3. Happiness

385 104 243
                                    

Credit photo on the pict

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Credit photo on the pict.

200 comments for next chapter.

Jeffrey ini pemabuk handal. Hampir setiap hari dia mabuk-mabukan. Toleransi alkoholnya juga tinggi, sehingga butuh lebih dari lima gelas beer jika ingin melihatnya tidak sadarkan diri.

Seperti sekarang, ini adalah gelas keenam yang Jeffrey tegak. Kali ini dia benar-benar sudah kepayahan. Duduk di kursi besar dekat perapian. Sebab tempat ini adalah rumah tua milik pasangan lansia yang sudah lama meninggal.

Lalu diwariskan pada anak semata wayang mereka, Mega. Pria berusia 24 tahun yang berteman baik dengan Jeffrey saat belia. Sebab orang tua mereka memang sama-sama pebisnis juga. Sama seperti mereka.

Jika Jeffrey bebisnis makanan pokok Utopia seperti gandum dan beras, maka Mega bebisnis tempat bermaksiat. Karena dia memang telah menyulap rumah orang tuanya menjadi bar, tempat judi dan pelacuran. Tidak heran jika Jeffrey bisa tetap aman di sana tanpa takut diganggu wanita meskipun hampir setiap hari datang.

Sebab Mega telah menyiapkan tempat khusus untuknya di lantai tiga. Sekligus tangga ekslusif yang hanya bisa diakses oleh tamu-tamu VIP saja. Seperti Jeffrey contohnya. Bahkan, dia bisa menghabiskan 5 juta setiap harinya. Hanya untuk judi dan minuman saja.

Padahal, di sekelilingnya begitu banyak orang yang kelaparan. Tidak jarang juga sampai menjual diri untuk mendapat sesuap makan.

Kriminalitas? Jangan ditanya. Perampok, pemerkosa dan pembunuh bayaran sudah tersebar rata di Utopia.

Namun hanya ada di Utopia Tengah dan Timur saja. Sebab hanya di sana yang taraf hidup masyarakatnya masih rendah. Hingga membuat mereka gelap mata dan nekat berbuat jahat pada sesama.

Joanna sedang menatap Aletta yang tengah memakan nasi putih hangat dengan garam saja. Dia tampak begitu bahagia. Bahkan, air matanya sampai menetes juga. Sebab dia memang tidak pernah makan nasi lagi sejak orang tuanya meninggal. Sejak usia 15 hingga sekarang.

"Enak?"

Aletta tidak menjawab dan hanya mengangguk saja. Membuat Joanna mulai mendekatkan piring nasinya. Diberikan pada Aletta yang nasinya tinggal setengah.

"Makan punyaku juga! Aku tidak nafsu makan!"

"Ka---mwu serrriusss?"

"Iya! Makan yang banyak supaya lukamu cepat sebuh!"

Aletta tersenyum senang. Lalu menarik piring Joanna. Kembali makan dengan lahap hingga tandas dalam beberapa menit saja.

"Aku benar-benar bahagia! Sepertinya akau akan tidur nyenyak nanti malam!"

Joanna menatap langit dari jendela. Masih terang. Jam juga sudah menunjukkan pukul lima. Pertanda sebentar lagi petang.

"Aletta, apa kita tidak punya apapun? Emas atau perhiasan lain mungkin?"

GLOW IN THE DARK [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang