Titik terang

177 20 1
                                        

Tempat pertama yang didatangi Barcode ialah tempat tinggalnya dulu, tempat dimana kenangan buruk dan dendam itu dimulai.

Rumah itu tampak menakutkan dengan berbagai tanaman rambat yang hampir menutup seluruh bagian dindingnya. Barcode membawa langkahnya masuk kedalam bangunan yang delapan puluh persen terbuat dari kayu itu.

Kriettt

 
  
"Uhuk"  
 

Ketika pintu berhasil dibuka, elemen pertama yang menyambut mereka dengan ramah adalah debu tebal. Keadaan rumah ini tidak banyak berubah sejak terakhir ditinggalkannya untuk mengejar kasih sayang dari pria brengsek yang ternyata sama busuknya dengan sang ibu hanya berbeda cara saja.

Perabotan masih tertata rapi ditempatnya namun tertutup debu tebal, Barcode berniat membawa langkah kakinya menuju gudang penyiksaan nya dulu namun berubah pikiran setelah netranya menangkap sebuah pintu asing yang tidak pernah diketahuinya ada didalam rumah itu.
 

"Code" Panggilan Ping menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang tempat pria jakun itu berada.

"Kita pulang aja yuk, tempatnya seram, aku takut" rengek Ping memasang wajah memelasnya.

Barcode menggeleng, "kalau kau takut tunggu diluar saja tidak papa, aku bisa melanjutkannya sediri" Barcode mengusir halus yang tentu saja tidak diidahkan ping.

Bagaimana kalau Barcode kenapa Napa? Kan dia juga yang repot, mana para abangnya serem semua lagi. Membayangkannya saja sudah mengerikan, apalagi sampai benar-benar merasakan.

Saat dirinya sedang sibuk dengan pikirannya, tanpa dia sadari pemuda itu sudah hilang dari hadapannya.

  

"Barcode, t-tunggu"

 
  
***

Suara motor Ta terdengar memasuki halaman rumah, membuat Apo bergegas keluar untuk menyambut si bontot kesayangan namun senyum yang merekah indah itu harus lenyap dan digantikan kerutan pada dahinya.

Ta sedikit terkejut mendapati Apo yang berdiri didepan pintu, ini kali pertamanya Apo bertindak berlebihan seperti ini, apalagi jika melihat jam sekarang seharusnya dia masih berada di kantor bersama Mile.

"Ta, Barcode mana?" Tanya Apo ketika jarak mereka sejajar dimana Ta akan melenggang masuk kedalam rumah.

"Ngerjain tugas kelompok bareng temannya" jawabnya acuh sambil kembali melangkahkan kakinya masuk.
  

"Sendiri?"
 

"Bareng temannya kak" Balas Ta mulai kesal, mana ada orang kerja kelompok sendiri.

"Gak, maksud kakak, Barcode kamu tinggal sendirian sama temannya?" Apo terus bertanya sambil mengikuti Ta dari belakang.

Pria yang sedang diikuti itu menghentikan langkahnya yang sudah berada tepat didepan pintu hitam yang bertuliskan 'Nakunta' lalu berbalik menghadap Apo yang memasang ekspresi sulit dijelaskan, seperti perpaduan bingung, kesal, tak percaya jadi satu.

  
"Iya, ada lagi yang mau ditanya?"

Apo menggeleng kemudian membuat gesture mempersilahkan Ta masuk kedalam kamarnya sedang dia berbalik menjauh dari sana dengan ekspresi khawatir.

  
***

  
Sudah sekitar sepuluh menitan Barcode mengobrak abrik isi ruangan itu, mencari sesuatu yang dianggapnya bisa sedikit membantu nya menemukan alasan dibalik tingkah kejam sang ibunda juga alasan atas dirinya yang dipisahkan dari sang ayah terlepas dari perbuatan keji terhadapnya. Dia masih menyangkal dan berpegang teguh pada pemikirannya jika memang sang ibunda hanya kebetulan saat menolongnya waktu itu, mungkin saja dia sudah lelah akan hidupnya atau dia segitu inginnya terlepas dari tanggung jawab atas putranya yang sudah menyusahkannya. Mengingat kejadian itu membuat air mata Barcode jatuh deras, walaupun wanita itu selalu menyiksanya namun jauh dilubuk hatinya dia amat merindukan sosok wanita yang menjadikannya ada didunia hingga saat ini.

Barcode menetralisir rasa sedihnya, dia tidak ingin perasaan emosional ini menghambatnya dalam mencari kebenaran, tidak ada satupun hal didunia ini yang kebetulan, pasti segala sesuatu memiliki sebab akibat.

Sampai akhirnya apa yang dia cari ditemukannya, sebuah amplop coklat berisi satu buku tabungan, kotak merah, dan sebuah buku berwarna coklat berbahan kulit yang tertera namanya pada sampul depan buku itu.

Awalnya Barcode ragu, dia belum siap jika isi buku itu ternyata sama dengan apa yang dipikirkannya namun ping menguatkannya dan memberinya dorongan.

"Aku gak tau kamu lagi cari apa dan kenapa, tapi menurutku segala sesuatu tidak dapat disimpulkan hanya dengan satu sisi"

Barcode menutup matanya sejenak, mencari kekuatan disana kemudian menarik nafas dalam lalu menghembuskannya pelan sembari tangan yang tergerak membuka buku tersebut selembar demi selembar.

Lembar pertama buku itu tertulis indah namanya menggunakan tinta berwarna emas, tidak ada yang begitu spesial dari isinya sampai pada pertengahan buku yang dimana menjatuhkan selembar foto seorang bayi mungil didalamnya. Pada ujung bawah sebelah kanan ada tulisan huruf B dengan gambar hati disebelahnya.

__________________________________________________
Barcode Tinasit Kittisawad
Putra kecil ibu yang sangat menggemaskan
Ibu tidak tau bagaimana nasib kehidupan kita kedepannya, ibu hanya ingin barcode tahu, ibu teramat mencintaimu lebih daripada apapun.

Sayang
Percayalah, ibu tidak ingin melakukan itu padamu, ibu akan melawannya demi dirimu, kau boleh membenci ibumu ini, ibu pantas mendapatkannya.

Sayang
Maaf karena sudah menyakitimu, jika Tuhan mengizinkan ibu bertemu padamu lagi dikehidupan selanjutnya, ibu berharap kita menjadi asing satu sama lain.

Ibu ingin kau melupakan wanita keji ini

Ibu selalu berdoa kepada Tuhan untuk selalu melindungimu dari apapun termasuk diri ibu sendiri.

Maafkan ibu

Maafkan wanita keji ini

Ibu tidak tau masih pantaskah diri ini mendapatkan pengampunan mu???

Ibu jahat ya

Tetaplah kuat sayang dan jangan menyalahkan kakakmu, dia pun korban dari keegoisan ibu. Kalau saja waktu itu ibu tidak memaksakan diri  ingin membesarkan mu, mungkin kehidupanmu akan jauh lebih baik.

Terima kasih sudah bersedia menjadi anak ibu

Ibu mencintaimu
__________________________________________________

Tes

Hiks

Barcode meremat buku itu dengan satu tangan yang menutupi matanya sendiri, dia menangis lagi. Dia masih belum paham maksud dari tulisan tangan ibunya dalam buku itu, semuanya masih terlalu abstrak, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa seolah-olah ibunya melakukan semua itu karena terpaksa? Lantas siapa dibalik ini semua ini?

"Sepertinya ibumu sangat menyayangimu ya"

Ucapan Ping membuat Barcode membuka tangannya yang tadi digunakan untuk menutup matanya. Ping menyodorkan buku tabungan yang ternyata sengaja disiapkan ibunya untuknya. Tak berhenti sampai disitu, saat ping berinisiatif membantu barcode untuk membuka kotak merah yang sepertinya sebuah kotak perhiasan itu, tangisan Barcode semakin memilukan. Kalung yang dulu bahkan tidak berani dipikirkannya sekarang berada di hadapannya.

"Dasar wanita egois"

"Sedang apa kalian disini?" Tanya seorang perempuan yang terlihat berumur sekitar awal lima puluhan.

Barcode membereskan kekacauan yang dibuatnya, mengusap kasar jejak air mata di wajahnya, kemudian bangkit membawa serta semua bukti peninggalan ibunya untuk dimintai klarifikasi ke Apo nantinya.

Barcode dengan acuh melewati wanita asing itu disusul dengan ping dibelakangnya yang sebelumnya memberi gesture permisi dengan sopan ke wanita asing itu.
  

"Kau pasti putra bungsu nampheung kan?"

Ucapan wanita itu berhasil membuat barcode menghentikan langkah kakinya dan berbalik kearahnya seperti menuntut sesuatu membuat wanita itu tersenyum simpul.

Wanita itu menatap wajah Barcode lekat tanpa memudarkan senyumnya kemudian menghembuskan nafas pelan.

"Ikut denganku" perintahnya yang serta merta dituruti Barcode.

Tbc.

Bontot (Finish) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang