Bagi Zhika hal yang sangat canggung jika bertemu kerabat di luar rumah, dan si kerabat ini sedang bersama orang asing.
Kalau hanya kerabatnya, yah mereka sama-sama tahu bagaimana kondisi hubungan mereka. Namun orang asing yang tak tahu apapun akan berkata 'Dia keluarga kamu, kan? Kita sapa yuk. Haiiiiiii!'
Zhika rasa tidak perlu menjadi jenius untuk memahami seseorang sering di luar rumah karena ia tak suka rumahnya. Entah itu karena hubungan tak baik atau karena rumah sepi. Dan bisa-bisanya banyak orang yang tak langsung paham hal itu dari melihat kebiasaannya tak pulang-pulang ke rumah.
"Zhika, kan?" sapa perempuan tersebut.
Zhika yang sedang bersama teman-temannya hanya mengangguk dengan senyuman tipis. Matanya melirik ke samping wanita tersebut, "tantenya" tersenyum manis. Walau Zhika tahu wanita itu sebenarnya ingin menamparnya habis-habisan, karena pasti telah sadar tadi pagi Zhika mengambil sejumlah uang dari dompetnya untuk pergi bersenang-senang dengan teman-temannya.
"Bareng siapa ke sini?" tanya wanita itu.
Bersama teman-temannya pastinya. Tapi sekumpulan anak yang dalam rentang usiang 9-13 tahun pergi berjalan-jalan tanpa dampingan orang dewasa pasti akan membuat rasa khawatir dan kasihan yang tak perlu.
"Nemenin tantenya Mahesa, Tante. Mau berdo'a katanya. Minta anak," jawab Zhika beralasan.
"Oh? Mau ke Kareban Langit? Kebetulan dong tante juga mau berdo'a ke sana. Bareng aja yuk!" ajaknya langsung menarik tangan Zhika.
Mata teman-teman Zhika langsung membulat. Mereka pergi melalui perjalanan hampir 1 jam tanpa orang dewasa untuk bersenang-senang tanpa batasan. Enak saja rusak begitu saja!
"Tante, kami izin pulang duluan ya. Ada yang nggak enak badan. Mau nganter dulu."
Zhika menatap bosan temannya. Shit! Ia dikorbankan. Segerombolan anak itu pergi begitu saja.
"Tante, saya-"
"No. Stay with us," cegah ibu Devandra.
Zhika rasa nyawanya hilang separuh. Ia tatap malas kedua "sepupunya". Devandra yang berumur 13 tahun dan Ishavana yang seumuran dengan Zhika, 11 tahun. Keduanya bukan teman main yang menarik.
Zhika tak pernah cocok dengan Devandra. Entah apa, tapi selera mereka tak pernah sama tentang apapun, termasuk tentang cara bersenang-senang. Sedangkan Ishvana.....Zhika tak tahu apa yang salah dengan gadis itu. Ia selalu bersembunyi di belakang kakak laki-lakinya. Ia juga sangat jarang bicara kecuali dengan Devandra dan ibunya.
Lalu entah keterbelakangan mental atau apa, tapi gadis itu masih mengompol dalam keadaan sadar sampai kelas 3 SD. Sekarang mereka sudah kelas 6 SD, dan gadis itu masih mengompol ketika tidur. Zhika agak-agak jijik gimana gitu melihatnya. Takut gadis itu kelepasan mengompol detik ini, sedangkan Rhizu tak ada di sekitar. Masa Zhika yang harus membersihkan sih?
Zhika tahu mustahil ia melepaskan diri sedangkan tangan ibu Devandra menggenggam tangannya. Bagaimana pun caranya, ia harus kabur sebelum mereka pulang ke rumah. Karena ibu Devandra hanya jaga image di depan tetangganya. Begitu pulang ia akan segera dihukum karena mengambil uang yang sebenarnya adalah hak Zhika.
Sibuk memikirkan cara untuk lepas, mereka sudah terlanjur sampai di depan Pura Kareban Langit. Mereka menuruni 30 anak tangga untuk akhirnya sampai di pura. Pura itu bersebelahan dengan sungai. Pura itu terbilang sedikit unik. Puranya berada di dalam gua. Namun goanya tidak sepenuhnya tertutup. Ada sebuah lubang cukup besar dari atas yang menyinari sebagian isi gua. Karena itulah dinamakan "Pura Kareban Langit" yang artinya "Pura Beratapkan Langit."
Setahu Zhika tempat itu tak sejak awal dijadikan pura. Hanya saja mungkin ide pebisnis yang menjadikannya pura agar bisa menjadi tempat "wisata" (?), dengan memanfaatkan nilai sejarahnya yang erat dengan Kerajaan Bali Kuno.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving Game
RomanceSaat kau melukaiku, alasanmu adalah karena kau terluka. Karena itu kali ini juga kugunakan alasan yang sama padamu. Aku terluka. "Terluka" membuat orang memaklumkan tindakan buruk yang melukai orang lain. Mari kita lihat sampai mana "memaklumkan" in...