TEARS

296 30 0
                                    

Perlahan Barcode membuka matanya, menampilkan langit langit bernuansa putih yang begitu asing.

Tenggorokannya perih, perutnya lapar, dan juga sedikit sakit diarea dada sebelah kirinya. Saat mencoba memutar kembali ingatan dalam otaknya, suara pintu yang dibuka mengintrupsinya. Disana sudah berdiri dua sosok Abang yang selalu memasang badan paling depan jika dirinya terkena masalah.

Abang yang tak pernah sekalipun memarahinya

Abang yang selalu membuatnya merasa diinginkan

Abang yang sampai kapanpun akan selalu mencintainya.

  
 
"Siapa yang melakukannya?" Tuntut Bible namun masih dengan nada lembutnya membuat Build spontan memutar bola matanya malas lalu menyingkirkan Bible dari hadapannya agar dia dan Barcode bisa lebih leluasa berinteraksi.
  
 

"Bagaimana perasaanmu sekarang nong? Apa masih sakit?" Tanya Build tak kalah lembut.

Barcode bukannya menjawab malah menangis kejer, pertahanannya runtuh, salahkan pada sepasang manusia didepannya ini yang selalu memperlakukannya sangat manis.

Ta yang ketiduran disisi ranjang sambil menggenggam tangan kiri Barcode menjadi terusik, lalu berganti senang mendapati sang adik sudah sadar, tapi kenapa dia malah menangis?

Bible yang ingin menghapus air mata Barcode terhenti dan mengurungkan niatnya saat Build lengsung membawa tubuh Barcode untuk dipeluk.

Barcode menumpahkan segala kekesalannya, sakit hatinya, dan juga sesuatu yang mengganjal dirasakannya tapi tak tau itu apa, semua dia lepaskan dalam pelukan hangat build hingga dirinya kembali menutup mata namun kali ini lebih tenang dengan nafas yang beraturan.
 
 
 

Ta pov
   

Bel pertanda pelajaran usai sekaligus waktu paling dinanti yaitu pulang sekolah mengintrupsiku yang dengan nyaman merasakan angin sejuk menerpa wajahku sejak tadi. Kubiarkan siswa yang lainnya bergerak lebih dulu meninggalkanku sendirian dalam ruangan kelas, aku tidak begitu suka berhimpitan dan saling mendahului saat ingin keluar dari kelas.

Setelah aku rasa mulai sedikit lenggang barulah ku rapikan buku yang sejak tadi terbuka tanpa niat ku baca diatas meja.

Tepat ketika akan bangkit dari duduk dan berlalu untuk menemui Barcode dikelasnya, layar ponselku yang semula gelap kini berkedip menyala menampilkan satu notifikasi dari akun lambe disekolah. Aku mengabaikannya dan memilih segera menjemput Barcode dikelasnya, tak ingin mendengar ocehan kesalnya karena telah lama menungguku.

Ting.

Sekali lagi sebuah notifikasi mengintrupsi langkah ku yang hendak pergi. Tapi kali ini bukan dari akun gosip melainkan. Barcode!

Tanpa pikir panjang, aku segera keluar dari kelas dengan denyut jantung yang memompa ekstra.

'Tidak,, Barcode tidak akan kenapa-napa! Dia akan baik baik saja'

Ku abaikan tatapan heran dari beberapa siswa yang masih berada di koridor sembari terus mempercepat langkahku mengikuti titik yang menunjukkan keberadaan Barcode.

Dengan nafas memburu aku sampai di toilet pria lantai atas.

Toilet yang hanya digunakan siswa-siswa nakal.

Toilet yang menjadi saksi rumor yang hingga kini tidak pernah terbukti kebenarannya yang menjadikannya angker.

Toilet yang menjadi saksi bisu kebejatan beberapa siswa.

Dengan tidak sabaran ku buka setiap pintu di bilik toilet itu dan tak satupun menampilkan tubuh Barcode disana, aku semakin frustasi saat merasakan sepatu yang ku kenakan menyentuh genangan air yang kemungkinan besar bersumber dari bilik paling ujung yang menjadi tempat awal rumor itu ada.

Ku tarik nafasku dalam lalu ku hembuskan kasar, kuyakinkan pada diriku sendiri bahwa semuanya baik-baik saja, barcode tidak ada disana dan itu mungkin saja hanya kran yang terbuka menjadikannya tergenang seperti ini.
  
  

Tap

Tap

Tap
   

Ada yang aneh disini, mengapa seolah tempat ini habis dijadikan lokasi bullying, melihat posisi alat pel, sapu, dan alat kebersihan lainnya seolah disengaja untuk mengganjal agar seseorang didalam sana tidak dapat membuka nya.
 
 

"Oh shit"
   

Sepasang kaki yang berbalut sepatu sneaker berwarna hitam yang amat kukenali itu terlihat dari celah bawah. Setiap bilik memang dirancang agar dinding dan pintunya tidak menyentuh bagian lantai, mengantisipasi terjadinya asusila maupun hal lain.

Nafasku memburu dengan tangan yang secara spontan menyingkirkan segala bentuk penghalang itu dan ketika pintu terbuka...
  
 

"B...barcode?"
   

Nafasku tercekat, mataku membulat terkejut sekaligus tak percaya dengan apa yang ku lihat, tubuh itu untuk kedua kalinya kulihat lagi dalam keadaan yang hampir sama persis, bibir penuh yang biasanya mengoceh tanpa henti itu kini tertutup rapat dan berubah pucat, kulitnya yang putih terekspose cukup jelas dari seragam yang basah mencetak bodynya disana.

Aku berjanji pada diriku sendiri untuk memberikan balasan 2 kali lipat lebih parah jika sampai menemukan pelakunya.

   
.
  
 
 

"Mae hiks, Mae khab... "
 
 

Air mata barcode menetes dari sudut matanya, memohon dengan begitu menyakitkan dan aku lagi lagi hanya bisa diam sambil sesekali mengelus tangannya yang ku genggam erat dengan menggunakan jempol.

Mengapa dia menanggung luka seberat ini diusinya yang seharusnya bahagia.

Yang awalnya hanya terisak pelan dengan memanggil pilu ibunya, bertambah dengan teriakan histeris namun masih dalam keadaan setengah sadar. Aku panik, mau memanggil dokter tapi takut meninggalkan barcode sendiri, aku takut dia terluka.

Pikiranku kacau, aku tidak pandai menangani hal semacam ini, bagaimana ini.

Suara monitor yang memantau detak jantung barcode berbunyi, semakin membuatku frustasi.
 
 

"Shit" Umpatku dan langsung memeluknya.
  
  

"It's okay, aku disini" Ucapku menenangkan sambil mengelus Surainya agar dia dapat merasakan bahwa kali ini dia tidak sendiri.
   

"Code, aku disini bersamamu, disisimu, jadi kau harus tenang oke" Tambahku sambil terus berusaha menenangkannya dengan segala bentuk kalimat lembut lainnya.

Tbc.

Bontot (Finish) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang