Huggie

149 16 0
                                    

Langit yang tadinya kelabu kini telah menjatuhkan butiran butiran air nya dalam skala besar, membuat segala aspek dibawahnya menjadi basah dengan menimbulkan aroma khas Petrichor.

"Terima kasih sudah mau aku repotkan...

...aku masuk ya" Pamit Barcode ke Ping sembari membuka pintu mobil, namun bersamaan dengan tangan Barcode yang menyentuh pegangan pintu, Ping menahan satu tangan pemuda itu untuk dia genggam mencoba menyalurkan kekuatan.

Rasa hangat dari tangannya yang digenggaman Ping menjalar hingga ke hati nya. Teman sekelasnya itu seolah tau bahwa dirinya sedang membutuhkan dukungan. Namun bukan ini yang ia butuhkan.... Setidaknya...

Bukan orang ini.

Barcode tersenyum lemah. Sorot matanya masih sama redup nya seperti tadi. Dari bibir nya keluar helaan nafas lelah.

"Istirahat" Ping dengan lembut lalu melepas genggamannya ditangan Barcode agar pemuda itu bisa turun dari mobil.

Setelah memastikan teman tuannya berlalu, supir sekaligus orang kepercayaan Ping yang gemas pun akhirnya angkat bicara.

"Apa tidak apa-apa teman tuan berjalan tanpa payung seperti itu?" Tanyanya segan, sedikit merasa iba melihat pemuda yang berjalan dengan linglung dibawah derasnya air hujan dengan tubuh menggigil.

"Umn...

... Dia tak membutuhkannya" Jawab Ping yang lebih seperti bergumam dengan pandangan kosong yang mana lurus ke arah tubuh Barcode yang bergetar entah karna kedinginan atau karna kesedihan yang ia coba tutupi melalui air yang menimpa tubuhnya.

***

Untuk kali kedua ruang keluarga itu penuh akan para Abang, dari yang tertua hingga yang paling muda, kali ini personelnya lengkap dengan tujuan yang sama, perasaan yang sama menunggu seseorang membuka pintu utama dengan senyum cerahnya walau di luar sedang hujan deras.

Cklek

Tes

Tes

Wajah pucat berbalut seragam lengkap yang sudah basah kuyup mencetak lekuk tubuh indahnya. Kulit yang putih itu terekspose sempurna dibalik seragam basah itu. Butir butir air mengalir dari sekujur tubuhnya, membuat pemuda itu semakin terlihat menyedihkan.

Tatapannya kosong dengan mata yang redup persis seperti keadaan diluar sana membuat Apo bergegas bangkit diikuti Build dan juga Tong untuk menghampiri sibungsu.

"Nong, kau baik baik saja?" Tanya Apo khawatir sembari membantu menyingkirkan rambut depan Barcode yang nyaris menutup sebagian wajahnya.

"Sudah makan? kau pasti lapar. Phi baru saja membuatkan makanan kesukaanmu, makan dulu yuk" Timpa Tong lembut. Sedang build yang tak tau harus bertanya apa karena yang ingin ditanyakannya kurang lebih sama dengan pertanyaan yang dilontarkan kedua pria itu. Memilih diam menunggu jawaban dari si bungsu yang terlihat seolah telah kehilangan separuh jiwanya.

Barcode tersenyum getir, dia terlalu lelah untuk sekedar mengucapkan sepatah kata, hatinya remuk, jiwanya hancur dengan kepala bagian belakangnya yang tegang.

Kenyataan memukulnya telak, orang yang selama ini di bencinya adalah orang yang paling berkorban agar dirinya dapat tetap hidup disaat lelaki  yang menyandang status sebagai kakak kandungnya tak berbuat apapun untuk sedikit meringankan beban, setidaknya itu yang kini menyelimuti akal sehatnya.

"Nong?"

Belum sempat tangan Apo menyentuh wajah sang adik, suara tercekat Barcode membuat tangannya membeku di udara "....Barcode lelah" Mata pemuda itu semakin memerah dengan air yang tergenang pada kelopak matanya.

