Worried

320 30 0
                                    

Aku sudah memantau kelakuan kurang ajar mereka sejak barcode tiba, kelakuan yang seharusnya tak pantas untuk ditunjukkan, begitu memuakkan hingga rasanya melenyapkannya saja belum cukup. Meski begitu aku tetap tidak bisa melakukan apa-apa untuk menolongnya, siapa aku? Hingga berhak ikut campur, keberadaan ku saja tidak dianggap lantas jika aku nekat buka suara untuk membelanya apakah mereka akan berhenti atau malah merundungku???

Sesuatu dalam diriku seolah bergejolak gelisah, tapi aku harus bagaimana? Ini diluar kuasaku.

"Astaga, siapa yang begitu tega melakukan ini?"

Pertanyaan sampah itu terlontarkan, untuk apa kW bertanya pada hal yang kW tau dengan jelas prosesnya, dasar jalang sialan.

"Oh jangan lagi, kumohon jangan jatuh"gumamku pelan ketika melihat kearah air yang mulai menggenang dipelupuk matanya.

Brak

Brak

Dia berlari keluar begitu menyedihkan, melihatnya saja cukup mengiris hatiku, aku tau ini mungkin terdengar tak masuk akal dan terkesan berlebihan, dia seorang pria dan akupun begitu, tapi apa cinta selalu harus terpaku pada gender? Bukankah rasa itu mencakup ruang lingkup yang luas?, Aku tidak ingat kapan pertama rasa ini muncul, tapi yang aku tau, rasa maupun dirinya tidak ada yang salah, rasa ini wajar dan dia pantas untuk semua ini.

Selepas kepergiannya hingga saat ini tepatnya bel pertanda pulang sekolah berbunyi, sosoknya tak kunjung kembali meninggalkan sepasang meja dan kursi tempat biasanya dia duduk dalam keadaan tidak layak kosong begitu saja.

Oh jangan bilang perbuatan mereka masih berlanjut dan semua sialan ini sadar namun tak ingin peduli.

"Bastard" ucapan spontanku berhasil mencuri beberapa atensi siswa yang kebetulan duduk didekat ku.

Secepat kilat kubereskan bukuku yang tergeletak bertumpuk diatas meja didepanku, memasukkannya kedalam tas lalu menyambar ransel hitam milik barcode yang sudah berdebu dilantai bekas diinjak oleh para jalang sialan tadi.

Aku keluar untuk mencarinya disetiap sudut sekolah kami yang tidak dapat dikatakan sebagai bagunan kecil yang sederhana, namun pria menggemaskan itu tak dapat kutemukan keberadaannya hingga sampailah kakiku ini didepan tempat menyeramkan yang sejak pertama masuk menginjakkan kaki disekolah ini tak ingin ku masuki.

Samar-samar kudengar suara nafas berat dari dalam sana, setelah memantapkan hati dan menjernihkan pikiran disertai rapalan beberapa doa, aku masuk kedalam.

"Hello~ ada seseorang didalam?" Tanyaku bergetar

Tak ada sahutan dari dalam, tapi suara nafas tadi kini mulai melemah hingga aku merasakan kaos kakiku menginjak sesuatu yang dingin dan membuatnya basah.

"A,,,duhhhh, m,,,aaf kalau sekiranya aku menganggu" ucapku taku sembari mempertemukan kedua telapak tanganku sambil kembali merapalkan beberapa doa.

"Aku hanya sedang mencari temanku, tolong jangan ganggu aku naaaa" pintaku berusaha bernegosiasi dengan makhluk apapun didalam sana.

Walau terlihat bergetar, aku paksakan tetap terus maju menuju bilik terakhir dari kamar mandi ini.

"Sepatunya gak asing, kek pernah liat dimana ya?" Ucapku pada diriku sendiri, dan saat ingatan itu kembali spontan segera kubuka ransel itu dan mengirim pesan singkat.
 
.
 

Mile dan Apo setelah menyelesaikan sarapannya tadi langsung menuju kantor, begitupun dengan Tong yang berangkat ke kantor miliknya bersama Job dan Bass, sedangkan Build kini sedang bersantai sambil menonton tv dengan seember eskrim dipelukannya, tak berhenti menyendokkan kedalam mulutnya.

Suara langkah terburu-buru menarik perhatian Build, Bible tampak begitu panik hingga akan keluar menggunakan sendal rumah kalau saja tidak di ingatkan Build.

"Mau kemana sih? Buru-buru banget" Build meletakkan sepasang sepatu di depan Bible yang dipaksa duduk di sofa terlebih dahulu, disuruh tenang lalu ceritakan apa masalahnya.

"Barcode masuk rumah sakit" Jawabnya cepat sembari memakai sepatu dengan tidak sabaran.

Mendengar itu, es krim yang berada dalam pelukannya lolos jatuh ke lantai, hal yang sama dia lakukan, keluar rumah tanpa mengganti sendal terlebih dahulu.

Bible hanya mendengus pelan kemudian mengambil sepasang sepatu Build yang ada di rak sepatu juga dengan mantel Build yang tergantung karena diluar sedang berangin, dia takut pria cantik itu masuk angin melihat dari pakaian kaos oversize tipis yang dikenakannya.

"Brengsek"

Bible melupakan kalau Build suka mengenakan celana pendek ketika dirumah, memamerkan kaki putihnya yang indah, kaki yang selalu jadi pilihan utama saat dia merasa lelah. Awalnya dia tidak mempermasalahkannya, tapi kalau sependek itu yang ada aset kebanggaannya itu bahkan jadi tontonan orang dan dia bukan tipikal orang yang senang berbagi.

Build yang tidak sabaran lantas menurunkan kaca jendela mobil.

"Bib buruan" Desaknya tak sabaran, menyadarkan Bible yang kesal tak bisa berbuat banyak karena Barcode juga penting.

Tbc.

Bontot (Finish) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang