14th Game

230 14 16
                                    

Sejak dulu polanya sangat tipikal. Perempuan membunuh dengan racun. Sedangkan pria membunuh dengan kepalan tangan atau pedang.

Alasannya sangat jelas. Perempuan adalah makhluk yang goals-oriented dan terkalkulasi ketika menyangkut dendam. Capaiannya sangat objektif, yakni: selesai. Tidak ingin variable tambahan yang menambah kemungkinan rencananya gagal.

Sedangkan pria pride-oriented. Mereka peduli pada apa yang dikatakan orang. Takut dikatai banci kalau tidak berhadapan langsung. Takut dipergunjingkan sebagai lelaki kurang perkasa jika menggunakan cara diam-diam seperti racun. Karena itu mereka lebih memilih cara adu jantan sebagai penentu siapa yang mati. Sekalipun itu artinya menempatkan nyawa mereka sebagai taruhannya jika gagal. Mungkin lebih baik kehilangan nyawa dibanding kehilangan kebanggaan sebagai pria.

Tapi yang mereka lupakan mati karena kelemahan diri juga merupakan hal memalukan.

Jadi untuk apa pertarungan mempertahankan harga diri itu?

Variabel bernama "kebanggaan" ini membuat mereka mati memalukan dan tetap tak mencapai tujuan mereka. Varibel paling mengganggu jika ingin menjalankan rencana.

Kebangaan....

Rhizu sudah menghabiskan sepanjang hidupnya untuk menjadi kebanggan keluarga.

Sampai ia lupa peran perempuan di strata sosial bukanlah menjadi kebanggaan.

Sesuatu yang bernama kebanggaan tak seharusnya disematkan pada perempuan.

Perempuan punya peran lain, kan?

Untuk menjadi pajangan.

Untuk menjadi objek.

Sesuatu yang bukan untuk dibanggakan, melainkan disayangi. Atau malah disayangkan?

Disayangi dan disayangkan.....hanya itu akhir dari perempuan.

Mungkin Rhizu begitu ketakutan mendengar kalimat, "Sangat disayangkan ya dia berakhir demikian?" yang merupakan salah satu kemungkinan yang menghampirinya. Karena itu mati-matian bertarung di jalan yang lain. Jalan pria.

Jalan yang menuntut pertarungan terang-terangan.

Jalan yang akan selalu bertalian dengan kebanggaan tolol.

Rhizu telah dan akan kalah berkali-kali di pertarungan itu. Ia tak akan pernah cukup seimbang melawan Zhika. Dan akan musnah melawan Zhika serta Papa bahkan sebelum ia bisa menggores seujung jaripun dari mereka.

Karena itu ia akan mundur dari pertarungan itu. Kembali ke jalan yang seharusnya. Jalan perempuan. Lemah. Manis. Naif. Lembut.

Perempuan punya lengan terbaik di dunia. Bahkan bisa menenangkan jerit tangis bayi yang depresi harus dihadirkan di dunia sekejam ini.

Perempuan tak harusnya bisa menghajar anak tetangga yang menggodanya.

Lengan perempuan tak diciptakan untuk hal sebarbar itu.

Lengan perempuan untuk hal-hal yang lebih beradab. Menimang, mendekap, memasak, dan dengan senyum yang tak luntur di bibir menyuapkan pada anak dan suaminya makanan beracun.

Kemudian mereka mati dengan tubuh membiru dan darah termuntahkan dari bibir.

Si perempuan mengurus pemakaman dengan berlinang air mata. Harus. Karena tugas perempuan adalah untuk menangis. Si penerima rasa iba.

Rhizu akan kembali ke kodrat itu. Toh, ia telah memulainya kemarin lusa saat berbohong pada teman-temannya ia disiksa oleh Zhika. Tidak menyenangkan dikasihani. Tapi lebih tidak menyenangkan Rhizu harus berakhir naas karena perkomplotan Zhika dan Papa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Loving GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang