"I'll rape your girl. Hard."
Zhika telah terbiasa merasakan kehilangan. Momen pertamanya menghirup udara di dunia ini adalah saat ia kehilangan ibunya untuk selama-lamanya. Zhika juga banyak kehilangan hak-nya karena hidup menumpang di tempat "kerabat" nya ini. Istilahnya, harus tahu diri lah.
Dulu Zhika tak pernah merasa akan ada momen ia kehilangan Rhizu. Karena gadis memang itu tak pernah di sisinya sejak awal. Tapi sikap Rhizu setelah 'malam itu' membuat Zhika sadar ia telah kehilangan kembarannya sendiri. Dan di luar dugaan, rasanya mengerikan. Namun tetap bisa ia hadapi.
Satu-satunya yang tak bisa Rhizu biarkan lepas darinya hanya Arin. Benar-benar hanya yang satu itu.
Zhika menunggu tak sabaran akhir dari penampilan tarian pendet yang merupakan rangkaian dari acara yang dilakukan di desa ini. Sepupunya -Ishvana- di sana. Begitu pula Rhizu. Tari Bali jelas tidak cocok untuk Rhizu. Matanya yang lumayan sipit itu tak bisa membuat gerakan yang mencolok sekalipun telah dibantu oleh make-up.
Zhika perhatikan adiknya itu. Sangat sulit mempercayai mereka berdua kembar. Zhika punya ciri fisik lelaki Bali. Sedangkan Rhizu malah seperti gadis dari Asia Timur. Dan mungkin justru karena ciri fisiknya itulah Rhizu lebih banyak menerima penghinaan terkait finansial keluarga mereka. "Ternyata chindo ada juga yang miskin."
Rhizu biasanya naik pitam. Bukan karena orang salah paham atas rasnya. Temannya yang jelas-jelas orang Batak saja ada tuh yang disangka chindo ataupun bule. Tapi masalahnya kenapa orang harus menyempatkan menghina ekonomi keluarganya?
Tari selesai. Para gadis itu satu per satu turun dari panggung dengan anggun. Rhizu sendiri pun tak melepas senyum. Tapi sekalipun senyumnya selebar itu, Zhika tahu Rhizu sedang mengumpat di dalam hatinya.
Zhika pun langsung menyusul ke ruang rias para penari tersebut. Rhizu berada di paling belakang, sedikit berjarak dari para penari lainnya. Zhika tebak sih karena harga dirinya terlalu tinggi. Rhizu selalu membuat jarak dengan orang-orang yang ia rasa tidak memiliki otak yang sederajat dengannya.
Dan keangkuhan gadis itu yang membuat Zhika lebih mudah memisahkannya dari barisan.
"We need to talk," tegas Zhika.
"Well, I don't," tolaknya acuh.
Zhika menghela nafas panjang, berusaha mengumpulkan kesabarannya. "Rhi. Gue. Salah." akunya tanpa ragu. "Gue nyakitin lu. Gue ngerugiin lu. GUE," tegasnya. "Bukan Arin, Rhi." Zhika tatap adik kembarnya dengan penuh harap. "Gak ada hubungannya ke Arin, Rhi. Sama sekali gak ada. Jangan libatin dia."
Rhizu tetap tak terlihat berminat pada topik pembicaraan mereka. Tapi tak ada salahnya ia membuat si dungu ini mengerti titik masalahnya.
"Trus hubungan gue ke Arin apa?" balasnya santai. Alis mata Zhika menaik karena tak mengerti.
"Lu diputusin Arin. Yang ngancurin hati lu itu Arin. Bukan gue, Zhik. ARIN. Tapi gue yang harus nanggung akibatnya."
Rhizu mendengus meremehkan. "Waktu Arin bikin lu sakit, gue boleh kena imbasnya. Kenapa waktu lu nyakitin gue, dia gak boleh kena?" tantang Rhizu.
"Jangan ngasih jawaban tolol 'Karena lu Rhizu. Rhizu itu gak gitu.' dan blablabla apalah yang lu bilang waktu itu." Ia beri Zhika tatapan tajam. "Yang nentuin sikap gue itu bukan opini lu. Tapi gue sendiri."
"Awal masalahnya emang di cewek lu itu. Gue cuma balikin itu masalah ke dia. It's fair."
Rhizu hempas tangan kakak kembarnya saat ia hendak pergi. Namun ia sempatkan berbalik.
"Kalau lu gak terima, yah coba aja lindungin cewek lu itu dari gue. Siapa tahu lu berhasil," saran Rhizu sok manis. Namun sedetik setelahnya berganti seringaian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving Game
RomanceSaat kau melukaiku, alasanmu adalah karena kau terluka. Karena itu kali ini juga kugunakan alasan yang sama padamu. Aku terluka. "Terluka" membuat orang memaklumkan tindakan buruk yang melukai orang lain. Mari kita lihat sampai mana "memaklumkan" in...