa saat ini dia berada di rumah sakit. Tampaknya dia berhasil diselamatkan, bagus sekali dia masih hidup.

"Kamu sudah bangun?"

Sina tersentak ketika mendengar suara itu, tidak tahu bahwa sebelumnya ada orang lain di sana. Saat melihat Romi berdiri di satu sisi dengan ponsel di tangannya, Sina menganggukkan kepalanya ringan.

Romi menekan tombol di sisi ranjang untuk memanggil dokter, dan tidak lama kemudian, beberapa orang masuk ke dalam ruangan untuk memeriksa kondisi Sina.

"Apakah Anda merasa pusing dan mual?" tanya dokter itu yang diangguki Sina dengan lembut. "Ada luka di sisi kepala yang membutuhkan enam jahitan, dan kepala Anda terbentur sehingga itu memang akan menyebabkan mual. Kita akan menunggu sampai 24 jam, jika gejalanya tidak berkurang, kita harus melakukan pemeriksaan lebih lanjut."

Menurut penjelasan dokter, kondisi Sina sebenarnya cukup baik, bahkan patah tulang kakinya tidak separah yang terlihat. Setelah satu bulan penyembuhan, dia bisa melepas gips dan itu akan baik-baik saja. Yang perlu diperhatikan lebih serius adalah benturan di kepalanya, karena Sina jatuh cukup keras dari puncak tangga.

Setelah mengantar dokter itu keluar, Romi kembali lagi ke dalam ruangan dan berkata pada Sina, "Pihak sekolah tidak curiga ini dilakukan oleh seseorang, jadi mereka tidak menelepon polisi. Kami tahu tentangmu saat Alwan melacak lokasimu di rumah sakit."

Dari saat Sina sadar, dia sudah memikirkan apa yang terjadi hari itu, atau lebih tepatnya satu hari yang lalu. Kini ketika dia mengingat kembali, Sina langsung berkata, "Ini gadis itu!" Melihat Romi yang menatapnya penuh tanya, Sina menambahkan, "Aruna, dia yang mendorongku!"

"Kenapa kamu berbicara seperti itu?" tanya Romi.

Sina lantas menceritakan apa yang terjadi sebelumnya, mengenai peringatan Aruna tentang agar dia tidak berdiri di dekat tangga sampai hari itu, sebelum Sina pingsan dan mendengar suara Aruna berbicara padanya.

Romi menatap wanita itu aneh, sebelum akhirnya berkata, "Apa kamu tidak salah? Justru Aruna yang memanggil satpam untuk menolongmu, sebelum kemudian mereka menghubungi rumah sakit."

Ekspresi terkejut Sina tidak bisa ditutupi. "Tidak mungkin! Aku yakin aku didorong dari puncak tangga, dan selain Aruna, aku tidak melihat siapa pun di sana!"

"Kami juga awalnya curiga kamu jatuh dengan disengaja oleh orang lain, jadi Alwan sudah memeriksa kamera pengawas di gerbang sekolah itu. Pada waktu yang diperkirakan ketika kamu kecelakaan, Aruna baru saja masuk ke sekolah. Pada saat itu, masih ada beberapa siswa lagi yang baru saja keluar dari sana, jadi kita tidak bisa menuduh sembarangan orang."

Sina merasa kepalanya sakit mendengar itu. Dia yakin sekali jika Aruna yang melakukannya, karena selain gadis itu, tidak ada orang lain yang akan membencinya. Bagaimanapun, Sina kadang akan menunjukkan sikap bias terhadap Aruna tanpa alasan, jadi gadis itu pasti akan kesal padanya.

"Bagaimana mungkin, jelas-jelas dia yang ...." Sina tergagap dan akhirnya tidak mengatakan apa pun lagi.

Melihatnya seperti itu, Romi akhirnya menasihati, "Kamu sebaiknya istirahat dulu dan pulih dengan baik sebelum kembali ke sekolah itu. Bahkan jika kamu mencurigai seseorang dan orang itu menargetkanmu, jangan tunjukkan apa pun, berpura-puralah kamu tidak tahu apa-apa. Dan," Romi menghela napas sebelum menambahkan, "jangan lakukan apa pun yang tidak diperintahkan."

Bahkan sampai Romi pergi dari ruangan itu, Sina masih membeku di tempatnya. Dia jelas paham bahwa kalimat terakhir yang pria itu ucapkan adalah apa yang Argana perintahkan untuk disampaikan padanya. Jika memang tindakannya telah membuat pihak di belakang layar waspada, maka Sina sadar bahwa dia sudah membuat kacau dan merusak rencana Argana.

Asphodel ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang