200 comments for next chapter.
8. 00 AM
Joanna baru saja keluar kamar. Bersama Jeffrey juga. Lalu menuju ruang makan beriringan. Membuat orang-orang di rumah tersenyum janggal. Sebab Aletta telah membeberkan pada seisi rumah jika pagi tadi tidak sengaja melihat pemandangan mereka yang sedang tidur bersama. Saling menindih di atas ranjang tanpa busana.
"Hari ini aku tidak ada jadwal, kan? Kalian semua libur saja. Tinggalkan rumah dan kau juga!"
"Aku?"
Alatta menunjuk dirinya sendiri. Lalu menatap Joanna yang kini tanpak tidak peduli. Dengan wajah datar seperti hari-hari kemarin. Sebab dia memang tampak tidak lagi memiliki semangat hidup setelah tahu jika ini sungguhan bukan mimpi.
Khawatir. Dia khawatir akan keadaan dirinya di dunia lain. Dia takut sungguhan meninggal dan membuat sedih orang-orang yang disayangi.
"Aku dan istriku akan menghabiskan waktu seharian di rumah ini. Hanya berdua dan kalian tidak boleh ada yang mengawasi!"
Lucas selaku asisten pribadi Jeffrey mulai mengangguk cepat. Lalu meninggalkan meja makan. Dia juga menyeret Aletta dari sana. Joanna, dia masih diam saja. Masih kepikiran dengan kehidupannya di dunia yang sebelumnya.
"Makan yang banyak, hari ada banyak hal yang akan kita lakukan!"
Ucap Jeffrey sembari meletakkan sepotong daging di piring Joanna. Membuat wanita itu lekas menatapnya. Penasaran dengan apa maksudnya.
"Apa?"
"Melanjutkan yang semalam."
Jawaban Jeffrey membuat Joanna geram. Lalu menatap kesal suaminya yang kini tampak tidak malu dengan apa yang diucapkan. Padahal, masih ada Liana dan beberapa pelayan di sekitar.
"Kapan aku bilang mau melanjutkan yang semalam? Tidak! Aku lelah!"
Joanna mulai menukikkan alisnya. Lalu meminum air putih yang baru saja Liana tuangkan. Sebab dia memang lapar dan kehausan. Karena tenaganya telah terkuras habis semalam.
"Kamu sendiri yang bilang kalau kita akan---"
"Aku hanya bilang berhenti! Tidak ada lanjutannya lagi! Jangan kau pikir aku bisa kau bodohi!"
Jeffrey terkekeh pelan. Lalu ikut meminum air putih juga. Sebab dia memang hanya mengada-ngada saja. Karena Joanna tidak pernah mengatakan apa yang telah dituduhkan.
"Lalu apa yang akan kita lakukan seharian ini? Jarang-jarang aku tidak sibuk seperti ini. Apalagi aku sudah jadi orang nomor satu di negara ini. Seharusnya kamu bangga karena bisa menjadi istriku saat ini!"
Jeffrey mulai memasukkan irisan kentang di mulutnya. Sama seperti yang Joanna lakukan. Karena sejak kampanye dilangsungkan, dia tidak bisa mengalihkan pandangan dari Joanna. Karena wanita itu tampak benar-benar menawan di matanya.
"Kita berkebun nanti. Mari kita lihat, sebanyak apa tanaman mawar yang kau rusak kemarin."
Jeffrey lagi-lagi terkekeh pelan. Lalu menatap Joanna yang memang tampak sukar diajak bercanda. Padahal, dia sudah berniat mendekatkan diri pada istrinya. Mengingat besok, dia akan dilantik menjadi pemimpin Utopia.
Kehidupanya di masa depan, jelas akan berubah dari biasanya. Akan lebih sibuk dan mungkin saja tidak akan lagi bisa menggoda Joanna seperti sekarang.
Sebelas tahun kemudian.
Joanna sedang berada di belakang rumah. Memancing sendirian. Sebab anak dan suaminya sedang menghadiri acara ayah dan anak yang ada di Utopia Tengah.
Di sekolah yang memang sejak lama Jeffrey bangun di sana. Membuat banyak sekali anak-anak maupun orang dewasa yang kini bisa membaca tanpa mengeja. Menulis tanpa melirik aksara. Serta menghitung cepat tanpa memakai alat.