Happy reading....
*****
Panggilan Mami dan sentuhan tangan Mami yang mengguncang lenganku membuatku membuka mataku dan menatap malas ke arah Mami.
“Kamu ini kebiasaan banget, suka ketiduran kalau nonton tapi notebook-nya dibiarin masih tetap menyala. Matiin dulu baru tidur, Dek,” tegur Mami, “Itu mata kenapa juga kok bengkak. Kamu nonton kok ngeri banget sih penghayatannya.” Omel Mami yang masih berdiri sambil mengamati keadaanku yang mungkin terlihat mengenaskan untuk Beliau.
“Kayak Mami nggak aja,” balasku, aku memang cukup sering memergoki Mami yang mata berkaca-kaca melihat sinetron India dimana adegan menantu yang ditindas mertua dengan begitu kejamnya, belum lagi saudara iparnya yang juga bersekongkol dengan mertuanya untuk merancang rencana jahat, sampai kadang ada adegan rencana pembunuhan segala.Iya aku tahu itu, karena kadang aku secara tidak sadar juga ikut duduk di samping Mami dan menikmati tayangan itu, walaupun banyak menggerutu melihat menantu yang pasrah saja, atau tertawa melihat adegan janggal yang tidak masuk akal. Kemudian Mami melirikku kesal sambil berkata, “Terus kenapa kamu masih nonton juga?’ aku terdiam dan langsung beranjak menuju kamar. Aku khilaf.
“Tapi nggak kayak kamu sampai matanya bengkak begitu. Kayak habis ditalak aja kamu ini.”
“Nikah juga belum Mi, masa udah ditalak aja.” Aku masih membalas sambil dengan malas bangun dari tidurku.
“Ponsel kamu udah ketemu?” aku hanya menggelengkan kepalaku dengan wajah kembali sedih mengingat dimana lokasi salah satu benda kesayanganku itu, “Udah sana cepat bangun, ada Heru yang nyariin kamu. Dia kayak panik begitu. Mungkin karena ponsel kamu nggak bisa dihubungin.”
Setelah mengatakan itu Mami langsung pergi meninggalkanku.
Dengan langkah malas aku beranjak dari tempat tidurku yang masih terlihat menggodaku untuk kembali tidur dan melupakan niat bertemu Heru. Tapi aku urungkan sebelum Mami kembali masuk dan memaksaku bangun.
Aku berjalan menuju ruang tamu dengan langkah malas, terlalu malas dan lelah untuk berhadapan dengan Heru. Aku hanya berdiri di depan ruang tamu dan Heru yang melihatku juga langsung berdiri. Dia menatapku lama, seolah menilai penampilanku. Ada rasa terkejut sebelum berubah menjadi sedih di balik tatapannya itu.
Mami datang dan meletakkan teh hangat di depan Heru, sebelum melirikku dan memukul lenganku, “Adek, kamu mau ketemu Heru kok penampilannya begitu. Cuci muka dulu kek, itu muka dekil banget habis nangis dan bangun tidur. Baju kamu tuh diganti juga!” Mami terdengar sangat histeris melihat penampilanku, sementara aku untuk beberapa detik merasa masa bodoh dan menyalahkan Heru yang kenapa datang kemari. Rasanya aku belum siap bertemu dan untuk apa dia kemari?!
Aku melirik Heru yang terlihat masih sedih menatapku, lalu beralih melirik kebajuku yang memang menyedihkan. Aku lupa kalau aku masih memakai baju tidur dekil namun nyaman kesayanganku ini.
Aku langsung berbalik ke kamar dan merapikan penampilanku menjadi lebih baik lagi. Ini kesannya kok aku patah hati banget ya, walaupun memang lagi patah hati, cuma kan tadi aku nangis karena nonton, bukan karena Heru. Atau sebenarnya aku nonton anime sedih supaya jadi alasan kalau itu air mata yang keluar bukan karena Heru? Tau ah.
Aku kembali ke ruang tamu dan menemukan Heru duduk sendirian tanpa di temani Mami. Kali ini aku memilih duduk di sofa di berada di samping Heru. Sedang tidak ingin menatap wajah tampannya dari depan.
“Ada apa kemari, teman?”
Iya, aku menyindir dia untuk mengingatkan kembali status kami yang dijelaskannya pada mantannya itu. Walaupun sebenarnya itu menyakiti hatiku sendiri.
AKu bisa melihat rasa sedih yang tersirat di matanya, “Kamu kenapa nggak bilang kalau sudah pulang? Aku kan bisa anter kamu.”
“Sebagai teman yang baik aku kan nggak mau merepotkan teman yang lagi kerja. Lagian aku bisa pulang sendiri.” Jelasku masih dengan sikap tidak acuhku, mencoba mengabaikan rasa sedihnya, lagi pula kenapa dia sedih. Aku yang seharusnya sedih.
“Kenapa sebelumnya kamu reject telepon dari aku, sebelum akhirnya kamu matiin HP kamu? Kamu segitu bencinya ya sama aku?”
Iya, aku benci sama kamu. Patah hati lebih tepatnya.
Tunggu, dia bilang aku reject panggilannya? “Aku nggak pernah reject panggilan dari kamu, aku bahkan nggak tau dimana HP aku.”
Dia terlihat terkejut, “HP kamu hilang?”
Aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal, “Mungkin.” Jawabku mencoba untuk santai dan tidak acuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terena
RomanceKenalin tokoh cerita kita, Terena Melani Kresna. Anak bontot di keluarga Kresna. Dan anak yang paling dicemaskan masa depannya. Bagaimana tudak, jika Terena diusia 24 dia masih menjadi pengangguran, belum lagi dia tidak memiliki pasangan. Maminya se...