"Ba... Barcode?" Apo yang mencoba memeluk sang adik namun kembali harus menelan pil pahit saat tubuh si bungsu yang mundur dengan langkah kecil.

Bibir Barcode bergetar... Kepalanya menggeleng pelan dengan mata memerah dan berair namun tak sampai terjatuh pada wajah pemuda itu. ".... Tolong phi... Barcode benar-benar lelah... " Tangan nya tertangkup di depan dada, memohon dengan frustasi agar tidak di dekati.

Saat ini Barcode hanya ingin sendiri, cukup biarkan dia berfikir sejenak mencerna rentetan kejadian dalam memorinya yang telah lama terkubur dengan rasa benci. Barcode belum ingin berbicara pada siapapun, dia takut yang keluar dari mulutnya tidak pantas dan akan menyakiti orang lain. Dia tidak ingin ada penyesalan lain...

"Tunggu"

Mile meletakkan tab berisi kerjaannya yang baru saja ia selesaikan dan kirim melalui email di atas meja, membuka silangan kakinya kemudian berjalan kearah Barcode. Menatapnya sebentar dan...

Greb

Tangan kekar yang hanya akan memeluk APO itu membungkus tubuh kecil Barcode, membawanya dalam kehangatan yang biasanya hanya ditujukan untuk Apo seorang.

Tindakan mile yang memeluk barcode secara spontan, sontak menarik perhatian yang lainnya, bahkan Bible, US, dan Job bangkit dari duduknya takut kalau-kalau mile berbuat yang aneh ke Barcode.

"H-hiks..."

Suara tangisan pelan memilukan itu mengubah suasana tegang menjadi bingung. Barcode yang semula merasa bisa menanggung semuanya sendiri langsung runtuh. Isaknya semakin kencang seolah tengah mengeluarkan segala keresahan, kebencian serta kekecewaannya pada dirinya sendiri kala tangan Mile tergerak untuk mengelus surai hitamnya lembut sembari terus merapalkan kalimat "Tidak apa, keluarkan saja semuanya"

.

Usai membersihkan diri kini Barcode duduk menatap lurus kearah pantulan dirinya di cermin.

Tes

"H-hiks,,"

Dia terisak lagi, air mata kembali membasahi pipinya.

Air mata yang ditujukan atas kebodohan dirinya yang tak dapat melihat ketulusan dari wanita yang ternyata amat sangat mencintainya melebihi apapun didunia ini.

"Nampheung menentang keinginan orang tuanya untuk menikah lelaki selain ayahmu disebabkan dirimu yang kala itu berada dikandungannya"

Ujar wanita paruh baya yang mengenalkan diri sebagai teman baik ibunya itu sambil menyentuh pelan bahu Barcode yang entah sejak kapan mulai terisak.

"Dia bahkan sempat mengalami depresi berat setelah melahirkanmu, tapi saat kami ingin membawanya berobat dan meninggalkanmu saja di panti asuhan, dia menolak keras, dengan alasan hanya dia yang kau miliki". Lanjutnya membuat pemuda itu semakin terguncang dengan kenyataan yang berbanding terbalik dengan apa yang dipikirkannya, kenyataan memilukan dari luka yang diberikan sebagai bentuk rasa sayang ibunya padanya, luka yang sebenarnya tidak ada unsur kesengajaan, luka yang timbul atas luka lain yang dirasakan oleh wanita yang sebelum ini amat dibencinya.

"Wanita bodoh, h-hiks"

Barcode memeluk kedua kakinya sembari memeluk luka dengan tangisan pilu yang dibuatnya redam tanpa suara tak ingin memancing kedatangan siapapun ke kamarnya yang berakhir dia makin membenci dirinya karena hingga saat ini bahkan kata "bodoh" saja tak cukup menggambarkannya.

Tbc.

Bontot (Finish) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang