EMPAT

2 2 0
                                    

Happy reading...

●●●●

Besok hari minggu! Kalau kalian lupa, aku ingatkan besok itu jadwal kencan aku sama Heru yang sudah aku nantikan dengan tingkat kesabaran tinggi. Karena rasanya menuju hari itu lamaaaa banget, sampai ngebuat aku pengin langsung loncat ke hari minggu. Jadwal padatnya membuat dia hanya bisa mengajakku kencan di hari minggu. Dan menurutkun itu sempurna.

Kamis sore kemarin dia mengajakku untuk bertemu sekalian ingin mengenalkanku dengan adik dan tantenya yang baru datang dari Jogja. Dan sore itu ingin berjalan-jalan dan belanja. Tapi aku menolak dengan halus karena tidak ingin mengganggu waktunya dengan keluarganya dan lebih penting lagi aku belum siap mental untuk bertemu dan berkumpul dengan keluarganya
 
Tadi sepulang dari sekolah aku langsung cus ke supermarket belanja bahan-bahan makan yang mau aku buat untuk bekal lusa nanti. Rencananya aku ingin buat cemilan lumpia,  kentang goreng, dan minumnya jus jeruk. Pengin buat yang manis-manis tapi aku nggak tahu dia suka manis atau nggak. Soalnya kan kebanyak cowok lebih suka yang asin-asin dari pada manis, kecuali disodorin cewek, baru deh pada mau yang manis-manis. Dijamin nggak bakalan nolak.
 
Memasuki perkarangan rumah aku melihat sebuah mobil sedan hitam yang tidak aku kenali pemiliknya. Aku nggak pernah tahu Papi atau Mami punya teman yang naik mobil Sedan cakep begitu.
 
Aku langsung memanggil Bi Ipah yang sedang membersihkan halaman untuk membantuku membawa belanjaanku yang banyak ini, sekalian untuk belanja mingguan yang kekurangan di rumah, karena tadi Mami sempat menitip.
 
“Ada tamunya Papi ya, Bi?” tanyaku memulai kekepoanku pada Bi Ipah.
 
“Bukan, Mbak. Tamunya Ibu.”
 
Aku hanya mengangguk dan memasuki rumah, di ruang tengah aku bisa melihat wanita yang usianya tidak jauh dari Mami sedang duduk dengan anggunnya sambil menyesap teh yang disuguhkan.
 
“Sudah balik, Dek?” tanya Mami yang langsung menghampiriku. “Tadi naik apa pulangnya?”
 
“Ojek, Mi.”
 
“Kok nggak minta jemput Papi?”
 
“Kan jumatan,” aku mengingatkan Mami. “Siapa Mi?” kali ini aku menanyai Mami sambil berbisik.
 
“Oh, ini Ibu Lusi.” Mami langsung membawaku menuju ke ruang tengah.
 
Aku merasa familiar mendengar nama itu, tapi sama sekali tidak memiliki gambaran siapa wanita yang masih terlihat cantik  diusianya yang tidak lagi muda saat ini.
 
“Ini loh Bu, anak saya Terena.”
 
Aku langsung menyalami Ibu itu, “Terena, Tante.”
 
“Untuk saat ini panggil aja Tante Lusi, nanti kalau sudah sah baru panggil Mama.”
 
Aku menatap Tante Lusi dengan tatapan bodoh, lalu berganti ke arah Mami. Kilasan-kilasan pembicaraan lalu dengan Mami dan ucapan Tante Lusi barusan membuatku langsung menutup mulutku dan merasa bodoh. Wanita ini adalah Mamanya Heru! Calon mama mertuaku di masa depan nantinya!
 
Aku hanya bisa menampilkan senyum kakuku. Tiba-tiba bingung harus bersikap seperti apa, karena takut memberikan kesan yang jelek pada Beliau.
 
“Kata Heru hari minggu nanti kalian mau jalan-jalan ya?”
 
Aduh, Tante suaranya kok bisa lembut banget sih, beda banget sama Mami yang suka teriak-teriak. Mukanya juga masih cantik, pantesan anaknya ganteng begitu. Gimana dengan Meli ya? pasti cantik juga. Ini keluarga kenapa bikin aku minder sih.
 
Aku mengangguk sopan. “Iya, Tante. Heru mau ngajak mancing.”
 
“Mancing?!” Tante Lusi terlihat tidak percaya dengan ucapanku.
 
Aku mengangguk ragu, aku salah ngomong ya? Apa harusnya aku rahasiain ya? Aduh, gimana ini?! Tante Lusi sama Heru nggak bakalan berantem kan gara-gara aku kasih tahu lokasi kencan kami?
 
Aku menggeleng kepalaku cepat, mencoba mengenyahkan pikiran absurdku itu.
 
“Aduh, itu anak nggak ada sisi romantisnya. Masa kencan pertama ke tempat mancing. Ini pasti karena Om deh. Soalnya dulu waktu PDKT, Om juga  ngajak Tante ke kolam pemancingan di kencan pertama. Itu anak sama bapak sama aja.”
 
Aku dan Mami hanya tertawa mendengar cerita Tante Lusi. Aku ketawa malu-malu saat membayangkan adegam kami yang duduk di tepi kolan dengan pancingan ditangan masing-masing dan Mami yang ketawa karena murni merasa lucu dengan cerita itu. Aku jadi penasarankan gimana dengan kencan Mami sama Papi dulu.
 
“Terena juga pengin sih ngerasain gimana mancing. Soalnya Papa sama Mas Raka kalau pergi mancing nggak pernah ngajakin, bahkan dilarang, karena takut aku nyebur ke kolam.” Iya, Papa berpikir sampai sejauh itu tentang aku. Padahal aku sudah besar dan bukan balita lagi yang perlu dicemaskan, karena takut kepeleset di pinggir kolam, atau kecebur karena narik pancingan yang kailnya dimakan ikan. Aku nggak selemah itu!
 
Tante Lusi tertawa, “Mancing seru kok, Terena. Tante juga diam-diam jadi suka, walaupun nggak pernah nunjukin, nanti Om sama Heru malah besar kepala.”
 
“Mbak Tere ini bahannya mau diolah sekarang atau diletakin ke dalam kulkas?” interupsi dari Bi Ipah membuatku langsung pamit ke dapur dan membiarkan Mami dan Tante Lusi kembali mengobrol.
 
Setelah meminta tolong Bi Ipah untuk meletakkan semua belanjaan yang kubeli ke dalam kulkas, aku langsung ke kamar dan mengganti pakaianku. Sebenarnya masih canggung untuk ikut mengumpul dengan Mami dan Tante Lusi. Tapi mengingat sopan santun yang diajarkan Mami, akhirnya aku keluar kamar dan ikut bargabung untuk mengobrol. Untungnya pembicaraan itu bersifat umum, walaupun diselingin dengan ucapan Mami yang sepertinya tidak pernah lupa untuk membuatku malu dan membuatku ingin menyembunyikan diriku di balik selimut dan menghilang.
 
●●●●

Bersambung...

sagaara24_
 

TerenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang