2nd Game

353 25 84
                                    

Tolong jangan demo aku karena bikin cerita baru. Aku tuh butuh asupan. Gak ada yang rekom cerita incest ke aku. Jadinya bikin asupan sendiri.🥲

Makanya rekom dong cerita incest untukku. Kalau tak, besok besok aku bikin lagi cerita baru. 🤣🤣🤣




Arin itu cinta pertama Zhika. Ia serapuh-rapuhnya wanita, hingga Zhika yang buas harus belajar menyentuh dengan hati-hati. Arin mungil, menggemaskan, dan hangat. Dengan senyum manisnya ia menenangkan segala kegilaan di diri Zhika.

Arin. Matahari di gelapnya hidup Zhika.

Namun harusnya Zhika tahu matahari tidak terbit di malam hari. Dan ia mendatangi mentari yang salah dengan cara yang salah pula.

Si mentari palsu tampak redup di pojok ruangan dengan bed cover menggulung tubuhnya. Tak terlihat punya sinar apapun lagi. Sedangkan Zhika terjaga dengan keadaan tanpa busana sehelai benang pun.

Zhika tahu apa yang telah terjadi melihat dimana ia berada, noda darah dan sperma yang menodai sprei tempat tidur Rhizu, dan ingatan samar-samar tentang kenikmatan yang ia renggut paksa tadi malam.

Zhika memakai celananya. Mendekati Rhizu dengan perlahan. "Rhi...." panggilnya pelan dan hati-hati.

"Jangan sentuh gue," desis gadis itu dingin.

Satu kesinisan itu membenarkan tebakan di benak Zhika. Ia lihat air mata yang telah mengering di pipi Rhizu. "Rhi, gue minta maaf...."

Rhizu mendelik padanya. Zhika tahu kata-katanya salah. Tapi memangnya saat ini masih ada kata-kata yang tepat untuk diucapkan?

Rhizu, kembarannya yang hanya peduli tentang pencapaian hidup, selalu ia anggap tak punya perasaan, untuk pertama kalinya mengucapkan sesuatu yang Zhika tahu benar-benar berasal dari dalam hatinya.

"Gue benci sama lu."

***

Fika berjalan menuju ke kelasnya dengan senandung lagu masa kecilnya. "Senang, riang, hari yang kunantikan~ Kusambut, Hai, pagi yang cerah~ Matahari pun bersinar terang~ Menemaniku pergi sekolah~"

Ia masuk ke kelasnya dengan dobrakan dramatis. "Senang, riang, hari yang kuimpikan~ Jumpa lagi kawanku semua~" lanjutnya sambil melambai-lambai ke seisi kelas. "Selamat pagi, guruku tersayang~'Ku siap mengejar cita-cita~" senandungnya tersenyum manis pada guru yang kebetulan lewat di depan kelas. Temannya yang sudah hapal tingkahnya selama 2 tahun ini hanya bisa geleng-geleng. Hanya Fika dan Rhizu yang sesemangat itu datang ke sekolah.

"Dengarlah lonceng berbunyi~ Kawan, segeralah berlari~" serunya menghampiri mejanya dan sahabat baiknya. "Siapkanlah dirimu~ Dalam mencari ilmu~" godanya menyenggol-nyenggol temannya dengan pantat.

Rizhu tak menanggapinya. Membuat Fika kebingungan. Tetap ia lanjutkan lagunya sambil mengganggu Rizhu, mencolek-colek dagunya, memeluknya. Karena biasanya ia dan Rizhu menyanyikan ini tiap pagi. Bagai deklarasi akan memenangkan tiap peperangan alias pelajaran hari ini

"Senang, riang, masa depan 'kan datang~ Capai ilmu setinggi awan~" Fika pun menggerak-gerakkan tangan Rizhu akan bergoyang. Karena ini bagian favorite Rizhu. "Hingga nanti aku telah dewasa~ Dunia 'kan tersenyum bahagia~"

Fika terbengong karena sekalipun lagunya telah selesai Rhizu tetap tak bergabung bersamanya menyanyi. Padahal kan lagu ini selaras dengan sumpah mereka. Mereka akan jadi orang sukses dan membanggakan orang tua serta tanah air.

"Rhi?" panggilnya hati-hati. Mereka sama-sama orang yang suka sekolah. Suka diberi banyak PR. Bahagia tiap kali ujian. Apalagi kalau dadakan.

Fika lihat tangan Rizhu yang masih mengeluarkan buku-buku dan bekal dari tasnya ke laci. "Rhi, lu baru dateng?" tanyanya bingung.

Loving GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang