09.00

5 1 0
                                    

02 Agustus 2022

Oke. Melanjutkan di lembar 08.00. Aku akan berbagi cerita semasa kecilku dulu yang menurutku aneh tapi suka aja walaupun ada yang bergidik ngeri. Karena ya itu kisahku,  hehe.  Manusiawi kan ya menyukai kisah sendiri.






Emm dulu sewaktu kecil, ada satu pemikiran yang buat aku bingung dan ketika dewasa terjawab sudah.

Pemikiranku begini. "Bentuk fisik dari tuhanku Allah swt itu seperti apa ya? Kapan ya aku bisa bertemu dengan Allah? Aku ingin bertemu dengan Allah. Ingin masuk surganya. Ingin bertemu baginda Rasulullah juga. "

Yang dimana semua itu terjawab sudah ketika aku mempelajari sebuah kisah nabi. Yaitu kisah dari nabi Musa as.

Di dalam kisahnya disebutkan bahwa nabi Musa pernah berkeinginan untuk melihat wujud dari Allah swt. Dan untuk mewujudkannya. Nabi Musa pun diminta melihat kearah gunung atau bukit. Dan ketika melihatnya tiba-tiba terdengar guntur yang keras dan nabi Musa pun pingsan karena tidak kuat melihatnya. Alhasil setelah nabi Musa tersadar. Beliau langsung saja beristigfar kepada Allah.  Meminta ampunan kepada Allah swt.

Dan aku juga menonton salah satu video dari channel dakwah di youtube bahwa kita sebagai umat Islam tidak boleh menerka-nerka bagaimana wujud fisik dari Allah swt. Karena itu bisa merusak tauhid kita. Astagfirullah. Ya Allah maafkan hamba karena pernah berpikir seperti itu Ya Allah.

Ya, dulu aku memang salah. Kekepoanku sungguh diluar batas wajar. Aku yang sangat kepo akan keberadaan tuhan dan ingin melihat Allah swt. Dengan polosnya pada suatu hari ketika dalam perjalanan menuju ke rumah kakek dan nenekku aku bertanya kepada ibuku sambil menunjuk kearah langit yang ada gumpalan awannya. "Mak. Mak. Sawangen. Iku Allah kan?". Sahutku dengan ceria sambil menunjuk gumpalan awan itu berimajinasi tinggi tentang tuhanku Allah.

Seketika ibuku langsung saja memukul tanganku yang sedang menunjuk itu sambil memarahiku bahwa aku tidak boleh mengatakan hal seperti itu. Aku langsung saja disuruh beristigfar oleh ibuku. Dan dengan wajah polos aku pun menurutinya. Karena aku sadar jika aku salah.  Hatiku mengatakan itu salah. Bahkan hatiku bergetar takut setelahnya. Dan aku sadar akan hal itu. Karena hati itu adalah suci. Ia tidak akan membohongi pemiliknya. Walaupun seiring bertambahnya usia. Maka bertambahlah dosa dan hati yang suci itu akhirnya pun ternoda satu persatu jika orang tersebut banyak melakukan maksiat. Karena maksiat akan menghadirkan satu persatu noktah hitam di putih hatinya seiring banyaknya orang itu bermaksiat. Dan ketika sudah overdosis maksiatnya, hati pun akan menjadi hitam dan keras. Karena maksiat itu menyebabkan kita menjadi jauh dari Allah swt. Dan itu perbuatan tercela. Satu-satunya cara untuk mengembalikan itu semua adalah dengan bertaubat. Beribadah. Meminta ampunan kepada Allah swt. Dan berkomitmen juga berjanji tidak akan mengulangi perbuatan itu lagi. Dan itulah yang dinamakan. Taubatan Nasuha.

"Astagfirullahhaladzim". Kuucapkan itu berkali-kali sampai hatiku terasa tenang. Karena hatiku gelisah dan tidak tenang. Dan aku menyadari bahwa apa yang aku lakukan itu salah. Aku tidak boleh seperti. Aku tidak boleh.

Ya Allah. Pada waktu itu aku juga sudah sadar bahwa apa yang aku lakukan bisa berakibat fatal. Bisa berdampak kepada tauhidku. Dan itu adalah dosa. Aku takut.

Ya Allah maafkanlah kesalahan dan dosa hamba dari masa lalu, masa sekarang,  dan masa yang akan datang Ya Allah. Hamba memohon ampun Ya Allah atas segala dosa dan kekhilafan hamba karena manusia adalah tempatnya lupa dan lalai dan banyak salah juga dosa. Hamba memohon ampun atas segala dosa hamba Ya Allah. Astagfirullahaladzhim. Astagfirullahaladzhim. Astagfirullahaladzhim. Aamiin.

SUaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang