Jeffrey meneguk segelas beer yang baru saja Mega sajikan. Tidak habis dan hanya disisihkan setengah. Sebab dia memang tidak berniat mabuk sekarang. Hanya ingin menghabiskan waktu sampai jam satu siang. Menunggu Joanna selesai urusan dengan temannya.
"Tumben tidak mabuk!"
Ejek Mega sembari menyalakan rokok di depan sahabatnya. Dia juga memberikan sepuntung rokok untuk Jeffrey yang tampak kosong hatinya. Sebab telah ditinggal oleh wanita yang dicinta pada tiga tahun ke belakang. Rosaline, yang baru saja meninggal.
"Aku menunggu istriku!"
UHUK...
Mega tersedak asap rokoknya sendiri. Sebab dia tidak menyangka jika perkataan seperti itu akan keluar dari mulut Jeffrey. Pria yang katanya cinta mati pada Rosaline. Tidak mau menyentuh wanita lain. Namun kali ini, dia tampak menikmati kehadiran Joanna di hidupnya saat ini.
"Ada yang salah dengan ucapanku?"
"Tidak ada. Aku hanya sedikit terkejut."
Mega masih membatin saja. Sebab kasihan pada Jeffrey jika harus didebat. Mengingat pria itu masih berkabung sekarang.
"Wanita itu istriku sekarang. Aku harap, kamu tidak menyebarkan rumor buruk tentangnya."
Mega menelan ludah dengan kasar. Sebab tidak menyangka jika Jeffrey akan berkata seperti itu padanya. Menyebut wanita lain sebagai istrinya selain Rosaline yang dia cinta.
"Semudah itu kau melupakan Rosaline? Hampir setengah orang di sini tahu jika istrimu ini mantan pela---wanita panggilan. Mertuamu juga mengetahuinya. Tapi dia masih mau menerima karena ini permintaan anaknya. Dan sekarang, tiba-tiba saja kamu berucap manis ketika menyebutnya. Apa kini, kau berniat hidup dengan wanita itu selamanya?"
Jeffrey menyesap puntung rokok yang baru saja dihidupkan. Lalu menatap Mega lekat-lekat. Dengan kedua alis yang diadu sekarang.
"Aku ingin melawan Ramon. Aku akan bertahan dengan wanita pilihan Rosaline selamanya. Akan kubuat mertua dan rakyat Utopia bersimpati padaku sekarang. Tanpa kujelaskan lebih dalam, aku rasa kau sudah paham apa maksudnya."
Mega langsung berdiri dari duduknya. Bertepuk tangan dan menatap Jeffrey takjub sekarang. Sebab tidak menyangka jika Jeffrey berniat menjadi pemimpin negara. Menggantikan Dimitri yang memang sudah begitu renta.
"Aku setuju! Akan kubawa banyak orang untuk mendukungmu!"
Jeffrey tersenyum tipis. Lalu menyesap beernya kembali. Kemudian menghisap puntung rokoknya lagi.
1. 10 PM
Jeffrey sudah tiba di depan rumah Joanna dan Aletta. Dia berniat menjemput istrinya seperti apa yang wanita itu minta. Sebab dia memang sudah tidak memiliki pekerjaan karena bisnisnya sudah dikerjakan oleh orang kepercayaan.
"Aku mau Aletta ikut denganku."
Jeffrey langsung mengiyakan. Karena hal ini memang tidak merugikan dirinya. Justru cukup menguntungkan karena bertambah satu orang lagi yang akan mendukungnya.
"Tanganmu kenapa?"
Tanya Jeffrey ketika Joanna akan menaiki kereta. Sebab pergelangan tangan kanannya sudah diperban menggunkan kasa putih yang usang. Tidak seperti kain kasa di dunia kita yang putih seperti tulang.
"Tergores sesuatu."
Jawab Joanna sembari menaiki kereta. Lalu menarik tanagn Aletta agar ikut naik juga. Kemudian disusul oleh Jeffrey setelahnya.
Selama perjalanan, mereka hanya diam. Hingga tiba-tiba saja hujan turun menghadang mereka. Membuat udara dingin menusuk tulang.
"Mau saya siapkan air hangat, Nona?"