7

4K 279 8
                                    

Disinilah aku sekarang bersama Revando, di salah satu Steak House favorite di Jakarta.

"Jadi, lo ngapain ngajak gue kesini?" Aku bertanya sambil memorong steak sirloinku.

"Gapapa, mau ngajak makan aja. Lo deket sama Revandi?" Tanya Revando to the point.

"Hah? Deket apanya? Gue cuma pernah sekali dia anter pulang gara-gara ada yang ngempesin ban.... EH TUNGGU SEHARUSNYA GUE GAK BOLEH KESINI SAMA LO!" Seketika aku berhenti mengunyah makananku.
Dan aku sadar beberapa pasang mata menatap kearahku.

"Ssssshhht! Lo itu gausah teriak-teriak kenapa?! Gak jelas banget sih lo!" Revando sedikit menunduk, mungkin dia malu karena kelakuanku, bodo amat deh. Rasain!

"Ya abisnya! Gara-gara lo hidup gue sengsara!" Aku mendengus sebal.

"Maksudnya?"

"Ya gara-gara lo gue di teror!"

Revando mengerutkan dahinya.

"Teror gimana?" Mimik wajah Revando kini berubah menjadi serius.

"Ya gue dapet surat misterius gitu disuruh ngejauhin lo, terus gara-gara lo nyamperin gue waktu itu, ban motor gue dikempesin dua-duanya. Udah deh mulai sekarang lo jauh-jauh dari gue!" Ujarku.

"Hah! Elah paling iseng aja. Gak jelas, udah tenang aja gak bakal ada yang bisa macem-macem sama sapi gue." Revando seketika diam dan menegang. Kenapa?

"Lo kenapa?" Aku menatap kearahnya dengan bingung.

"Udah lo lanjutin aja aktivitas kanibalisme lo, sapi makan sapi. Hahahahahhah" Revando tertawa puas.

"Awas aja lo ya dasar monyet tengil!"

**

Sekarang aku sedang duduk sendirian di cafeteria karen Ody sedang latihan paduan suara, dan Stef sedang dihukum karena ketahuan mencontek saat kuis sejarah.

"Hey..."

Aku mendongak melihat sosok yang tiba-tiba duduk disampingku, Revandi. Dengan headset beats melingkar dilehernya. Sepertinya memang headset itu sudah menjadi begian dari dirinya.

Deg..degg...deg..

Mengapa perasaan ini selalu muncul disaat aku menjalin kontak dengan Revandi?

"Eh iya vandi ada apa?"

"Tugas makalah lo udah belum?" Tanya Revandi.

"Udah sih tinggal di print aja. Kenapa?" Jawabku menahan gugup setengah mampus.

"Gue gak ngerti bikin makalah itu harus gimana, bisa bantuin gue gak?" Revandi kini sepertinya benar-benar pasrah meminta tolongan. Serius? Udah kelas 12 gatau cara buat makalah?

"Eh oke iya....." Sial aku menjawab dengan gugup.

"Mau ngerjain dirumah siapa?" Tanyanya asal jeplak. Kenapa harus kerumah? Kenapa tidak disekolah saja?

"Hah rumah? Ehmm terserah lo aja sih," aku menggigit bibir, please ubah pikiran jangan dirumah disekolah ajaaaa.

"Rumah gue aja ya?" Ujar Revandi.

"H-hah? Rumah lo? Yakin?"

"Iyalah yakin, kenapa gue harus gak yakin?" Tanya Revandi.

"Ya..yaa..gapapa sih.." Aku membuang muka mencoba menutupi ekspresiku yang gugup.

"Oke pulang sekolah ya kerumah gue?"

"Eh kerumah lo pulang sekolah? Gue kan gak tau rumah lo.."

Dilemma With The Twins (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang