VI

10.9K 1.7K 174
                                    

"Apa yang kamu lakukan di sana?" Ketika Gina kembali dari kamar mandi dan masuk ke kelas, dia sedikit terkejut melihat Aruna duduk di kursi milik Aran dan menatap ke luar jendela.

Pada jam istirahat, hampir semua siswa berada di luar kelas. Adapun mereka yang tersisa kini menatap Aruna dengan aneh, mungkin bertanya-tanya apakah dia sedang kesurupan, jadi tanpa takut duduk di kursi Aran sebelumnya? Karena selain Aruna, semua orang menghindari tempat itu seperti sumber wabah. Tentu saja, kini kursi kosong milik Riana juga diperlakukan sama.

"Aku hanya ingin melihat apa yang dia lihat," jawab Aruna.

Gina memasang wajah bingung. "Siapa?"

Aruna tidak langsung membalas. Dia menatap ke area taman belakang yang sering dijadikan para siswa sebagai lokasi bersantai saat jam istirahat karena di sana cukup rindang dan semua tanahnya ditutupi rumput lembut, itu nyaman untuk duduk atau berbaring.

Melihat jika temannya masih menatap ke luar seolah ada yang menarik di sana, Gina dengan hati-hati mendekat dan berjalan ke belakang Aruna untuk mengintip. Namun, dia tidak melihat apa pun di sana selain beberapa siswa yang sedang bermain.

"Beruntung sekali menjadi gadis cantik," kata Aruna tiba-tiba.

"Kamu sedang memuji dirimu sendiri?" balas Gina kesal.

Aruna tertawa kecil. "Bukan. Maksudku adalah, gadis cantik biasanya memiliki banyak lelaki yang suka pada mereka."

Gina merasa janggal dengan kata-kata Aruna. Dengan ragu dia bertanya, "Biasanya? Artinya ada juga yang tidak beruntung, bukan?"

"Hm," gumam Aruna setuju. Gadis itu lantas bertanya, "Kamu pernah menyukai seseorang?"

Gina tidak tahu ke mana perginya pembahasan ini, tapi dia tetap dengan sabar meladeni temannya, "Tentu saja."

"Bagaimana?"

"Apanya yang bagaimana?"

"Kamu berhasil mendapatkan orang yang kamu sukai?" tanya Aruna lebih jelas.

Gina bergeser ke samping meja dan menyandarkan pinggangnya di sana. "Tidak." Gadis itu menggeleng. "Dia menyukai orang lain."

"Kasihan."

Gina merasa Aruna memang sengaja mengejeknya. "Bagaimanapun, cinta pertama itu jarang berakhir baik, paham?" katanya kesal.

Aruna tampak merenung, sebelum beberapa saat kemudian menganggukkan kepalanya. "Kamu benar," katanya sambil melirik ke arah Melati yang baru saja masuk ke dalam kelas, sebelum memalingkan kepalanya kembali dan melihat orang-orang yang duduk di taman. "Cinta pertama biasanya berakhir buruk, karena itu kebanyakan orang sulit melupakannya."

* * * * *

Malam sudah sangat larut, tapi lampu di sebuah kamar rumah mewah itu masih menyala. Di depan meja belajar, seorang gadis dengan rambut bergelombang yang kusut duduk termenung. Gadis itu adalah Wanda, orang yang menjadi salah satu tersangka yang sebelumnya sempat dicurigai sebagai pelaku pembunuhan Riana.

Wanda duduk dengan kepala tertunduk, wajahnya yang memiliki fitur cantik saat ini tampak sedikit suram. Bagaimana tidak, beberapa hari yang lalu dia didatangi seorang petugas penyidik dan ditanyai seolah dia adalah seorang pelaku kejahatan. Wanda bukan orang bodoh. Dia yakin sekali jika polisi itu memang mencurigainya sebagai orang yang kemungkinan besar berhubungan dengan kematian Riana.

Meskipun Wanda pada akhirnya dapat memberikan alibi untuk membersihkan namanya, tapi dia harus membayar mahal untuk itu. Tanpa pilihan, Wanda terpaksa mengungkapkan jika saat itu dia sedang bersama Ares, pacarnya yang juga merupakan seorang guru di sekolah. Wanda tahu jika polisi itu tidak akan menyebarkan perihal ini kepada orang lain, tapi tetap saja itu benar-benar mengganggu karena Wanda harus menceritakan rahasianya kepada orang luar.

Asphodel ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang