Suatu ketika, guru Kimia di kelas Zhika pernah mengatakan, "Berlian dan arang itu zat penyusunnya sama. Sama-sama ikatan yang hanya terdiri dari karbon. Namun yang satu menjadi barang berharga, yang satunya lagi tidak." Karbon pada arang tersusun horizontal, karena itu mudah patah. Sedangkan susunan karbon di berlian lebih seperti sebuah piramida, susuan yang luar biasa bagus hingga menjadi benda yang kuat. Lalu guru itu menoleh pada Zhika. "Dari tambang yang sama, tapi kamu sama Rhizu hasilnya beda ya?"
Dikatakan bahwa nama itu adalah do'a. Dengan harapan anak itu akan sesuai namanya kelak.
Melihat dari itu sudah jelas harapan orang tua Zhika dan Rhizu.
Zhika mendapatkan nama belakang "Saputra". Tidak ada artian khusus. Seorang putra. Hanya anak laki-laki. Atau sengotot-ngototnya pun karena bahasa Indonesia menyerap beberapa bahasa, salah satunya Sansekerta, di Sansekerta pun artinya hanyalah "Anak laki-laki yang baik."
Sedangkan Rhizu mendapatkan nama Maharani. Rani. Ratu. Kaisar wanita. Ditambah kata "Maha", maka maknanya adalah "Ratu yang paling tinggi di antara para ratu".
Zhika dan Rhizu tumbuh tepat seperti itu. Zhika hanya menjadi "anak laki-laki biasa". Rhizu menjadi "ratu".
Sangat wajar jika orang tua lebih menyanjung anak yang lebih hebat. Mustahil terucap kata-kata seperti "Wah! Kau telah sukses menjadi manusia yang tidak ada apa-apanya!"
Terdengar sangat aneh, bukan?
Karena itu Zhika tak pernah menyalahkan jika Papa lebih menyayangi Rhizu.
Apalagi Zhika pernah dengar katanya orang tua cenderung lebih menyayangi anak yang berbeda jenis kelamin dengan mereka. Walau sebagian juga mengatakan bukan lebih menyayangi, hanya lebih banyak memberi toleransi, karena mereka tak paham apa yang normal bagi jenis kelamin itu, sedangkan yang sama jenis kelaminnya dengan mereka bisa dibuat perbandingan ketika mereka muda.
Tapi sekalipun Zhika memahami alasan logis kenapa Rhizu dianggap berlian sedangkan dia arang, tetap saja tidak menyenangkan menjadi yang terbuang.
Karena itu ia mulai mencari-cari seseorang di luar rumah. Bukan intan dan arang, bukan pula ratu dan lelaki biasa. Yang ia dapatkan di luar rumah adalah manusia dan manusia. Memiliki teman itu menyenangkan bagi Zhika. Rhizu boleh bermain ratu-ratuan sesuka hatinya, tapi memangnya ada yang mau jadi rakyatnya?
Zhika orang yang menjalin hubungan dengan orang nyaris seumur hidup. Bukan hanya pacar, temannya sejak kecil sampai sekarang masih tetap akrab dengannya. Tidak seperti Rhizu yang berganti teman semudah ia mengganti baju.
Zhika percaya, kalau mau berusaha yang namanya hubungan itu bisa dipertahankan. Ia ada saat temannya susah. Ia ada saat temannya berduka.
Dan kepada teman yang Zhika syukuri itu si ratu berucap dengan sombong. "Luas daratan bumi 148,9 juta km². Kalau dari dulu manusia gak ada yang mati, diperkirakan akan ada 108,2 miliar manusia di bumi ini. Itu artinya tiap orang cuma punya ruang sekitar 1,3 ribu meter. Belum lagi tempat untuk pohon, rumah, jalan. Pergi kemanapun bakal selalu nabrak. Jadi kenapa nangis kakek kamu meninggal? Bego banget sih. Baguslah dia mati."
Zhika tak tahu bagaimana logika Rhizu berjalan. Tapi di logika Zhika yang sehat, anak TK manapun akan dengki ketika dikatai baguslah kakeknya mati. Dan benar saja, anak itu memutuskan pertemanannya dengan Zhika karena Rhizu.
Rhizu sering mengatai Zhika tidak logis. Tapi Zhika rasa dengan "logika" Rhizu yang mengatai "baguslah mati" itu, kemana pun Zhika akan lebih mudah diterima. Sedangkan Rhizu? Gadis yang mungkin sejak dalam kandungan merasa dirinya memiliki derajat lebih tinggi dari orang lain itu akan kesulitan hidup di dunia nyata ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Loving Game
RomanceSaat kau melukaiku, alasanmu adalah karena kau terluka. Karena itu kali ini juga kugunakan alasan yang sama padamu. Aku terluka. "Terluka" membuat orang memaklumkan tindakan buruk yang melukai orang lain. Mari kita lihat sampai mana "memaklumkan" in...