14

4K 255 27
                                    

Amel's POV

Hari ini adalah hari terakhir kami ber-camping di puncak, rasanya aku akan merindukan kegiatan ini, banyak canda tawa yang aku lewati belakangan ini. Nanti malam akan menjadi malam puncak api unggun, aku sudah memikirkan suatu ide baik untuk penampilan yang dapat kelompkku sampaikan, setidaknya itu imajinasiku.

Lucu rasanya melihat anak-anak yang terbiasa dilayani dirumahnya kini hatus survive dalam berkemah, bahkan tak sedikit dari mereka yang tidak tau cara memasak, mereka hanya dapat memasak makanan instan.

Murid yang membawa coolbox membawa makanan beku seperti chicken nugget, sosis, dan udang tempura. Inginnya yang praktis aja ckck.

Semalam kami meradakan renungan, yang seperti kalian tau renungan acara dimana sebagian besar murid-murid menangis.

Aku bahkan menangis, aku teringat Ayahku, kira-kira apa kabar dia disana?
Stef juga menangis, justru dia yang menangisnya paling histeris, mungkin dosa dia kepada orang tuanya sangat banyak hahahah.

Hubunganku dengan Revandi semakin lama semakin membaik, semua itu terjadi karena aku yang selalu mencari perhatian dia, but it's worth it.

Aku rasa acara kemah ini semakin ramai karena adanya Revando and the geng, mereka selalu saja berulah, banyak guru-guru yang terbahak-bahak mendengar lelucon mereka, percayalah, guru-guru hanya disekolah saja sangar, namun mereka memiliki sisi yang friendly dan outgoing diluar sekolah.

Di acara kemah ini juga aku dapat mengetahui mana murid yang suka mengeluh, Clarity contohnya.
Lalu murid mana yang diam-diam tgas walaupun tampang luarnya seperinya kuper, Azzam contohnya.
Dan masih banyak murid yang menunjukkan sifat aslinya saat dirumah, seperti yang manja, pemarah, yang mudah tersinggung, yang egois, yang pemberani, yang selalu membantu, bahkan yang susah bangun subuh.

Aku melirik jam tanganku, ternyata masih jam 5:45 pagi, aku baru saja selesai sholat subuh, rasa-rasanya aku ingin menetap satu hari lagi, tapi aku kasihan dengan ibu yang berada dirumah.
Aku juga merindukan ibuku.

Aku berjalan menjauh dari tempat tenda-tenda, kududuki kayu pohon dan menunggu sunrise, aroma alam yang sangat menenangkan pikiran sangat menambah kesan indah pada tempat ini, hantaran padang rumput didepanku menambah nilai plus pada tempat ini, dan juga pepohonan yang lebat sangat terurus, tidak ada sampah berserakan. Sangat berbeda dengan kota Jakarta.

*kresek*

Aku mendengar dedaunan kering yang terinjak dibelakangku, aku menoleh kesumber suara.

Dia.

Pagi-pagi melihat dia seperti ini, seperti baru bangun tidur, membuatku ingin menatapnya lama-lama tanpa melakukan apapun, oh well mungkin bisa sambil memegang tangannya, lebih baik lagi kalau dia merangkulku, hahah. Haish mulai saja pikiran ini ngawur.

"Hey, dicariin ternyata disni," ujar Revandi yang kemudian duduk disampingku.

"Lo baru bangun tidur ya? Udah sholat?" Tanyaku padanya.

"Udah, hooaaammzz" jawabnya yang dilanjutkan dengan menguap.

"Udah sholat tapi kok mukanya masih muka bantal? Seharusnya udah fresh kena air wudhu," ucapku padanya, aku tersenyum melihat rambutnya yang acak-acakan, in a good way.

Dia tersenyum manis kepadaku, "gatau masih ngantuk berat, semalem tidur jam 3, sakit semua badan," ujarnya kembali padaku.

"Terus lo ngapain kesini? Lanjut tidur aja sana, 30 menit lumayan," kataku.

"Eh gue mau ngasih ini," Revandi memberiku popmie. Dia ternyata memang membawa 2 popmie. Ternyata satu untukku dan untuknya, cihuy banget sihhhh.
"Hati-hati awas panas jangan sampe tumpah, ditiup dulu makannya, anyway sorry cuma bisa ngasih ini, masih mager untuk masak-masak. It's fine right?" Tanya Revandi kepadaku.

Dilemma With The Twins (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang